KPK Sebut Dalil Praperadilan Eks Wamenkumham Keliru, Minta Hakim Tolak

23 Januari 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wamenkumham Eddy Hiariej berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wamenkumham Eddy Hiariej berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menyebut dalil gugatan praperadilan mantan Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej tidak benar alias keliru. Oleh karenanya, gugatan praperadilan harus ditolak.
ADVERTISEMENT
Salah satu keberatan Eddy yang dianggap keliru adalah terkait penetapan tersangka yang hanya diteken beberapa pimpinan KPK. Ini yang jadi bagian dari keberatan Eddy mengajukan gugatan praperadilan dan meminta status tersangkanya dinyatakan tidak sah.
Namun bagi KPK dalil itu dianggap keliru. Sebab, dalam menetapkan Eddy sebagai tersangka pimpinan KPK sudah menerapkan prinsip kolektif kolegial.
“Mereka [Eddy] mengajukan ya karena pada saat ini mereka mengacu kepada Sprindik ditandatangani pada saat Pak Firli [Firli Bahuri] sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya sehingga kepemimpinan KPK itu dipandang hanya empat orang, sehingga tidak memenuhi prinsip kolektif kolegial, tapi pemaknaannya tidak seperti itu,” kata Iskandar Marwanto, Kabag Litigasi dan Perlindungan Saksi Tim Biro Hukum KPK, kepada wartawan usai membacakan jawabannya gugatan Eddy di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/1).
ADVERTISEMENT
Iskandar menegaskan, pimpinan KPK itu, walaupun empat orang, tetap bersifat kolektif kolegial. Yang terpenting bahwa itu disetujui secara kuorum.
“Kuorum itu artinya lebih dari tiga orang, 3-4 orang, itu masih kolektif kolegial, tidak harus lima. Maknanya begitu kalau dari sisi Termohon [KPK], sehingga itu tidak harus dipaksakan lima, kalau dipaksakan lima itu sangat bersenjangan dengan upaya mengambil keputusan di KPK,” jelas Iskandar.
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock
Dia menganalogikan, apabila semua keputusan harus menunggu lima pimpinan atau pengganti Firli Bahuri, berarti kinerja KPK terhenti. Tidak bisa bergerak.
“Hal-hal yang sebelum diangkatnya pengganti Pak Firli dianggap tidak sah, nanti KPK berhenti dong, enggak bisa bergerak. Tentunya itu akan kami buktikan dengan ahli-ahli dan sebagainya,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, keberatan lain yang diajukan Eddy dipandang KPK sudah memasuki materi pokok perkara. Sehingga mereka meminta majelis hakim menolak gugatan Eddy.
“Menyatakan permohonan praperadilan merupakan materi pokok perkara,” kata Biro Hukum KPK dalam petitumnya.
KPK juga meminta hakim menyatakan penetapan tersangka Eddy adalah sah.
“Menyatakan tindakan termohon dalam melakukan pemblokiran rekening penggeledahan penyitaan dan larangan bepergian ke luar negeri dalam diri pemohon adalah sah. Menyatakan seluruh tindakan termohon dalam penyelidikan dan penyidikan dalam perkara a quo adalah sah,” ungkap KPK.
Eddy sebelumnya kembali mengajukan praperadilan setelah sebelumnya gugatannya sempat ditarik. Mantan Wamenkumham itu meminta status tersangkanya dinyatakan tidak sah.
Eddy dijerat bersama dua anak buahnya menerima suap yang nilainya hingga Rp 8 miliar. Uang tersebut diterima dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, yang kini sudah ditahan KPK. Penerimaan itu untuk pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM hingga janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim.
ADVERTISEMENT