Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Larung Kepala Kerbau di Gunung Merapi: Simbol Keikhlasan di Malam Satu Suro
23 Juli 2023 10:31 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mulyono (25) sudah tiga kali bertugas membawa kepala kerbau ke Pasar Bubrah. Satu hal yang aneh, kata dia, kepala kerbau yang beratnya mencapai 26 kilogram terasa ringan ketika disunggi di kepala. Padahal, lanjut Mulyono, dirinya butuh waktu tiga jam untuk dapat sampai ke sana.
ADVERTISEMENT
Pasar Bubrah adalah pos sekaligus batas pendakian akhir di Gunung Merapi . Area lapang penuh batu-batu vulkanik itu ada di ketinggian 2.600 mdpl. Jaraknya cuma 300 meter dari puncak merapi. Di hari biasa, tempat itu jadi tempat camping para pendaki menikmati pemandangan alam. Namun saat malam satu Suro tiba, tempat tersebut menjadi titik akhir dari ritual Sedekah Gunung Merapi.
"Tantangannya ada yang keram gara-gara kedinginan. Tapi enggak sampai hipotermia," kata Mulyono saat berbincang dengan kumparan di Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (18/7).
Malam itu Mulyono memang tidak lagi menjadi orang yang bertugas membawa kepala kerbau. Tugas suci tersebut kini diserahkan ke orang lain. Namun yang pasti, kata Mulyono, ritual itu perlu terus dilestarikan lantaran merupakan wujud rasa syukur. Apalagi ritual tersebut cukup meriah dan dan banyak dihadiri orang.
ADVERTISEMENT
"Membawa kepala kerbau ke Pasar Bubrah ya kebanggaan tersendiri," katanya.
Secara umum tak ada persiapan khusus bagi orang yang ingin membawa kepala kerbau. Fisik orang gunung, kata Mulyono, sudah terlatih untuk mendaki. Yang penting, kata dia, fisik tetap dijaga dan membawa perbekalan seperti makanan, minuman dan tenda. Dirinya pun sejak kecil sudah banyak terlibat.
"Ini kan pemuda bawa obor, latihannya dari situ dulu," pungkasnya.
10 Pengantar Kepala Kerbau
Tahun ini 10 orang bertugas mengantar kepala kerbau dan sesaji untuk dilarung di Pasar Bubrah. Mereka menggunakan pakaian pendaki dan sudah bersiap di Joglo Mandala Dua (New Selo). Kepala kerbau dan sesaji itu kemudian diambil secara estafet dari warga berpakaian adat Jawa. Sesaji dan kepala kerbau itu sudah diarak dari Desa Lencoh, Joglo Mandala Satu, dan Jogja Mandala Dua.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Adat Merapi Desa Lencoh, Paiman Hadi Martono, jumlah 10 orang ini karena status Gunung Merapi saat ini di level III atau siaga. Maka, Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) membatasi warga yang naik hanya 10 orang. Mereka terdiri dari tiga orang relawan SAR dan tujuh orang warga Desa lencoh.
"Itu lebih kepada kondisi Merapi. Kalau biasanya [saat Merapi normal] ratusan yang mengantar ke sana," katanya.
Sementara itu, tradisi larung kepala kerbau di Gunung Merapi sudah ada sejak tahun 1991. Di masa sebelumnya, kata Paiman, warga hanya membawa sesajen ke Merapi. Itu pun dilakukan secara pribadi alias belum terorganisir. Paiman menyebut larung kepala kerbau muncul setelah diprakarsai oleh Bupati Boyolali Mochamad Hasbi. Hasbi, kata Paiman, pun terinspirasi dari sejarah masa lalu.
ADVERTISEMENT
"Ini sebenarnya ada sejarahnya. Dahulunya dari Keraton Surakarta Kanjeng Sinuwun Ke-6, Pakubuwono VI sering ke puncak Merapi," katanya.
Saat naik ke Merapi, kata Paiman, pengombyong atau ajudan dari Pakubuwono VI menuntun kerbau untuk disembelih di puncak. Kala itu, lanjut Paiman, kepala kerbau ditinggal di puncak dan dagingnya dibagikan ke masyarakat yang ada di lereng Merapi.
Menurut pria berusia 55 tahun tersebut, larung kepala kerbau adalah simbolisasi harapan warga agar selalu hidup harmonis dengan Merapi. Khususnya, kata dia, supaya warga bisa terus mengambil manfaat dari Merapi, termasuk kesejahteraan bagi warga di lereng gunung.
"Mudah-mudahan seluruh warga masyarakat ini dan di lereng-lereng Merapi menjaga situasi kondisi aman tentram, tidak ada suatu apa pun terutama bencana dari Merapi. Bentuk keharmonisan warga dengan merapi saling seiring. Karena Merapi juga memberi manfaat," katanya.
ADVERTISEMENT
Simbol Keikhlasan
Kepala kerbau yang digunakan dalam sedekah gunung ini tak ada kriteria khusus. Ketika dana mencukupi atau mendapatkan donasi maka akan dibelikan kerbau untuk disembelih. Jika anggarannya tak mencukupi, warga hanya membeli kepalanya saja. Termasuk kali ini kepala kerbau dibeli di Muntilan, Magelang, seharga Rp 2,5 juta.
"Kalau dana dari pemerintah [Boyolali] Rp 50 juta sekian itu dibelikan kerbau hidup. Menyembelih di sini. Kalau tidak, tidak menyembelih sendiri hanya membeli kepala ini di Magelang," kata Paiman.
Saat ritual, kepala kerbau dibungkus dengan kain kafan. Menurut Paiman, hal itu sebagai simbol ketika bersedekah setiap orang harus tulus dan ikhlas. Kain putih juga melambangkan kesucian.
“Kafan itu harus putih, harus ikhlas lahir batinnya,” ucap Paiman.
ADVERTISEMENT
Selain kepala kerbau, kirab malam satu Suro di Desa Lencoh juga mengarak 9 tumpeng gunungan yang terdiri dari dua gunungan besar dan tujuh gunungan kecil. Sebagian besar tumpeng itu kemudian dimakan oleh warga yang hadir. Sementara sebagian lainnya ada yang ditanam. Warga setempat percaya hal itu dilakukan supaya tanah menjadi subur.
“Tumpeng itu artinya harus mempeng [sepenuh hati]. Harus kuat niatnya meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang sudah mencurahkan semua keinginan warga masyarakat,” pungkasnya.