KPK Ungkap Awal Mula Muncul TWK, Awalnya Hanya Berupa Pakta Integritas

10 Juni 2021 19:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
KPK mengungkap soal proses pembahasan regulasi dalam alih status pegawai menjadi ASN. Termasuk bagaimana munculnya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kini menjadi polemik. Pembahasan ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
Tes Wawasan Kebangsaan disebut merupakan penilaian terhadap kesetiaan kepada NKRI, Pancasila serta pemerintahan yang sah. Namun ternyata, awalnya hanya diusulkan cukup dengan penandatanganan Pakta Integritas saja.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan ada tiga syarat bagi pegawai untuk alih status menjadi ASN. Yakni penilaian tentang kompetensi; integritas; dan kesetiaan kepada NKRI, Pancasila serta pemerintahan yang sah.
Untuk kompetensi dan integritas, Ghufron mengatakan KPK sudah punya penilaian itu. Sementara, untuk syarat ketiga lah yang belum dimiliki oleh KPK. Dari situ, pihak KPK menawarkan adanya penandatanganan pakta integritas sebagai pelengkap syarat ketiga.
"Yang tidak ada adalah bagaimana mengukur tentang kesetiaan terhadap NKRI maka pada saat itu kemudian semula yang disodorkan oleh KPK adalah dengan pakta integritas," kata Ghufron di kantor Ombudsman, Kamis (10/6).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. Foto: Resnu Andika/kumparan
Namun demikian, kata dia, terdapat dinamika dalam pembahasan tersebut. Ada yang mempertanyakan apakah pakta integritas tersebut sudah cukup untuk menunjukkan kesetiaan kepada NKRI, Pancasila, dan pemerintahan yang sah.
ADVERTISEMENT
"Maka muncul lah kemudian pada saat di rapat di kalau enggak salah di Kemenkum HAM atau di KemenPAN RB itu muncul lah ide tentang asesmen terhadap wawasan kebangsaan. Itu muncul di diskusi pertama," kata dia. Namun, ia tidak menyebut siapa yang memunculkan ide tersebut.
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
Kemudian, kata dia, harmonisasi secara formil dilakukan di Kemenkumham pada 26 Januari 2021. Yang ikut dalam forum itu adalah KPK, Kemenkumham, KemenPAN RB, LAN, KASN dan BKN.
"Di situ lebih kemudian tertulis bahwa ada usulan untuk kemudian mengukur atau mengases wawasan kebangsaan sebagai pemenuhan syarat pasal 5 maka kemudian muncul lah tes wawasan kebangsaan sebagai tool untuk pemenuhan syarat wawasan kebangsaan," ucapnya.
Atas dasar itu, Ghufron membantah apabila disebut kemunculan TWK dalam Perkom 1 Tahun 2021 merupakan muncul tiba-tiba dan merupakan hasil penyelundupan.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak tidak benar kemudian prosesnya kemudian tiba-tiba muncul di tengah jalan. Tapi tentu semuanya berkembang yang dinamis tidak kemudian semua yang terjadi atau pun menjadi final drafnya di akhir itu kemudian merupakan hasil dari diskusi yang berkembang dari dari awal," ucapnya.
"Itu yang artinya tidak benar kemudian ada pasal selundupan atau kemudian ada pasal yang tidak pernah dibahas di awal. Semuanya melalui proses pembahasan dan itu semua terbuka," pungkasnya.
Penyerahan Hasil Asesmen Tes TWK Pegawai KPK di Kantor Kementerian PANRB, Selasa (27/4). Foto: Dok. KemenPAN RB
Diketahui, terdapat 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Sebanyak 51 di antaranya akan dipecat 1 November 2021, sementara 24 lainnya akan dibina untuk kemudian ditentukan layak menjadi ASN atau tidak.
Sejumlah pegawai KPK yang tidak lulus TWK mengadukan mengenai tes itu kepada Dewas KPK, Ombudsman, hingga Komnas HAM. Sebab, TWK dinilai bermasalah, baik secara dasar hukum maupun terkait materi pertanyaan di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Terkait dasar hukum, pegawai KPK menduga bahwa pasal mengenai TWK diselundupkan. Ialah Ketua KPK Komjen Firli Bahuri yang diduga melakukan hal tersebut.
Hal ini menjadi salah satu poin dalam laporan 75 pegawai ke Dewas KPK. Kronologi penyusunan peraturan alih status pegawai KPK hingga muncul soal TWK pun disertakan.
Berdasarkan dokumen pengaduan 75 pegawai KPK ke Dewas KPK yang diterima kumparan, dijelaskan sedikit mengenai kronologi pembahasan hingga munculnya ketentuan soal TWK. Berikut ringkasannya:
1. Bahwa pada tanggal 27 dan 28 Agustus 2020 di Hotel Luwansa, dilakukan rapat pertama pembahasan dan penyusunan draft alih status, yang dihadiri oleh perwakilan Biro SDM, Biro Hukum, Pengawas Internal dan Fungsional Dewan Pengawas, dengan mengundang beberapa narasumber di antaranya:
ADVERTISEMENT
2. Bahwa pada bulan September sampai dengan awal Nopember 2020, telah dilakukan beberapa kali rapat penyusunan Perkom Alih Status dan juga Rapat Pimpinan membahas Perkom Alih Status.
3. Bahwa pada tanggal 16-18 November 2020, dilakukan pembahasan draf alih status dengan tim penyusun Perkom Alih Status di Hotel Westin, Jakarta Selatan. Dalam pembahasan tersebut turut mengundang beberapa narasumber, di antaranya:
Pada rapat tersebut tidak ada pembahasan terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), pembahasan lebih banyak bagaimana mekanisme alih status agar lebih mudah, tidak menyulitkan pegawai KPK karena amanat UU dan PP adalah alih status menjadi ASN. Salah satu yang diusulkan pada rapat tersebut adalah bagaimana mekanisme penentuan pangkat/golongan dengan berdasarkan jabatan saat ini di KPK, tidak melihat masa kerja.
ADVERTISEMENT
4. Bahwa pada tanggal 18 Desember 2020 dan 5 Januari 2021, dilaksanakan Rapat Pimpinan yang membahas Perkom Alih Status pegawai KPK menjadi ASN, dan tidak ada pembahasan terkait adanya TWK untuk pegawai KPK.
5. Bahwa pada tanggal 25 Januari 2021, dilaksanakan Rapat Pimpinan pembahasan Perkom Alih Status, dan terdapat penambahan pasal dari Sdr. FIRLI BAHURI (Ketua KPK) terkait pelaksanaan TWK ke dalam draft Perkom Alih Status sebelum dibawa ke Kemenkumham untuk rapat harmonisasi.
6. Bahwa pada tanggal 26 Januari 2021, dilaksanakan rapat pembahasan Perkom Alih Status di Kemenkumham. Rapat tersebut dihadiri langsung oleh Sdr. FIRLI BAHURI dengan membawa draf Perkom Alih Status yang sudah ada tambahan pasal mengenai TWK, tanpa dihadiri oleh Kepala Biro SDM, Kepala Biro Hukum dan Sekjen KPK selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, bahwa Sekretaris Jenderal yang memiliki kewenangan penuh terkait dengan Manajemen Kepegawaian.
ADVERTISEMENT
Bahwa pada tanggal 27 Januari 2021, Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara resmi diundangkan.
8. Bahwa pada tanggal 17 Februari 2021, dilaksanakan sosialisasi pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN, yang disampaikan oleh Kepala Biro SDM, Kepala Biro Hukum dan Sdr. FIRLI BAHURI. Dalam sosialisasi tersebut, berulang kali ditanyakan oleh para pegawai: “apa konsekuensinya jika pegawai tidak lulus asesmen wawasan kebangsaan?” dan berulang kali pula dijawab oleh Sdr. FIRLI BAHURI “tidak perlu khawatir mengenai asesmen wawasan kebangsaan”, “semua pegawai KPK pasti bisa mengerjakan asesmen wawasan kebangsaan Tidak pernah sekalipun disampaikan adanya konsekuensi tidak memenuhi syarat, bahkan lebih jauh tidak ada penjelasan bahwa mereka yang tidak memenuhi syarat diharuskan menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan.
ADVERTISEMENT
Tetapi faktanya, Pimpinan mengeluarkan Keputusan Pimpinan Nomor 652 Tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021 (SK 652) tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat dalam Rangka Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara bahkan atas dasar hasil assessment tersebut Pimpinan memerintahkan agar pegawai menyerahkan tugas dan tanggungjawab ke atasan.
Terkait dugaan ini, Firli Bahuri belum berkomentar. Sebelumnya, pada saat pengumuman hasil TWK, ia menyatakan bahwa semua keputusan diambil berdasarkan kolektif kolegial, bukan keputusan individu satu orang pimpinan.