KPK Sambut Putusan MK soal Usut Korupsi Militer, Akan Koordinasi dengan Panglima

29 November 2024 19:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK bakal berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, dengan adanya putusan MK, kewenangan KPK ditegaskan terkait mengusut perkara korupsi yang melibatkan militer.
ADVERTISEMENT
"KPK dengan adanya putusan MK akan melakukan koordinasi dengan Menhan juga Panglima TNI untuk menindaklanjuti secara lebih teknis pengaturan pelaksanaannya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya, Jumat (29/11).
Ghufron menyatakan pihaknya mengapresiasi putusan MK tersebut. Mengingat, KPK merupakan salah satu pihak terkait yang mendukung dan memberikan fakta adanya kendala dalam mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer.
"Selama ini walaupun telah ada pasal 42 UU KPK tersebut tetapi dalam pelaksanaan jika subjek hukum terdiri dari sipil dan TNI perkaranya di split, yang sipil ditangani oleh KPK yang TNI disidang dalam peradilan militer. Kondisi ini mengakibatkan potensi disparitas bisa terjadi. Juga peradilan tidak efektif dan efisien," jelas Ghufron.
"Putusan MK ini telah menguatkan dan menegaskan kewenangan KPK untuk melakukan proses hukum terhadap perkara koneksitas yang dari awal pengungkapannya dilakukan oleh KPK," sambungnya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat ditemui wartawan usai sidang putusan etik di Kantor Dewas KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Adapun dalam putusannya, MK menegaskan KPK berwenang untuk mengusut tuntas perkara korupsi yang melibatkan militer. Hal tersebut dapat dilakukan jika perkara terkait militer sejak awal atau pertama kali ditemukan oleh penyidik KPK.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tertuang dalam putusan MK nomor: 87/PUU-XXI/2023 yang dibacakan 29 November 2024. Pemohon dalam perkara ini adalah Gugum Ridho Putra.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," demikian dikutip dari amar putusan gugatan tersebut, Jumat (29/11).
Dalam salah satu petitum permohonannya, Gugum meminta MK agar menyatakan Pasal 42 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dia meminta penafsiran lain atas pasal tersebut.
Berikut bunyi Pasal 42 UU KPK berbunyi: "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum."
Gugum ingin pasal tersebut jadi berbunyi: "kewajiban bagi KPK RI untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan korupsi koneksitas sesuai Ketentuan Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Ketentuan Pasal 198, Pasal 199, Pasa 200, Pasal 201, Pasal 202, dan Pasa 203 Undang-Undang 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer."
ADVERTISEMENT
Namun demikian, MK punya putusan lain. MK mengubah bunyi pasal 42 tersebut, tetapi bunyinya menjadi:
"Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi."