Kritik DPR di Kasus Lulusan Akpol Paksa Pacar Aborsi: Ini Pidana, kok Damai?

6 Februari 2025 13:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI dengan Polda Aceh terkait kasus dugaan Ipda Yohananda Fajri paksa pacar aborsi di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2/2025).  Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI dengan Polda Aceh terkait kasus dugaan Ipda Yohananda Fajri paksa pacar aborsi di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR RI mengkritik Polda Aceh karena langkah mitigasi yang dilakukan dalam kasus dugaan anggota Polres Bireun, Ipda Yohananda Fajri memaksa pacarnya aborsi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kabid Propam Polda Aceh Kombes Edwwi Kurniyanto menjelaskan, antara kedua pihak sudah dipertemukan di Bali pada Kamis (30/1) lalu. Ipda Fajri dan mantan kekasihnya, VF, sepakat berdamai.
Langkah ini menurut anggota Komisi III sebagai langkah yang tak masuk akal. Menurut mereka, masalah aborsi bukan soal pribadi, namun pelanggaran pidana.
“Bagi saya Pak, ini tindak pidana. Ada banyak pasal yang mengatur aborsi pak,” ujar anggota Komisi III dari NasDem, Rudianto Lallo saat rapat bersama Polda Aceh di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2).
Ipda Yohananda Fajri, anggota Polres Bireuen, Aceh, yang diduga memaksa pacar aborsi. Foto: Dok. TVR Parlemen
“Makanya saya tergelitik, seakan-akan ini bukan kasus Pak,” ucapnya kepada Kabid Propam Polda Aceh.
Rudi menilai, langkah mitigasi Bidang Propam Polda Aceh seakan-akan melindungi Ipda Fajri dari hukuman pidana.
ADVERTISEMENT
“Sedih saya Pak, kalau kemudian ada oknum yang harusnya ditindak sebagai pelayan, pelindung masyarakat lalu kemudian dia melakukan melanggar hukum lalu kemudian dia terkesan dilindungi, ya ini jadi pertanyaan publik,” ujarnya.
“Nanti kalau warga biasa yang melakukan aborsi, menyuruh aborsi pacarnya atau istrinya atau apa, karena dia bukan anggota Polri dia langsung seketika masuk penjara misalkan. Lalu ketika anggota Polri yang melakukan, didesain untuk kemudian terkesan dilindungi,” pungkasnya.
Ilustrasi polisi. Foto: Shutterstock
Senada dengan Rudianto, anggota Komisi III dari Golkar, Mangihut Sinaga, juga meminta kasus ini lebih diusut lagi. Kalau memang terbukti ada aborsi, Polda Aceh harus menyeret Ipda Fajri serta mantan pacarnya Vanessa Fadillah Arif ke ranah hukum pidana.
“Penjelasan dari Kabid Propam dan pemeriksaannya kami anggap masih sangat sumir. Lalu disimpulkan kok mau langsung dilakukan mitigasi, perdamaian,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Pemeriksaan ini belum terungkap secara menyeluruh, apa benar si VF ini hamil? Apakah sudah diperiksa juga dokternya yang menyatakan hamil? Dan kapan dilakukan aborsinya? Di mana tempatnya?,” sambungnya.
“Ini tidak boleh dimitigasi, ini ngeri lho,” tambahnya.
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI dengan Polda Aceh terkait kasus dugaan Ipda Yohananda Fajri paksa pacar aborsi di gedung Parlemen, Jakarta pada Kamis (6/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Lebih lanjut, anggota Komisi III dari PKB, Hasbiallah Ilyas turut menilai bahwa langkah mitigasi ini terkesan melindungi Ipda Fajri dari jeratan pidana.
“Saya lihat agak ironis ya. Di sini seakan-akan Polda Aceh ini menganggap ini urusan pribadi, padahal ini menyangkut institusi Polri,” ucapnya.
“Kami melihat mediasi yang dilakukan di Bali itu upaya, upaya polisi ini untuk menutupi kejadian sebenarnya,” sambungnya.
Ia juga menyorot soal perlindungan yang dilakukan Polri terhadap anggotanya. Menurutnya, kalau kasus aborsi ini dilakukan masyarakat, pasti langsung ditangkap.
ADVERTISEMENT
“Sebagai contoh masyarakat aja, masyarakat aja melakukan aborsi langsung ditangkap, nah ini nggak. Ini seakan-akan ditutup-tutupi. Ini terkesannya seperti itu,” ucapnya.
“Saya berharap keadilan ini jangan hanya untuk masyarakat, hukum ini untuk masyarakat tajam tapi untuk kepolisian ini tumpul pak,” pungkasnya.
Terakhir, anggota Komisi III dari Demokrat, Hinca Panjaitan, menilai langkah Bidang Propam Polda Aceh untuk memediasi keduanya adalah kesalahan besar.
“Saya kira Pak Kapolda terutama Propam, presentasi ini memggambarkan kesalahan besar Propam, mana mungkin yang kasus pidana begini dimitigasi, pergi ke Bali pula,” ucapnya.
“Dan itu telanjang di mata publik. Menurut saya ini kesalahan fatal. Ini bukan mitigasi ini, upaya untuk menutupi kalau menurut saya,” sambungnya.
Ia menambahkan, kalau memang soal aborsi sudah terbukti benar, maka itu sudah masuk ke dalam kejahatan dan tidak bisa dimitigasi.
ADVERTISEMENT
“Nah sekarang, apakah begitu cara tindakannya? Menurut saya, menurut kami, perasaan publik, tidak lah, ini masalah sangat serius, prinsip dasar calon-calon jenderal kita yang dilahirkan dari Akpol yang kita banggakan,” tuturnya.
Adapun kasus ini awalnya ramai usai VF membagikan kisahnya di media sosial. Menurutnya, lulusan Akpol 2023 itu memaksanya melakukan aborsi sampai terancam tak bisa punya keturunan lagi imbas infeksi rahim dan kista.
Usai Polda Aceh melakukan gerak cepat dan mencopot Ipda Fajri dari jabatannya, kedua belah pihak dipertemukan di Bali, tempat Vanessa tinggal.
“Dengan hasil sepakat berdamai dan tidak memperpanjang permasalahan kedua belah pihak yang selama ini dipermasalahkan,” ujar Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Edwwi Kurniyanto saat RDPU bersama Komisi III DPR RI, di gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2).
ADVERTISEMENT
“Dari langkah-langkah yang kami lakukan sampai mitigasi, dari pihak saudari VF sampai saat ini dan sekarang tidak mempermasalahkan lagi dan ini dianggap adalah masalah pribadi dan tidak akan memperpanjang,” sambung Eddwi.