Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Lautan Manusia di Venezuela Minta Presiden Nicolas Maduro Akui Kekalahan Pilpres
31 Juli 2024 10:19 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Venezuela membara akibat sengketa pilpres. Pada Selasa (30/7) waktu setempat massa memadati sejumlah kota besar di Venezuela menuntut Presiden Nicolas Maduro menerima hasil pemilu.
ADVERTISEMENT
Maduro diumumkan sebagai pemenang pilpres oleh komisi pemilu dengan mendapat 51 persen suara. Akan tetapi oposisi percaya Maduro sebenarnya kalah.
Komisi pemilu diisi oleh loyalis Maduro. Menurut kelompok oposisi calon mereka usung Edmundo Gonzales berhasil mengalahkan Maduro dengan suara mutlak.
Pernyataan oposisi berdasarkan hasil perhitungan lembaga independen. Seluruhnya melaporkan Gonzales berhasil mengalahkan Maduro.
Menurut keterangan kelompok HAM, Foro Penal, setidaknya 11 orang tewas akibat kekerasan terkait pemilu.
Meski sudah banyak yang tewas, para demonstran di ibu kota Caracas mengaku tidak takut dengan ancaman pemerintah.
Bahkan, demo di ibu kota Caracas digelar hampir sepanjang hari. Massa di jalanan sejumlah titik di ibu kota berdemo sambil mengibarkan bendera Venezuela.
"Kami tidak takut," teriak para demonstran anti-Maduro di Venezuela, seperti dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT
Seorang demonstran Andrea Garcia mengatakan, dirinya yakin bahwa Maduro kalah pemilu.
"Edmundo adalah Presiden kami. Kami tahu kami menang pemilu," kata Garcia.
Laporan jurnalis Reuters, di beberapa kota aparat keamanan terlihat menyerang demonstran. Toko-toko juga masih tutup.
Di kota Valencia, salah satu bentuk protes adalah dinding beberapa bangunan dicoret dengan kata: 'curang'.
Seorang demonstran Jorge Salceo menyebut, jika Maduro bersikeras tak mau mengakui kekalahan maka akan ada eksodus besar warga dari Venezuela.
"Seperti kami tidak lagi punya apa pun untuk dilakukan di Venezuela," kata Salcedo.
"Kami akan memulai dari awal di negara lain. Kami hidup di negara penuh tekanan, dan kami hidup di negara di bawah kediktatoran," tegas dia.