Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam pemeriksaan itu, penyidik KPK mendalami runutan proses sebelum Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk BDNI diterbitkan.
"Sampai hari ini kami mempertajam runtutan peristiwa dan proses yang terjadi sebelum SKL diterbitkan. Aspek pidana korupsi menjadi perhatian serius bagi KPK," ujar Febri saat dihubungi, Kamis (11/7).
Febri menyebut, penerbitan SKL itu diduga merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun. Jumlah tersebut diduga merupakan kewajiban yang belum dibayar Sjamsul.
"Diduga meskipun diketahui ada kewajiban obligor yang belum selesai, namun SKL tetap diberikan. Sehingga terdapat kerugian negara Rp 4, 58 triliun," ucap Febri.
Febri menegaskan, pemeriksaan sejumlah saksi dalam beberapa hari terakhir untuk kasus BLBI merupakan komitmen KPK untuk tetap menuntaskan penyidikan perkara ini. KPK, kata Febri, tak terpengaruh vonis lepas terhadap eks Kepala BPPN Syafruddin Temenggung yang merupakan terdakwa BLBI oleh MA.
ADVERTISEMENT
"Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan beberapa hari ini sebagai bentuk kongkrit sikap KPK yang tetap akan mengusut kasus BLBI ini," kata Febri.
Sementara itu, Kwik yang merampungkan pemeriksaannya sekitar pukul 11.40 WIB, menyatakan dirinya telah menerangkan sejumlah hal terkait Sjamsul kepada penyidik.
"Saya dipanggil dan surat panggilannya mengatakan urusannya-urusan Sjamsul Nursalim. Sehingga saya memberikan keterangan tentang masalah Pak Sjamsul Nursalim yang banyak sekali dan semuanya tertulis tetapi semuanya sudah saya serahkan," kata Kwik
Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga merugikan keuangan negara Rp 4,8 triliun. Kerugian itu lantaran piutang yang dijaminkan Sjamsul untuk membayar sisa BLBI berupa aset petambak kepada pemerintah, merupakan kredit macet.