Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Lahan TPST Bantargebang Menipis, Bagaimana Nasib Pengolahan Sampah di DKI?
23 Desember 2022 16:34 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Sampah jadi masalah yang mendapat perhatian khusus dari Presiden Jokowi. Bahkan, dia menyindir Pemprov DKI yang tak kunjung punya pengolah sampah sejak dirinya jadi gubernur.
ADVERTISEMENT
Sampah di Jakarta selama ini memang dibuang ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang , Bekasi, Jawa Barat. Itu pun kapasitasnya terus menipis.
Lalu, bagaimana nasib sampah-sampah di Jakarta bila TPST Bantargebang penuh?
Pemprov DKI Jakarta saat ini punya 2 cara berbasis teknologi untuk mengatasi masalah sampah. Lokasinya masih di TPST Bantargebang, pertama landfill mining dan pengoperasian Refused Derived Fuel (RDF).
RDF Bantargebang
Proyek pengelolaan sampah Refused Derived Fuel (RDF) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang , Bekasi, Jawa Barat, sebentar lagi rampung. Saat ini progresnya sudah mencapai 97,8 persen.
Mesin pengolah sampah raksasa terbesar di Indonesia ini rencananya akan beroperasi Januari 2023.
Per harinya, mesin yang dibangun dengan anggaran Rp 1,07 triliun ini bisa mencacah hingga 1.000 ton sampah dan mengubahnya menjadi bahan bakar ramah lingkungan pengganti batu bara.
ADVERTISEMENT
Meski kapasitas pengelolaannya cukup besar, nyatanya hal ini belum mampu mengatasi gunungan sampah masyarakat Jakarta yang terus bertambah. Belum lagi, lahan di TPST Bantargebang kian hari semakin terbatas ruangnya.
Setiap hari, penduduk Jakarta menghasilkan sekitar 7.509 ton sampah yang diangkut menggunakan 1.200 truk ke Bantargebang. Artinya, masih ada 6.509 ton sampah yang masih menjadi PR Pemprov DKI Jakarta.
Sampai Oktober 2022, sudah ada 2 perusahaan semen lokal yang menandatangi perjanjian kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk membeli hasil olahan RDF, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia.
Per tonnya RDF dibanderol seharga Rp 300 ribu. Jika satu hari bisa mengolah seribu ton, maka DKI bisa meraup untung hingga Rp 300 juta. Hanya saja harga RDF ini belum ditetapkan dalam sebuah ragulasi resmi.
ADVERTISEMENT
Landfill Mining, Metode Pengolahan Sampah Menjadi Kompos
Lalu, ada metode pengolahan sampah lain di TPST Bantargebang yang juga sedang dikembangkan, yaitu Landfill Mining. Metode ini mampu mengurai sampah-sampah lama yang sudah terdekomposisi untuk diolah menjadi tanah dan kompos.
Jika kinerja dua proyek digabungkan, maka bisa mengolah hingga 2 ribu ton sampah perharinya.
“Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) akan mengoperasikan fasilitas Landfill Mining dan RDF Plant sesuai dengan kapasitas rencana, yaitu 2.000 ton sampah dalam 2 shift kerja per hari,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Asep Kuswanto kepada kumparan, Jumat (23/12).
Tetap saja, kedua proyek pengelolaan sampah di TPST Bantargebang ini belum bisa menjadi jalan keluar permasalahan sampah Jakarta. Sampah yang dihasilkan masih lebih banyak dari yang bisa diolah, sedangkan Jakarta sudah tidak punya alternatif tempat pembuangan sampah lain.
ADVERTISEMENT
ITF, Solusi Lain Pengolahan Sampah Jakarta
Ada program lain yang sedang dibangun oleh Pemprov, yaitu ITF (Intermediate Treatment Facility) yaitu proyek pengelolaan sampah menjadi tenaga listrik. RDF dan ITF memiliki cara kerja yang hampir sama, yaktu mampu mengolah hingga seribu ton sampah per harinya.
Hanya saja, biaya pembangunan ITF jauh lebih besar ketimbang RDF, yaitu Rp 5,2 triliun untuk 1 unit.
Namun program ini masih menjadi polemik. Dari 4 lokasi pembangunan ITF yang diajukan, hanya ITF Sunter yang akhirnya mendapatkan kucuran dana dari APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2023.
Jika hanya bergantung pada 1 unit ITF, RDF, dan landfill mining, Pemprov DKI baru mampu mengolah 3 ribu ton sampah perhari. Capaian ini bahkan belum mampu mereduksi 50 persen sampah harian penduduk Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Pengoperasian 1 unit ITF ke depannya belum akan cukup untuk mereduksi volume sampah Kota Jakarta,” jelas Asep.
Maka dari itu, kesadaran untuk mereduksi sampah harian harus dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga. Seperti memilah sampah organik dan anorganik contohnya.
“DLH tetap akan melaksanakan berbagai upaya pengurangan sampah di dalam kota secara optimal antara lain melalui pengelolaan sampah lingkup RW, pembangunan dan pengoperasian TPS 3R, pengolahan sampah organik dapur, dan pengelolaan sampah di kawasan mandiri,” pungkas Asep.