LIPI soal Pembantaian Buaya Papua: Boleh Dibunuh asal Sesuai Ketentuan

17 Juli 2018 12:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mumpuni Ahli Reptil LIPI. (Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mumpuni Ahli Reptil LIPI. (Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kabupaten Sorong di Provinsi Papua Barat tengah menjadi sorotan setelah dibantainya 292 ekor buaya oleh warga mereka. Menurut peneliti reptil di Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), Mumpuni, buaya Papua adalah satu-satunya jenis di Indonesia yang bisa dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT
Ditemui kumparan di Pusat Penelitian Zoologi LIPI Cibinong, Bogor pada Senin (16/7), Mumpuni menjelaskan bahwa buaya Papua merupakan satu dari empat jenis buaya yang masih eksis di Indonesia.
“Di Indonesia ada empat jenis, buaya muara atau crocodylus porosus, buaya siam atau crocodylus siamensis, buaya sepit yang disebut senyulong atau tomistoma schelegelii, dan terakhir itu buaya Papua yakni crocodylus novaeguineae,” terang Mumpuni.
Dari keempat jenis tersebut, Mumpuni mengatakan yang bisa dimanfaatkan hanya buaya Papua. Sebab, buaya lainnya masih dilindungi.
“Buaya Papua itu statusnya satwa buru, jadi boleh diburu dengan ketentuan, karena masyarakatnya biasa berburu dan populasi cukup banyak,” lanjut dia.
Selain itu, Mumpuni juga menyebut buaya Papua bukan hewan liar. “Buaya Papua itu bukan liar, ya, itu buaya bisa dimanfaatkan. Khusus Papua itu dari penangkaran ada peraturannya, (seperti -red) mengambil anakan untuk dibesarkan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu tak semua buaya Papua boleh diburu. Dari dua jenis buaya Papua yakni muara dan air tawar, yang boleh ditangkap dari alam hanya buaya air tawar.
“Untuk buaya air tawar Papua itu boleh diambil satu besar tapi harus bisa membesarkan sampai anakan buaya, karena buaya itu berkembang biak kendalanya cukup besar. Dari telur sampai menetas itu bisa karena iklim, banjir, fluktuasi air, biasanya banyak kegagalan. Makanya kalau bisa panen telur itu akan bantu meningkatkan populasi,” tutur Mumpuni.
Mumpuni juga mengimbau untuk menjaga populasi buaya agar tidak menganggu rantai makanan. “Buaya itu juga makan krustasea, bangsa kepiting, udang, dan lain-lain. Kalau dia dibasmi tidak baik untuk keseimbangan rantai makanan,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya ratusan buaya di penangkaran wilayah SP 1, Sorong, dibantai warga menyusul adanya salah satu warga, Sugito, yang tewas diterkam oleh buaya saat sedang mencari rumput di sekitar penangkaran pada Jumat (13/7). Menurut informasi yang kumparan dapatkan dari salah satu warga yang berada di lokasi pembantaian, Wahyudha Sabar, pembantaian buaya dilakukan agar tidak ada lagi korban jiwa.
“Agar tidak ada lagi korban, kemudian warga ke tempat perkaranya untuk menangkap buaya yang makan korban, karena warga mulai tidak puas, semua buaya dibantai," kata Wahyudha
Menurut Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Hary Supriyono, apabila terbukti warga melakukan pembantaian tersebut, pelaku bisa dikenakan pasal 302 KUHP dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 ayat 2 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
ADVERTISEMENT
Pemilik penangkaran buaya diduga rugi sekitar Rp 450 juta akibat pembantaian terhadap asetnya itu. Buaya itu ditangkarkan untuk diambil kulitnya untuk kerajinan kulit seperti tas.