Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
KPK tak sependapat dengan vonis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan Sofyan Basir . KPK menilai hakim mengabaikan beberapa fakta persidangan dalam pertimbangan dalam memutus bebas eks Dirut PLN itu terkait kasus dugaan korupsi proyek PLTU-MT Riau-1.
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut setidaknya ada tiga poin yang telah diabaikan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis bebas kepada Sofyan Basir . Hal yang diabaikan hakim itu, menurut KPK berkenaan dengan peran Sofyan selaku 'pembantu' yang melancarkan sejumlah pertemuan guna membahas proyek PLTU Riau-1 hingga terjadinya suap antara Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR dan Johannes Kotjo selaku pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited.
"SFB (Sofyan Basir) (dalam perkara ini) didakwa sebagai pembantu dalam tindak pidana korupsi (suap) yang dilakukan oleh Eni M. Saragih, Idrus Marham dan Johanes B. Kotjo yang telah dijatuhi vonis bersalah di Pengadilan Tipikor," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan tertulisnya, Rabu (6/11).
KPK menilai ada tiga peran Sofyan Basir dalam kasus ini, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Mempertemukan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo dengan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT. PLN (Persero) dan melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas pembangunan proyek PLTU Riau-1. Pertemuan dilakukan di kantor dan rumah Sofyan Basir;
2. Meminta pada Direktur Perencanaan PT. PLN sebagai jawaban dari permintaan Eni M. Saragih dan Johanes B. Kotjo agar proyek PLTU Riau-1 tetap dicantumkan dalam RUPTL PT. PLN 2017-2026;
3. Menandatangani PPA proyek pada 29 September 2017 sebelum semua prosedur dilalui dan hal tersebut dilakukan tanpa membahas dengan Direksi PLN lainnya. (PPA secara resmi tertanggal 6 Oktober 2017).
Selain itu, padahal saat PPA ditandatangani belum dimasukan proposal penawaran anak perusahaan, belum ada penandatanganan LoI, belum dilakukan persetujuan dan evaluasi dan negosiasi harga jual-beli listrik antara PLN dengan anak perusahaan atau afiliasi lainnya;
ADVERTISEMENT
Pertimbangan itu membuat KPK menerapkan Pasal suap yang dihubungkan dengan Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 56 ke-2 KUHP terhadap Sofyan.
Diketahui Pasal 56 ke-2 KUHP mengatur terkait pidana bagi pembantu kejahatan, atau mereka yang sengaja memberikan kesempatan, sarana untuk melakukan kejahatan.
Pemenuhan Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 56 ke-2 KUHP itu pun diketahui tidak mensyaratkan pihak yang membantu harus mendapatkan keuntungan langsung.
Berikut tiga poin keterlibatan Sofyan yang diabaikan majelis hakim Pengadilan Tipikor:
- Adanya dugaan pengetahuan Sofyan Basir tentang suap yang akan diterima oleh Eni Maulani Saragih dari Johanes Budisutrisno Kotjo. Hal ini pernah disampaikan Sofyan Basir saat menjadi saksi dalam perkara Eni Saragih, yang menyatakan bahwa Sofyan Basir diberitahu bahwa Eni mengawal perusahaan Kotjo dalam rangka menggalang dana untuk partai.
- Meskipun BAP tersebut dicabut atau keterangan diubah, namun Sofyan Basir menyatakan tidak mendapat tekanan atau paksaan dari pihak penyidik.
ADVERTISEMENT
- Majelis hakim juga tidak mempertimbangkan keterangan Eni Maulani Saragih yang mengaku memberitahu Sofyan Basir bahwa ia ditugaskan untuk mengawal perusahaan Kotjo guna mencari dana untuk parpol.
"Selain itu, kami juga mengidentifikasi, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan peran terdakwa dalam mempercepat proses proyek PLTU Riau-1 dengan cara yang melanggar sejumlah aturan," kata Febri.
Menurut Febri, poin-poin itu akan masuk dalam memori kasasi yang sedang disiapkan jaksa. Namun, KPK juga masih menunggu salinan putusan lengkap PN Tipikor Jakarta atas vonis Sofyan Basir itu.
"Sebagai catatan, meskipun KPK kecewa dan memiliki pendapat yang berbeda dengan putusan tersebut, namun sebagai institusi penegak hukum KPK harus tetap menghormati kekuasaan kehakiman yang independen dan imparsial," kata Febri.
ADVERTISEMENT