Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
KPK Bicara Efek Jera Koruptor, Sindir MA soal Edhy Prabowo
10 Maret 2022 9:50 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Kami menghormati setiap putusan peradilan, termasuk putusan Kasasi MA terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo," kata Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (10/3).
KPK belum menerima pemberitahuan resmi mengenai putusan tersebut. Menurut Ali, KPK segera mempelajari putusan setelah putusan lengkap diterima.
Lebih lanjut, Ali kemudian menyinggung bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen kuat seluruh elemen masyarakat. Khususnya, komitmen dari penegak hukum itu sendiri.
"Korupsi sebagai musuh bersama dan kejahatan luar biasa maka cara-cara pemberantasannya pun dilakukan dengan cara yang luar biasa," ujar Ali.
Ia pun kemudian menyinggung soal rasa keadilan masyarakat serta efek jera pada koruptor. Hal itu dipandang sebagai salah satu cara pemberantasan korupsi yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
"Satu di antaranya tentu bisa melalui putusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang," papar Ali.
Pemberian efek jera dipandang merupakan salah satu esensi penegakkan hukum tindak pidana korupsi. Bentuknya dapat berupa besarnya putusan pidana pokok atau badan, serta pidana tambahan seperti uang pengganti ataupun pencabutan hak politik.
"Oleh karenanya, putusan Majelis Hakim seyogyanya juga mempertimbangkan hakikat pemberantasan korupsi sebagai extraordinary crime," pungkasnya.
KPK mendapat pujian saat menangkap Edhy Prabowo pada akhir 2020 lalu. Sebab, Edhy Prabowo merupakan menteri aktif pertama yang terjaring OTT. Namun, pujian berbalik menjadi sorotan saat KPK menuntut Edhy Prabowo.
Dalam persidangan, KPK menuntut Edhy Prabowo dengan pidana penjara selama 5 tahun. Padahal, Edhy Prabowo dijerat Pasal 12 UU Tipikor yang ancaman maksimalnya ialah penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara. Tuntutan 5 tahun penjara itu bahkan mendekati batas minimal ancaman hukuman dalam pasal itu yakni 4 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasal tersebut:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tuntutan KPK itu pun diakomodir menjadi vonis Pengadilan Tipikor Jakarta. Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara.
Edhy Prabowo bersama sejumlah anak buahnya diyakini menerima suap sejumlah USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 atau totalnya sekitar Rp 25,75 miliar. Duit itu berasal dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait percepatan pemberian izin budidaya dan ekspor.
Salah satu pemberinya adalah Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP). Ia menyuap Edhy Prabowo sebesar Rp 2,146 miliar.
ADVERTISEMENT
KPK puas dengan vonis tersebut dan tidak mengajukan banding. Yang mengajukan banding malah Edhy Prabowo.
Namun, hakim banding memperberat hukuman Edhy Prabowo. Hukumannya menjadi 9 tahun penjara.
Politikus Gerindra itu pun mengajukan kasasi ke MA. Upayanya berbuah hasil lantaran MA memotong vonisnya.
Hukuman Edhy Prabowo yang awalnya 9 tahun penjara dipotong selama 4 tahun. Alhasil, hukumannya kini menjadi 5 tahun penjara.
Alasan pemotongan hukuman terhadap Edhy Prabowo ialah karena Edhy Prabowo dinilai oleh majelis hakim telah bekerja dengan baik selama menjabat sebagai menteri.
Menurut MA, hal tersebut seharusnya dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan bagi Edhy Prabowo.