Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
KPK Ungkap 3 Kasus Suap Pengaturan Kasasi di MA, Ini Daftarnya
20 Desember 2022 10:58 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam kurun waktu yang berdekatan, lembaga anti-rasuah menjerat sejumlah ASN hingga panitera pengganti/hakim yustisial. Dua hakim agung pun tak terlepas dari jeratan tersebut.
Mereka diduga menerima suap untuk pengurusan perkara di tingkat kasasi di MA. Perkaranya berbeda-beda. Mulai dari perdata hingga pidana. KPK menjerat mereka dalam kurun waktu September hingga Desember 2022.
Siapa saja hakim yang dijerat dan bagaimana kasusnya?
Kasasi Pailit Koperasi Intidana
Berawal dari OTT KPK pada 21 September di Semarang dan Jakarta. KPK menduga terjadi transaksi suap pengurusan perkara di MA.
Berawal ketika adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari koperasi simpan pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang.
Gugatan diajukan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur koperasi dengan diwakili melalui kuasa hukumnya yakni Yosep Parera dan Eko Suparno. Gugatan itu berlanjut kepada tingkat kasasi di MA.
ADVERTISEMENT
Yosep dan Eko kemudian melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan Majelis Hakim.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat ialah Desy Yustria (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung) dengan imbalan pemberian sejumlah uang.
Desy diduga mengajak Elly Tri Pangestu (Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung) dan Muhajir Habibie (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung) sebagai penghubung penyerahan uang kepada hakim.
Dalam proses penyidikan, KPK menemukan ada keterlibatan Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Ia diduga menerima suap untuk mengatur vonis kasasi pailit Koperasi Intidana agak dikabulkan.
Berikut daftar tersangka dalam kasus ini:
Penerima suap
ADVERTISEMENT
Pemberi Suap
Total uang yang diserahkan tunai oleh Yosep Parera dan Eko Suparno ialah sekitar SGD 202 ribu atau setara Rp 2,2 miliar.
Di awal kasus ini, Sudrajad disebut menerima Rp 800 juta dari jumlah uang yang disediakan oleh Heryanto dan Ivan Dwi. Namun pada saat OTT, bukti yang didapatkan KPK ialah SGD 205 ribu dan Rp 50 juta.
Diduga, ada perkara yang melibatkan Desy Yustria dkk. Pengembangan kemudian dilakukan oleh KPK. Hasilnya, ada kasus lain yang terungkap.
Kasasi Pemalsuan Akta Pengurus Koperasi Intidana
Berdasarkan pengembangan dari kasus Sudrajad Dimyati, ditemukan ada kasus lain di MA. Melibatkan Hakim Agung lain dengan perkara yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Hakim Agung tersebut ialah Gazalba Saleh. Kasus yang menjeratnya serupa dengan Sudrajad: diduga menerima suap untuk mengatur vonis perkara kasasi.
Bila Sudrajad terkait perkara perdata, perkara terkait Gazalba ialah pidana. Namun, dalam kasus Gazalba ini, pemberi suapnya sama dengan Sudrajad. Yakni Heryanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana dan dua advokat yang sama, Yosep serta Eko.
Heryanto dkk diduga menyiapkan Rp 2,2 miliar untuk dua perkara. Pertama, untuk perkara perdata yang ditangani Sudrajad Dimyati dkk. Kedua, untuk perkara pidana yang ditangani Gazalba Saleh dkk.
Dalam kasus Gazalba, uang tersebut diduga diberikan sebagai fee pengaturan vonis kasasi kasus pidana pemalsuan akta pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman, selaku terdakwa.
Sebab, Budiman Gandi Suparman divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Semarang. Jaksa kemudian mengajukan kasasi atas vonis itu. Heryanto Tanaka diduga ingin Budiman dinyatakan bersalah pada tahap kasasi tersebut sehingga menyuap hakim melalui dua pengacaranya.
ADVERTISEMENT
Guna memuluskan aksinya, Yosep dan Eko berkomunikasi dengan Desy Yustria selaku PNS pada Kepaniteraan MA. Melalui jalur itulah, ada kesepakatan pemberian uang Rp 2,2 miliar.
Desy turut mengajak Nurmanto Akmal selaku PNS MA yang kemudian berkomunikasi dengan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh. Redhy juga disebut sebagai orang kepercayaan Gazalba.
Selama proses kasasi, Rendy dan Prasetio Nugroho selaku Hakim Yustisial dan Panitera Pengganti pada Kamar yang juga asisten Gazalba, aktif mengkomunikasikan keinginan Heryanto Tanaka.
Dalam putusan pada 5 April 2022, MA mengabulkan kasasi tersebut. Budiman dinyatakan bersalah dengan hukuman 5 tahun penjara. Merujuk situs MA, majelis kasasi itu ialah Sri Murwahyuni sebagai Ketua dan Gazalba Saleh serta Prim Haryadi sebagai anggota.
ADVERTISEMENT
"Pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah," ujar Johanis dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Sebelum pengkondisian kasasi itu pun, diduga ada pemberian uang pengurusan perkara melalui Desy kepada Nurmanto Akmal, Rendy, Prasetio, Gazalba. Desy juga turut mendapat bagian. Namun jumlahnya belum dibeberkan KPK.
Sebagai realisasi karena kasasi dikabulkan, dua pengacara itu menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Desy. Pembagian uang tersebut tengah didalami oleh KPK.
"Masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Penyidik," pungkas Johanis.
Sebab, Rp 2,2 miliar itu diduga uang total yang disediakan oleh Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma untuk menyuap dalam dua kasus tersebut. Yakni satu di lingkup pidana yang memperkarakan Budiman, satu lagi di lingkup perdata yang meminta koperasi Intidana pailit.
ADVERTISEMENT
Berikut daftar tersangka dalam kasus ini:
Namun setelah dua kasus tersebut berjalan, ternyata masih ada kasus lainnya di MA yang kembali diungkap oleh KPK.
Suap Kasasi Pailit Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar
KPK mengungkap adanya kasus baru di MA. Namun masih dengan konstruksi kasus yang serupa dengan sebelumnya: suap pengaturan vonis kasasi.
Bermula ketika KPK mengumumkan status tersangka hakim yustisial/panitera pengganti bernama Edy Wibowo. Kasus yang menjerat Edy Wibowo ini terkait vonis kasasi pailit Yayasan Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Kasus ini berawal adanya gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Negeri Makassar pada Februari 2022. Pemohonnya PT Mulya Husada Jaya, sementara Termohon ialah Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.
Isi gugatan tersebut ialah agar hakim menetapkan Yayasan RS Sandi Karsa Makassar dalam PKPU. Dalam vonis yang dibacakan pada Mei 2022, hakim mengabulkannya. Hakim menyatakan Yayasan RS Sandi Karsa Makassar pailit.
Pihak yayasan kemudian mengajukan kasasi ke MA. Salah satu isi permohonannya agar Yayasan RS Sandi Karsa Makassar tidak dinyatakan pailit.
Pada Agustus 2022, Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan diduga melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan Muhajir Habibie dan Albasri yang juga PNS MA. Keduanya diminta membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi agar dikabulkan.
ADVERTISEMENT
“Diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri.
Pemberian uang kemudian dilakukan. Termasuk kepada Edy Wibowo.
“Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp 3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaan,” papar Firli.
KPK menduga serah terima uang sudah dilakukan selama proses kasasi di MA. Diduga, pemberian uang itu untuk mempengaruhi isi putusan agar kasasi dikabulkan.
“Setelah uang diberikan, maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit,” papar Firli.
Merujuk situs MA, putusan kasasi itu diketok pada 14 September 2022. Perkara tercatat dengan nomor 1262 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
ADVERTISEMENT
Ketua Majelis kasasi itu yakni Takdir Rahmadi dengan hakim anggota Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati. Sementara Panitera Pengganti ialah Edy Wibowo. Belum ada pernyataan dari Yayasan RS Sandi Karsa Makassar maupun Wahyudi Hardi terkait kasus ini.
KPK menjerat 3 tersangka penerima suap dalam kasus ini, yakni:
KPK belum mengumumkan tersangka pemberi suap dalam kasus ini. Termasuk apakah ada pihak lain yang turut menerima suap.
MA belum berkomentar mengenai kasus tersebut. Namun, beberapa waktu lalu, Ketua MA Muhammad Syarifuddin sudah menyatakan bahwa lembaganya terus melakukan pembenahan.