KPK soal Praperadilan Hasto Tak Diterima: Bukan Kriminalisasi Apalagi Politisasi

13 Februari 2025 18:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutus gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan putusan tidak dapat diterima. Status Hasto sebagai tersangka KPK tetap lanjut.
ADVERTISEMENT
Menanggapi itu, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, menekankan bahwa penetapan tersangka tersebut telah benar-benar berdasarkan alat bukti alih-alih kriminalisasi.
"Bahwa KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka benar-benar didasarkan pada alat bukti hukum dan bukan kriminalisasi apalagi politisasi," ujar Fitroh kepada wartawan, Kamis (13/2).
Calon pimpinan KPK Fitroh Rohcahyanto menjawab pertanyaan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Ia menyebut bahwa penetapan tersangka Hasto telah sah berdasarkan hukum.
"Berdasarkan putusan hakim praperadilan tersebut, proses hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap HK [Hasto Kristiyanto] sah menurut hukum," kata Tanak.
Calon pimpinan KPK Johanis Tanak menjawab pertanyaan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Meski dalam pertimbangan hakim praperadilan, putusan tidak dapat diterima itu belum masuk ke pokok gugatan. Permohonan itu kandas dari sisi formilnya saja.
Menurut hakim seharusnya praperadilan ini diajukan dalam dua permohonan. Sebab pihak Hasto mempermasalahkan dua sprindik yang diterbitkan oleh KPK.
ADVERTISEMENT
"Hakim berpendapat bahwa permohonan praperadilan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima," kata Hakim Djuyamto, membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Mengabulkan eksepsi Termohon, menyatakan praperadilan Pemohon kabur atau tidak jelas. Menyatakan praperadilan Pemohon tidak dapat diterima," sambungnya.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam kasus ini, Hasto adalah tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) eks Caleg PDIP, Harun Masiku, dan perintangan penyidikan.
Dalam perkara tersebut, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Ia dijerat sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaannya.
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT