Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
Tidak pernah terbesit sedikit pun di benak warga Labuan Bajo , Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, bahwa tanah kelahiran mereka akan dijadikan saksi perhelatan acara internasional seperti KTT ASEAN .
ADVERTISEMENT
Kegiatan yang dihadiri hampir seluruh perwakilan negara Asia Tenggara itu adalah suatu momen bersejarah, lantaran menjadi acara terbesar yang pernah diselenggarakan di kawasan ini.
Di kota pelabuhan yang terletak di pesisir pantai Flores dengan hamparan lautan luas, bukit hijau dan rumah bagi hewan purba komodo tersebut pertemuan puncak KTT ASEAN ke-42 digelar selama dua hari.
Beberapa bulan sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan lokasi pelaksanaan KTT ASEAN, penduduk Labuan Bajo yang didominasi orang Manggarai bertanya-tanya — apa itu ASEAN? Apa maksudnya? Apa yang akan terjadi? Mereka saat itu tidak tahu, hidup mereka akan berubah.
Seperti Mimpi
Kondisi serupa dirasakan oleh salah seorang warga asal Kabupaten Manggarai Barat bernama Jimi. kumparan menemuinya ketika meliput kegiatan KTT ASEAN.
ADVERTISEMENT
Di saat para pemimpin ASEAN bertemu di Hotel Meruorah — bangunan paling megah di kota ini, dan membahas soal krisis dunia seperti di Myanmar, Laut China Selatan (LCS), Jimi mengaku dia seperti berada dalam mimpi.
“Sebagai orang asli Manggarai Barat, KTT ASEAN yang diselenggarakan di Labuan Bajo ini seperti mimpi bagi kami. Tetapi ini adalah kenyataan,” ujarnya, duduk dan tersenyum di bawah matahari pesisir Marina Waterfront yang menjadi tempat nongkrong bagi warga Kampung Air.
Jimi menuturkan, perhelatan acara besar tersebut telah membawa dampak positif yang tidak pernah dia alami sebelumnya.
Bapak beranak dua itu mengatakan, selama ini merasa kekurangan untuk mencukupi kebutuhan hidup — dia adalah seorang peternak ayam, yang ‘nyambi’ sebagai ojek bagi para pelancong yang tidak kuat berjalan di bawah teriknya matahari Labuan Bajo.
ADVERTISEMENT
Meski sudah memiliki dua pekerjaan sekaligus, tetapi pria berusia 33 tahun ini terkadang tidak mampu secara stabil menghidupi keluarga kecilnya. “Kami di sini aktivitas sehari-hari dan juga pendapatannya terkadang tidak pas untuk biaya hidup,” kata Jimi.
Jimi menjelaskan, dari pendapatan dia beternak dan mengambil pesanan ojek, dalam sehari Jimi dan rekan-rekan seprofesinya hanya bisa mengumpulkan uang Rp 50-80 ribu saja.
“Tetapi pas di kegiatan KTT ASEAN ini kami bisa mendapat 200-300 ribu per hari. Ini hal yang sangat luar biasa, dan tidak pernah kami mimpikan,” pungkasnya.
Selain dari sisi pendapatan yang meningkat drastis, warga Manggarai Barat juga sangat senang bisa melihat kota pesisir ini dapat berkembang di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
ADVERTISEMENT
Pada kepemimpinannya sejak 2014 ini, Jokowi beserta jajarannya telah menggencarkan bagian timur Indonesia sebagai destinasi wisata baru untuk para pelancong.
Ambisi Jokowi ini pun terwujud dan disaksikan terkhususnya warga Flores, yang hanya dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun sudah memiliki berbagai objek wisata baru dan infrastruktur memadai.
Rasa bangga kemudian ditambah oleh penyelenggaraan acara KTT ASEAN yang dianggap mampu semakin memperkenalkan Labuan Bajo tak hanya di ranah nasional saja, tetapi juga di mata dunia.
Terima Kasih Jokowi
Salah seorang warga Manggarai asal Ruteng yang sudah menetap di Labuan Bajo selama delapan tahun, Ricky, mengaku tidak membayangkan kota tempat dia mengadu nasib ini akan dipercantik sedemikian rupa.
“Kita orang asli Manggarai sini kita sangat beruntung sekali dengan adanya acara ini sehingga NTT itu bisa terkenal di mana-mana, khususnya untuk Komodo,” tutur Ricky, yang ditemui kumparan ketika kegiatan KTT ke-42 ASEAN sudah rampung.
ADVERTISEMENT
Pria berusia 28 tahun itu mengatakan, sekitar 2010 hingga 2011 jalanan di Labuan Bajo rusak dan infrastruktur di kawasan ini tidak memadai. Tidak banyak pula pemandangan atau objek wisata yang bisa dikunjungi oleh para pelancong.
“Sekitar tahun 2010-2011 itu di mana-mana jalan rusak, enggak ada pemandangan yang bisa kita kunjungi, enggak banyak atraksi wisatawan. Itu sebelum — mungkin sebelum jabatannya Bapak Presiden Joko Widodo sehingga Labuan Bajo itu terkenal di mana-mana sampai sekarang sudah menjadi sekelas lah dengan Bali,” jelas dia.
Ricky juga menuturkan, ada perubahan drastis dari segi wisata yang terjadi antara sebelum dan sesudah Jokowi menggencarkan program di timur Indonesia.
“Dibanding sebelumnya, orang dari Rute datang ke Labuan Bajo paling hanya lihat Batu Cermin, lihat Pantai Pede, itu sebelumnya. Dan sekarang banyak pemandangan yang perlu dilihat — Komodo, Rinca, Padar, Rangko, perubahannya sangat banyak,” kata Ricky.
ADVERTISEMENT
Dia kemudian bercerita soal pengalamannya berada sangat dekat dengan Jokowi. Kala itu, kata Ricky, Jokowi sedang meresmikan Pulau Rinca di tahun 2022. Ricky lalu memiliki kesempatan untuk menyiapkan teh kepada Jokowi, usai menerima izin dari ajudannya.
“Sebelumnya sudah sering ketemu, juga pernah menyiapkan kopi untuk Bapak (Jokowi) pas di Rinca. Kalau enggak salah 2022, tapi saya lupa bulan dan tanggalnya. Itu pas peresmian Pulau Rinca,” ungkap Ricky.
Dia waktu itu sudah bekerja di perhotelan dan merupakan momen yang luar biasa untuk bisa menemui orang nomor satu di Indonesia itu. Dia mengaku gugup, gemetar, dan keringat dingin ketika momen tersebut berlangsung.
“Awalnya saya tanya, apakah yang menyiapkannya itu dari pasukan bapak sendiri? Ajudannya bilangnya enggak ada. Akhirnya saya siapkan, sambil tangan gemetar, takut, keringat dingin. Pernah foto berdua juga sudah pernah pas di Rinca, dikasih sama Paspampres,” jelas dia, seraya tersenyum sumringah.
ADVERTISEMENT
Kebanggaan bagi Warga Flores
Ricky juga mengaku bangga, bisa terlibat dalam penyelenggaraan KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo. Saat ini, Ricky berprofesi sebagai staf restoran di Hotel Bintang Flores dan mendengar kabar soal pelaksanaan acara internasional itu hanya satu bulan sebelumnya.
“Yang pertama pastinya ketemu Bapak Jokowi. Dan yang kedua bisa mengenal lagi semua — oh jadi acara ini tujuannya, acara itu tujuannya,” kata Ricky.
Ketika ditanya apakah ada dampak negatif KTT ASEAN yang dialami oleh Ricky dan Jimi, kedua pria ini mengaku lebih banyak merasakan hal-hal baik. Mereka hanya mengeluhkan modifikasi jalanan oleh pasukan keamanan ketika para kepala negara datang.
“Kalau untuk dampak negatifnya dari pribadi saya, sama sekali enggak ada. Kalau dari orang-orang sekitar sini kalau menurut saya, pasti semua orang bangga. Kalau mungkin negatif dari acara ini akses orang untuk bekerja itu jalanannya jadi terhambat karena dimodifikasi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Pembicaraan kumparan dengan Ricky dan Jimi berlangsung dengan baik, hangat, dan mereka tampak antusias. Di akhir, mereka mengaku tidak sering mengobrol dengan para pengunjung asing yang datang ke Labuan Bajo – tetapi mereka senang dan bangga, bisa terlibat dalam sejarah baru ini.
Mereka berpesan, agar pemerintah Indonesia bisa terus mengembangkan kesejahteraan warga di Flores dan merawat rumah tempat mereka tumbuh sejak kecil ini — tanpa melupakan konservasi alamnya.
Tidak harus seperti Bali, kata mereka, tetapi harapannya bisa lebih baik dari itu.
“Yang saya inginkan untuk Labuan Bajo adalah mudah-mudahan Labuan Bajo bisa lebih dari Bali, atau lebih dari kota-kota maju se-Indonesia,” tutup Ricky.