Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
KPK Duga AKBP Bambang Kayun Terima Rp 56 Miliar, Terkait Apa Saja?
3 Januari 2023 18:26 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
KPK telah menetapkan AKBP Bambang Kayun sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bambang Kayun juga ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya mulai 3 Januari-22 Januari 2023.
Bambang Kayun yang merupakan perwira polisi aktif ini merupakan tersangka dalam kasus pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kasus ini bermula dari adanya pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM,
"Dengan pihak terlapor ES (Emilya Said) dan HW (Herwansyah)," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (3/1).
Atas pelaporan tersebut, Emilya dan Herwansyah melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya diperkenalkan dengan Bambang Kayun untuk berkonsultasi.
ADVERTISEMENT
"Pada saat itu BK dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri," ucap Firli.
Selanjutnya, sekitar Mei 2016 di salah satu hotel di Jakarta, Bambang Kayun bertemu dengan Emilya dan Herwansyah. Bambang Kayun kemudian disebut menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.
"Tersangka BK lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri," jelas Firli.
Menindaklanjuti permohonan itu, Bambang Kayun ditunjuk menjadi salah satu personel untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.
"Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan," kata Firli.
ADVERTISEMENT
Firli menjabarkan, dalam perjalanan kasusnya, Emilya dan Herwansyah ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri. Setelah ditetapkan tersangka, atas saran lanjutan dari Bambang Kayun, Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya," kata Firli.
"Selama proses pengajuan praperadilan, diduga tersangka BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah," lanjut Firli.
Selain itu, Firli mengungkap Bambang Kayun pada Desember 2016 diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh dirinya.
Emilya dan Herwansyah Kembali Jadi Tersangka
ADVERTISEMENT
Firli menurunkan, setelah lima tahun tepatnya sekitar April 2021 Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.
Diduga Bambang Kayun kembali menerima uang mencapai Rp 1 miliar dari Emilya dan Herwansyah.
"Uang itu untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO Penyidik Bareskrim Mabes Polri," kata Firli.
"Tersangka BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar," kata Firli.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B UU RI Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.