KPK: Imam Nahrawi Terima Rp 7,8 Miliar untuk Urus Kasus Adiknya

5 November 2019 19:13 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (15/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (15/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
KPK mengungkap beberapa sumber dan peruntukan gratifikasi yang diterima Imam Nahrawi selama menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Hal itu diungkap Biro Hukum KPK dalam jawaban terhadap gugatan praperadilan Imam Nahrawi di Pengadilan Jakarta Selatan (PN Jaksel).
ADVERTISEMENT
KPK menyebut Imam Nahrawi pernah menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari Ending Fuad Hamidi selaku Sekjen KONI pada November 2018. Selain itu menurut KPK, Imam Nahrawi juga mendapat Rp 800 juta yang diterima mantan pebulu tangkis, Taufik Hidayat, pada 12 Januari 2017. Saat itu Taufik Hidayat merupakan staf khusus Imam Nahrawi.
"Terdapat juga permintaan sejumlah uang oleh Imam Nahrawi selaku Menpora. Sekitar November 2018, sejumlah Rp 7.000.000.000 dari Ending Fuad Hamidy melalui Lina Nurhasanah," ujar Biro Hukum KPK dalam jawabannya, Selasa (5/11).
"Tanggal 12 Januari 2017 sebesar Rp 800.000.000 diterima melalui Taufik Hidayat," sambung KPK.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi resmi mengenakan rompi KPK usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Dalam jawaban tersebut, KPK mengatakan gratifikasi senilai Rp 7,8 miliar itu digunakan Imam Nahrawi untuk mengurus kasus pidana yang menjerat adiknya, Syamsul Arifin. Namun KPK tak menjelaskan perkara apa yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
"Untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh Syamsul Arifin selaku adik pemohon (Imam Nahrawi) yang penanganannya dilakukan di salah satu instansi penegak hukum," jelas KPK.
Sebelumnya saat Imam ditetapkan sebagai tersangka pada September lalu, Syamsul sangat keras mengkritik KPK.
Syamsul bahkan menyebut KPK zalim. Ia menilai penetapan Imam sebagai tersangka bersifat politis.
“Sangat (kelihatan) faktor politis, sangat ketara. Saya akan mengusulkan ke presiden, (ada) pejabat tertentu pakai hukum rimba (ada barang bukti, tidak ditetapkan jadi tersangka). Kalau kakak saya tidak bersalah, saya kepung rumah Menpora berapa puluh bus yang diinginkan. (Kita) senggol bacok gitu karena sama-sama tidak memperilihatkan keindahan hukum. Tidak ada koridor hukum,” kata Syamsul yang juga anggota DPRD Jawa Timur itu.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam kasus ini, Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum. KPK menduga keduanya terlibat dalam kasus dugaan suap terkait penyaluran dana hibah dari Kemenpora kepada KONI.
Selain itu, keduanya juga diduga menerima sejumlah uang terkait jabatan Imam sebagai Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan jabatan selaku Menpora. Total uang yang diduga diterima keduanya mencapai Rp 26,5 miliar.