Legacy 10 Tahun Menlu Retno: Diplomasi Vaksin dan Eksodus WNI dari Afghanistan

16 Oktober 2024 2:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemimpin Redaksi kumparan Arifin Asydhad berbincang dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Program Info A1 kumparan di Gedung Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Senin (14/10/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pemimpin Redaksi kumparan Arifin Asydhad berbincang dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Program Info A1 kumparan di Gedung Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Senin (14/10/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi telah 10 tahun menjabat. Ia adalah salah satu menteri yang tak tergantikan, di era Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Retno jadi wakil Indonesia di muka dunia internasional. Bicara soal legacy yang ia tinggalkan, Retno mengenang soal bagaimana diplomasi vaksin yang ia jalankan saat era Pandemi COVID-19.
Pasalnya, vaksin kala itu masih amat terbatas. Hanya negara-negara maju yang berpeluang mendapat vaksin, sementara negara-negara miskin dan berkembang harus ngantre sambil menyaksikan ratusan ribu warganya meninggal karena COVID-19.
"Jadi satu, kita berpacu menyelamatkan nyawa-nyawa kita untuk dapat vaksin. Tetapi di track yang berbeda, kita sebagai Indonesia, kita juga harus berpikir bagaimana negara-negara berkembang kalau dia tidak dapat akses. Maka itu kita jalankan bersama," kata Retno, pada acara Info A1 kumparan, Selasa (16/10).
Dengan diplomasinya dengan negara-negara maju dan berkembang lainnya, Retno berhasil mendapatkan puluhan juta vaksin secara gratis. Ia juga membuat sebuah kerja sama antar negara, untuk pendistribusian vaksin secara merata.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, kita dapat lebih dari 500 juta dosis vaksin. 26 persen di antaranya itu gratis. Karena kerja sama kita dengan berbagai macam pihak, itu di track kita, dan kita dinilai salah satu negara yang mampu mengelola pandemi dengan baik, dirjen WHO mengatakan begitu," kata Retno.
Botol berlabel vaksin penyakit virus corona (COVID-19) Pfizer-BioNTech dan Moderna terlihat dalam gambar ilustrasi yang diambil (19/3/2021). Foto: Dado Ruvic / REUTERS
Bagi Retno, masa-masa itu ia kenang sebagai masa emergency. Para menteri luar negeri tak lagi bicara soal perdamaian, perang, atau perdagangan. Mereka fokus untuk distribusi vaksin yang jumlahnya masih sangat terbatas itu.
Retno mampu membuat Indonesia jadi co-chairman dari sebuah aliansi vaksin, COVAX AMC EG. Organisasi ini punya tujuan yang semata-mata mendistribusikan vaksin secara rata ke negara-negara terdampak.
"Jadi ini intinya, Engagement Group itu isinya negara maju, negara berkembang, kemudian swasta dan sebagainya. Tujuan utamanya, bagaimana negara-negara berkembang dapat equal," ucap Retno.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, kita bisa menyalurkan 1,97 miliar dosis ke 140 negara. Jadi, selain kita mikir diri kita sendiri, kita juga mikir orang lain. Alhamdulillah, itu dapat kita selesaikannya dengan baik," tutupnya.
Eksodus WNI dari Afghanistan
Beres masalah COVID-19, Retno dihadapkan dengan salah satu tantangan terberatnya sebagai menteri luar negeri. Ia harus mengevakuasi WNI termasuk staf Kedutaan Besar RI di Kabul, Afghanistan, pada 2021.
Kala itu, pemerintahan Hamid Karzai kolaps, dan Taliban bergerak menguasai negeri. Situasi di Kabul kacau balau, ratusan warga mencoba lari dari Afghanistan.
Bandara internasional mereka dipenuhi penerbangan. Pasukan NATO yang menjaga bandara itu tak mengizinkan masyarakat bebas keluar masuk. Jika mendapat izin, mereka hanya diberikan waktu sangat sempit agar bisa dievakuasi.
ADVERTISEMENT
Retno putar otak. Ia segera menelepon duta besar negara tersebut, mendesaknya agar WNI bisa dievakuasi.
Kedatangan WNI dari Afghanistan di Bandara Halim Perdanakusuma. Foto: Kemlu RI
"Sampai aku telepon si menteri dari negara tersebut. Saya bilang, tolong. Saya pertama teks, urgent, I need to talk.Dia bilang, saya lagi meeting sama presiden saya. Saya bilang, please, I need to talk. Dia keluar," kenang Retno.
Sang menteri negara NATO itu akhirnya membuka pintu evakuasi. Maka, selamatlah 26 WNI bersama 5 WN Filipina dan 2 WN Afghanistan. Retno bernapas lega, ia yang saat itu memantau proses evakuasi menit demi menit tak henti mengucap syukur.
"Sudah dibuka, masuk, masuk pesawat. Pas, waktunya bisa. Kalau nggak, nggak bisa naik tuh ya? Aduh Pak, saya nggak tahu ya. Saya selalu bilang, Gusti Allah itu terlalu baik," kata Retno.
ADVERTISEMENT
Ini adalah salah satu keberhasilan Retno dalam membina pergaulan antar Menteri Luar Negeri di dunia.
"Saya pakai semua networking yang saya miliki agar warga negara kita yang sudah pada kumpul di kedutaan itu dapat berjalan sampai pintu bandara. Di pintu bandara, pintunya bisa dibukakan, dan mereka diperbolehkan masuk untuk masuk pesawat kita," tutup Retno.