Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2

ADVERTISEMENT
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Operasi senyap ini terkait adanya dugaan suap dalam pengadaan proyek di Dinas PUPR OKU.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus itu, ada 3 anggota DPRD OKU yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga meminta jatah fee proyek sebesar 20 persen ke Dinas PUPR OKU. Penyerahan fee itu dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menilai hal tersebut ironis. Sebab, KPK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 yang melarang pejabat untuk menerima gratifikasi Hari Raya.
"Hal ini menjadi ironis, di saat sehari sebelumnya KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya," ujar Budi dalam keterangannya.
Dalam surat edaran itu, lanjut Budi, telah ditekankan bahwa penyelenggara negara, ASN, pelaku usaha, asosiasi, dan masyarakat lainnya, untuk tidak menerima atau memberikan gratifikasi.
ADVERTISEMENT
"Karena dapat berimplikasi pada benturan kepentingan, pelanggaran terhadap peraturan dan kode etik, serta potensi terjadinya tindak pidana korupsi," tambah dia.
OKU Masuk Wilayah Rentan Korupsi
Di sisi lain, Budi menerangkan, skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Kabupaten OKU memang masih dalam kategori merah atau rentan. Kabupaten OKU hanya meraih skor 63,11 pada 2024 lalu.
SPI menggunakan skala 0-100. Semakin tinggi skornya, maka dinilai semakin baik.
Ada dua komponen internal dalam penilaian di Pemkab OKU yang mendapat skor rendah: pengelolaan SDM serta pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Budi mengungkapkan, KPK juga telah melakukan pendampingan perbaikan tata kelola pemerintahan ke Pemkab OKU melalui instrumen Monitoring Center for Prevention (MCP).
Dari catatannya, skor MCP OKU berada di angka 82. Dari 8 aspek yang menjadi fokus, dua terendah berada pada soal pengelolaan barang milik daerah (BMD) dan soal penganggaran.
ADVERTISEMENT
"Peristiwa tangkap tangan di OKU juga terkonfirmasi dari skor MCP ini. Jika kita melihat lebih detail, dalam focus area penganggaran, indikator terendahnya pada penetapan APBD, dengan skor 9, yang diukur dengan skala 1-100," ungkap Budi.
Temuan KPK saat melaksanakan OTT memang modus korupsi ini dilakukan sejak pembahasan awal RAPBD 2025.
Karenanya, KPK berharap OKU dapat menindaklanjuti kerawanan korupsi yang telah dipetakan tersebut. Tujuannya, agar korupsi tak lagi terulang di sana.
"KPK juga mengajak masyarakat sebagai pengguna layanan publik, untuk ikut memantau dan mengawasi jalannya pemerintahan dan kualitas pembangunan daerah," tutur Budi.
Kasus Suap Proyek Dinas PUPR OKU
Perkara ini terungkap saat KPK menggelar OTT di OKU pada Sabtu (15/3) kemarin. Dari hasil penyidikan telah ditetapkan 6 orang sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Keenam tersangka itu, yakni:
Perkara ini bermula pada saat DPRD OKU tengah membahas R-APBD Tahun Anggaran 2025 pada sekitar Januari 2025.
Agar R-APBD tersebut bisa disahkan, beberapa perwakilan DPRD menemui pihak Pemda OKU untuk meminta jatah pokok-pokok pikiran (Pokir).
Karena keterbatasan anggaran, jatah pokir tersebut diturunkan menjadi Rp 35 miliar. Meski begitu, untuk fee-nya tetap sebesar 20 persen atau sekitar Rp 7 miliar.
Karena kesepakatan fee tersebut, DPRD menaikkan APBD OKU 2025 dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, untuk Kadis PUPR dan para anggota DPRD OKU selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 12 huruf f atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara para pihak swasta selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.