Laporan HAM Kemlu AS Soroti Pembubaran dan Kematian Anggota FPI

18 April 2022 14:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
Petugas membongkar atribut-atribut saat melakukan penutupan markas  DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas membongkar atribut-atribut saat melakukan penutupan markas DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada hari Kamis (14/4) merilis laporan praktik HAM di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam laporan ini, AS menggarisbawahi realita kebebasan berserikat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Salah satu kasus yang disoroti AS adalah larangan aktivitas Forum Pembela Islam (FPI) oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mulai Desember 2020.
“Pada Desember 2020, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan keputusan bersama menteri yang menyatakan Front Pembela Islam, sebuah organisasi Islam garis keras, tidak terdaftar dan melarang organisasi, simbol, dan aktivitasnya,” demikian dikutip dari laporan Kemlu AS.
Laporan ini juga menyatakan bahwa FPI sebenarnya telah kehilangan izin operasi sejak Juni 2019. Sehingga, dalam 18 bulan terakhir, FPI beroperasi tanpa kejelasan status hukum.
Dalam berita yang dirilis oleh Humas Kemenko Polhukam, bahkan setelah izin operasinya kedaluwarsa, FPI disebut tetap beroperasi dan kerap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, razia secara sepihak, provokasi, dan sebagainya
ADVERTISEMENT
Berdasarkan putusan MK No 82 PUU 11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember tahun 2014, pemerintah pun secara resmi melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI.
Menko Polhukam Mahfud MD Hadiri Acara Komnas HAM Secara Daring. Foto: Humas Kemenko Polhukam
“Jadi dengan adanya larangan ini tidak punya legal standing kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah. Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI itu dianggap tidak ada dan harus ditolak karena legal standing nya tidak ada terhitung hari ini,” kata Menko Polhukam Mahfud MD, dikutip dari berita Humas Kemenko Polhukam.
Laporan AS mengatakan, keputusan Kemenko Polhukam untuk melarang aktivitas FPI menuai kritik tajam dari sejumlah organisasi HAM terkemuka. AS mengungkapkan, walaupun mereka menentang sejumlah tindakan FPI, mereka merasa keputusan kemenko tidaklah sejalan dengan konstitusi Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Koalisi organisasi hak asasi manusia terkemuka mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa mereka memang mengkritik tindakan kekerasan Front Pembela Islam, ujaran kebencian, dan pelanggaran hukum,” tulis laporan tersebut.
“(Namun) keputusan bersama menteri tidak konsisten dengan konstitusi negara dan merupakan pembatasan yang tidak adil terhadap hak asasi manusia. dari asosiasi dan ekspresi,” sambungnya.
Laporan praktik HAM Kemlu AS juga membahas tentang kasus penembakan 6 anggota FPI pada Desember 2020. Kasus penembakan di jalan tol Jakarta-Cikampek ini disebut sebagai unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum.
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Dalam laporan tersebut, AS mengutip keterangan pers Komnas HAM Indonesia yang menemukan bahwa polisi telah membunuh 4 anggota FPI saat mereka sudah berada di bawah tahanan pihak kepolisian.
ADVERTISEMENT
“Komisi menemukan bahwa polisi secara tidak sah membunuh empat anggota depan yang sudah berada dalam tahanan polisi dan menyebut pembunuhan itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia,” papar laporan tersebut.
Komnas HAM mengatakan, dalam insiden insiden itu terdapat 6 orang tewas dengan dua konteks peristiwa yang berbeda. Dua korban tewas dalam insiden saling serempet dan saling serang dengan petugas.
Sementara, penembakan sekaligus terhadap 4 korban lainnya terjadi tanpa ada upaya lain untuk menghindari semakin banyaknya korban jiwa. Hal ini mengindikasikan adanya pembunuhan melanggar hukum dan HAM oleh petugas kepolisian.
Laporan AS memaparkan, pada bulan April, ada 3 anggota Polda Metro Jaya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kejadian ini dan saat ini telah dalam penyelidikan. Salah satu dari tersangka telah meninggal dunia akibat kecelakaan pada Januari 2022 sehingga kasusnya dihentikan.
ADVERTISEMENT
Dua polisi lainnya tetap diproses hukum. Keduanya pun diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim menyatakan kedua terbukti melakukan pembunuhan. Namun, hakim menilai perbuatan itu merupakan pembelaan diri karena diserang 4 anggota FPI. Meski keempatnya sedang dalam kondisi diamankan di dalam mobil.
Alhasil, hakim memvonis lepas kedua polisi dari Polda Metro Jaya itu. Namun, perkaranya belum inkrah. Kejaksaan tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.