Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
KPK Sengaja Tutupi Nama Pihak yang Kembalikan Uang dari Proyek e-KTP
21 Maret 2017 5:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT

Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut ada 14 pihak yang sudah mengembalikan uang yang diduga terkait dengan korupsi dalam proyek e-KTP. Namun lembaga antirasuah itu masih enggan mengungkapkan identitas 14 pihak tersebut.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan pihaknya sengaja merahasiakan nama-nama tersebut. Menurut dia, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk perlindungan.
"Yang mengembalikan memang sengaja tidak disebutkan namanya," kata Syarif yang ditemui usai menjadi pembicara dalam seminar "Menelusuri Peran dan Kinerja DPR Dalam Pemberantasan Korupsi" di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, seperti dilansir Antara, Senin (20/3).
Menurut Syarif, akan berbahaya bila para pengembali uang suap e-KTP disebutkan namanya. Sebab sebagai pihak yang mau bekerja sama, mereka biasanya yang lebih banyak memberikan penjelasan saat identitasnya dirahasiakan.
"Berbahaya kalau disebut namanya, keselamatannya siapa yang akan jaga," kata dia.
Meski demikian, Syarif mengatakan bahwa tidak disebutkannya nama-nama mereka itu bukan berarti juga menghilangkan tanggung jawab pidananya atas kasus yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 2,3 triliun itu.
ADVERTISEMENT
"Tapi kapan akan ditetapkan sebagai tersangka bisa dilihat pasti dia yang terakhir karena dia sudah membantu KPK memberikan informasi dan sudah punya niat baik untuk mengembalikan uangnya," kata Syarif.
Selain itu, mereka juga bisa dapat diberikan status sebagai Justice Collaborator atau pelaku yang bekerja sama apabila bersikap kooperatif hingga kasus ini benar-benar terkuak.
Status itu dapat diberikan KPK dan bisa menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan pidana yang lebih ringan. "Tetapi itu nantinya tergantung dari pihak hakim apakah mau mengabulkan atau tidak," kata dia.