Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
KY Pantau 5 Laporan Etik Hakim yang jadi Perhatian Publik, Apa Saja?
4 Juli 2024 15:56 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Sejumlah kasus tengah menjadi sorotan publik. Komisi Yudisial (KY) juga memantau penanganan dugaan pelanggaran etik hakim terkait kasus-kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada lima kasus yang dipantau KY. Juru bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, mengungkapkan kasus yang dipantau mulai dari dugaan pelanggaran kode etik pimpinan Mahkamah Agung (MA) karena ditraktir oleh pengacara hingga sidang praperadilan Pegi Setiawan.
Berikut lima kasus tersebut:
Mukti menyebut, kasus ini telah dilaporkan ke KY dan diterima pada Jumat, 19 April 2024.
Adapun dalam kasus ini diduga pimpinan MA melakukan pelanggaran kode etik karena makan malam di sebuah restoran di Jawa Timur dan ditraktir oleh pengacara.
"Pada sampai saat ini, Komisi Yudisial terus mencoba mencari informasi serta menunggu kelengkapan berkas laporan dari Pelapor. Agar apa yang menjadi dugaan tadi cukup kuat untuk diproses lebih lanjut," ujar Mukti dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (4/7).
ADVERTISEMENT
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Padang, Basman, dilaporkan ke Komisi Yudisial karena diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Insiden ini bermula dari laporan ke Komisi Yudisial, yang kemudian membuat Basman tidak terima dan mengancam dua aktivis perempuan LBH Padang, Decthree Ranti Putri dan Anisa Hamdah. Meskipun insiden pengancaman ini terjadi, Basman masih bertugas seperti biasa.
Akibat tindakannya, Basman kembali dilaporkan ke Komisi Yudisial dan juga diadukan ke Polda Sumbar.
Mukti pun menyebut bahwa kasus ini telah dilaporkan oleh Pelapor pada 8 Maret 2024.
"Dan pada laporan tersebut, Komisi Yudisial telah melakukan penanganan berupa verifikasi laporan dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait," kata Mukti.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara ini, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Partai Garuda terkait dengan batas usia kepala daerah. Kini, tak harus berusia 30 tahun untuk bisa mendaftar Pilkada.
Dalam putusan MA, mereka yang baru berusia 30 tahun pada saat pelantikan dilakukan, bisa mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Terkait laporan terhadap putusan itu, Mukti menegaskan bahwa KY hanya berfokus pada aspek dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
"Banyak spekulasi, banyak opini yang kemudian ditanyakan kepada Komisi Yudisial khususnya yang berkaitan apakah ini ada hubungannya dengan Pilkada dan sebagainya, karena ini menjelang Pilkada, artinya ada aspek politis," ucap Mukti.
ADVERTISEMENT
"Tetapi sekali lagi saya nyatakan atas nama Komisi Yudisial, bahwa Komisi Yudisial hanya akan fokus pada aspek dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Itu yang menjadi batas kewenangan kita dalam memeriksa hakim," sambungnya.
Mukti pun menuturkan bahwa opini dan spekulasi masyarakat akan terjawab jika nantinya ada kaitan dengan pelanggaran KEPPH.
"Untuk kasus ini, tim pengawasan hakim melakukan penanganan dengan meminta keterangan beberapa pihak, untuk melihat ada pelanggaran etik di balik pertimbangan putusan tersebut atau tidak," tandas dia.
Dalam kasus ini, Mukti mengungkapkan bahwa KY telah mengerahkan tim untuk memantau jalannya persidangan praperadilan Pegi Setiawan, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eki.
"KY memandang perlu turun karena ini menarik perhatian publik dan pada sidang perdana yang diagendakan 24 Juni yang kemudian ditunda dan diagendakan kembali pada Senin 1 Juli 2024," ucap Mukti.
ADVERTISEMENT
"Dalam persidangan tersebut, Komisi Yudisial telah melakukan pemantauan perkara dari tanggal tersebut dan terus melakukan pemantauan sebagai upaya pencegahan agar hakim dapat menjaga kemandiriannya dalam mengadili dan memutuskan perkara ini," lanjut dia.
Adapun agenda persidangan Pegi berlangsung selama tujuh hari. Pada sidang perdana 1 Juli 2024 dimulai dengan pembacaan permohonan Pemohon. Kemudian, pada 2 Juli 2024, agendanya adalah penyampaian jawaban oleh pihak termohon Polda Jawa Barat.
Lalu, pada 3 Juli 2024, sidang beragendakan pembuktian dari Pemohon dengan menghadirkan saksi dan ahli. Ahli yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Pegi adalah Suhandi Cahaya. Selanjutnya, pada hari ini, 4 Juli 2024, agenda sidang adalah saksi dari Termohon. Adapun ahli yang dihadirkan Polda Jabar adalah ahli pidana dari Universitas Pancasila, Agus Surono.
ADVERTISEMENT
Tiga orang Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani perkara dugaan gratifikasi dan pencucian Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, diadukan oleh KPK ke KY.
Hal itu disampaikan oleh Ketua KPK Nawawi Pomolango saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (25/6) lalu. Ia menyebut, adanya kejanggalan yang terjadi di balik putusan sela yang membebaskan Gazalba Saleh.
Dalam putusan sela yang diketok oleh Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mengabulkan eksepsi Gazalba. Sekaligus membebaskan Hakim Agung tersebut dari tahanan.
Fahzal dan hakim anggota Rianto Adam Pontoh serta Sukartono menilai dakwaan yang diajukan KPK tidak sah karena Direktur Penuntutan KPK tak mendapat delegasi kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
Belakangan, putusan sela tersebut dibatalkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Hakim Tinggi meminta agar proses persidangan Gazalba Saleh dilanjutkan.
Terkait itu, Mukti mengatakan bahwa KY telah menerima laporan dari KPK tersebut dan telah diregister dengan nomor 0073/L/KY/VI/2024 tanggal 27 Juni 2024.
"Komisi Yudisial memproses laporan tersebut sesuai prosedur yang berlaku dan saat ini Komisi Yudisial sedang menindaklanjuti laporan tersebut dengan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait," pungkas Mukti.