Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Langit China yang sebelumnya tampak cerah, kini kembali kelam. Udara bersih nan segar yang sempat menyelimuti, berganti menjadi penuh polusi.
ADVERTISEMENT
Ya, kebijakan lockdown imbas virus corona yang dicabut pemerintah membawa dampak terhadap polusi udara yang kembali tinggi. Hasil studi Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) di Helsinki, menunjukkan tingkat polusi udara saat ini kembali seperti tahun lalu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dirilis Senin (18/5), kembali pekatnya langit China dengan polusi tak lepas dari perekonomian yang mulai kembali bergerak setelah hampir tiga bulan berhenti, terutama pabrik-pabrik.
“Seiring pulihnya China dari krisis akibat COVID-19, polusi udara meningkat,” bunyi pernyataan resmi CREA.
Sebelumnya, Satelit Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) dan Badan Antariksa Eropa (ESA) mendeteksi penurunan drastis polusi udara di China. Polutan yang dimaksud adalah nitrogen dioksida (NO2) hasil pembuangan kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan mesin industri.
ADVERTISEMENT
NASA menyebut, penurunan tersebut ada hubungannya dengan lambatnya kegiatan ekonomi akibat wabah virus corona.
Menurut ilmuwan NASA, pengurangan polusi NO2 pertama kali terlihat di dekat Wuhan, tetapi akhirnya menyebar ke seluruh China.
Pencitraan satelit NASA menunjukkan, kondisi langit China pada 1-20 Januari 2020 lebih pekat karena dikepung oleh NO2. Pada rentang waktu tersebut, pemerintah China belum melakukan karantina terhadap warga.
Sementara, citra satelit China pada 10-25 Februari 2020 lebih jernih. Pada masa tersebut, pemerintah sudah mengkarantina kota-kota dengan penderita virus corona. Kota Wuhan, pusat penyebaran virus corona, sudah ditutup sejak 23 Januari.
Namun, saat ini tingkat rata-rata polutan kembali meningkat dibandingkan pada Februari. CREA mendapatkan kesimpulan itu melalui analisis yang dilakukan dari 1.500 stasiun pemantauan kebersihan udara di China.
ADVERTISEMENT
Hal itu tak lepas dari nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan partikel lainnya yang terus meningkat, terutama di daerah industri.
Wilayah dengan jumlah pabrik lebih banyak terpantau lebih besar tingkat pencemaran emisi nitrogen dioksida-nya. Sementara, area dengan jumlah penduduk padat, yang biasanya polutan berasal hanya dari kendaraan bermotor, tingkat polusinya lebih rendah.
CREA juga menyoroti kebiasaan masyarakat China yang diprediksi cenderung menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum karena takut terpapar virus corona. Hal itu pada akhirnya akan membuat tingkat polusi udara semakin tinggi.
Guna mengatasi hal itu, pemerintah didesak untuk lebih mengetatkan regulasi terhadap pabrik-pabrik untuk mencegah pencemaran udara lebih tinggi.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
ADVERTISEMENT
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona