Lukman Hakim Ungkap soal Rp 10 Juta dari Eks Kakanwil Kemenag Jatim

4 Desember 2019 20:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) diperiksa sebagai saksi terkait kasus Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12).  Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) diperiksa sebagai saksi terkait kasus Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Bekas Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengakui eks Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin, pernah memberinya uang Rp 10 juta. Uang itu diberikan melalui ajudan Lukman bernama Heri Purwanto.
ADVERTISEMENT
Lukman bercerita soal uang tersebut. Ia pernah melakukan kunjungan kerja Menteri Agama ke Tebuireng, Jombang, 9 Maret 2019. Saat itu, Haris juga hadir.
Ketika kembali ke Jakarta, Lukman diberitahu ajudannya itu bahwa ada uang titipan.
"Tiba di rumah, saya di Jakarta kembali di rumah, magrib, baru saat itu ajudan saya menyampaikan bahwa dia menerima uang sejumlah Rp 10 juta yang dikatakan itu dari Haris," ujar Lukman saat bersaksi untuk Romahurmuziy alias Romy dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/12).
Eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin diperiksa sebagai saksi terkait kasus Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Saya bertanya ini uang apa? ajudan saya tidak menjawab, hanya mengatakan (pesan dari Haris), 'ini tolong sampaikan ke Pak Menteri'," sambungnya.
Lukman mengklaim tak pernah menyentuh uang itu. Ia mengaku tak tahu jumlah uang yang disimpan dalam amplop itu.
Mantan Kakanwil Kemenag Jatim, Haris Hasanuddin. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Hal itu sempat ditanyakan kepada Lukman Hakim karena di dalam dakwaan Haris, uang yang diberikan Rp 20 juta. Namun Lukman tetap mengaku tak tahu jumlah uang tersebut.
ADVERTISEMENT
"Yang disampaikan saudara Heri (ajudan) Rp 10 juta, jangankan menghitung, memegangnya tidak, tidak melihat isinya karena saya hanya melihat amplop cokelat saja," ucap Lukman.
Lukman pun langsung memerintahkan ajudannya untuk mengembalikan uang tersebut.
"Pada saat itu juga saya memerintahkan ke ajudan saya untuk mengembalikan. Saya tidak pernah menyentuh uang itu. Lalu saya meminta ajudan mengembalikan karena saya merasa tidak pernah menerima uang itu," ungkap Lukman.
Anggota DPR sekaligus mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy atau Romy jalani sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/10/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Namun belakangan, Lukman mengetahui uang itu belum dikembalikan Heri hingga kemudian terjadi operasi tangkap tangan terhadap eks Ketum PPP Romy.
"Jadi belakangan saya tahu setelah terjadi OTT peristiwa 15 Maret itu uang itu belum diserahkan saudara Heri ke saudara Haris, jadi dia waktunya tidak sempat. Lalu kemudian saya memerintahkan saudara Heri melaporkan penerimaan uang itu dilaporkan ke KPK," beber Lukman.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah memiliki tanda bukti laporan bahwa ini gratifikasi yang sebagai penyelenggara negara tidak berhak menerimanya," dalih dia.
Dalam dakwaan Haris, ia disebut memberikan Rp 255 juta kepada Romy dan Rp 70 juta ke Lukman.
Uang ke Lukman diberikan secara bertahap. Pertama, sebesar Rp 50 juta di Hotel Mercure Surabaya, 1 Maret 2019. Kedua, melalui ajudan Lukman bernama Heri sebesar Rp 20 juta di Tebu Ireng, Jombang, 9 Maret 2019.
Uang diberikan lantaran Lukman dinilai telah berperan mengangkat Haris dalam seleksi jabatan sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Sebelumnya, posisi Haris hanya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kakanwil Kemenag Jatim sekaligus Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah di Kanwil Kemenag Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Terkait laporan Lukman Hakim terkait uang Rp 10 juta ke Direktorat Gratifikasi, KPK sebelumnya sudah membenarkannya. Namun, laporan itu tidak diproses KPK. Sebab, laporan dibuat setelah OTT terjadi. Diduga, uang masih ada kaitan dengan kasus Romy.
Bahkan, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, menilai laporan Lukman tergolong tidak wajar.
"Kami tidak proses sebagai pelaporan gratifikasi yang wajar karena dilaporkan setelah terjadinya operasi tangkap tangan," kata Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/5).