MA Tolak PK Eks Pengacara Setnov, Fredrich Yunadi

2 September 2021 15:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang terdakwa Fredrich Yunadi  Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang terdakwa Fredrich Yunadi Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Fredrich Yunadi. Dengan ditolaknya PK itu, maka hukuman terhadap Fredrich Yunadi tetap 7,5 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Fredrich Yunadi ialah mantan pengacara Setya Novanto. Ia dijerat hukum karena menghalangi penyidikan KPK terhadap mantan Ketua DPR sekaligus Ketum Golkar itu.
"Tolak," bunyi putusan PK Fredrich Yunadi dikutip dari situs MA, Kamis (2/9).
Putusan itu diketok pada 1 September 2021. Majelis hakimnya ialah Suhadi, Eddy Army, dan Ansori.

Kilas Balik Kasus Fredrich Yunadi

Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Perkara Fredrich berawal saat KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada 31 Oktober 2017. Setya Novanto yang kala itu Ketua DPR dijadwalkan untuk hadir dalam pemeriksaan pada 15 November 2017.
Namun, Setya Novanto memilih mangkir, padahal surat pemanggilan sudah dilayangkan sejak 10 November 2017.
Fredrich yang menjadi pengacara Setya Novanto disebut menyarankan kliennya untuk tidak perlu memenuhi panggilan KPK. Sebab, Fredrich beralasan, proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus seizin presiden.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Fredrich juga menyarankan agar UU KPK terkait perizinan panggilan anggota DPR, untuk diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, pada 14 November 2017, Fredrich menyurati Direktur Penyidikan KPK. Isi surat tersebut menerangkan kliennya yang tidak bisa memenuhi panggilan karena lebih memilih menunggu putusan judicial review MK yang baru saja diajukan di hari tersebut.
Setya Novanto di KPK Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Pada hari pemeriksaan, Setya Novanto mangkir. Sekitar pukul 22.00 WIB di hari yang sama, penyidik menjemput mantan Ketua Umum Golkar itu di kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Di rumah itu, penyidik tak menemukan Setya Novanto. Mereka hanya bertemu Fredrich dan istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor.
Di sana, Fredrich langsung menanyakan penyidik soal surat tugas, surat perintah penggeledahan, dan surat penangkapan Setya Novanto. Sebaliknya, saat penyidik menanyakan surat kuasa Setya Novanto untuknya, Fredrich tak bisa menunjukkannya.
ADVERTISEMENT
Fredrich lalu meminta Deisti untuk menandatangani surat itu atas nama keluarga Setya Novanto.
Pada 16 November 2017, Setya Novanto --yang diakuinya ingin menyambangi Gedung KPK untuk memenuhi panggilan-- mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau. Mobil Toyota Fortuner yang ditumpanginya, menabrak tiang penerangan jalan. Setya Novanto lantas dilarikan ke RS Medika Permata Hijau.
Namun kemudian Fredrich dinilai merancang skenario agar Setya Novanto masuk RS Medika untuk menghindarkan pemeriksaan. Dia kongkalikong bersama salah satu dokter yang merawat Setya Novanto, Bimanesh Sutarjo, untuk memanipulasi kondisi kesehatan kliennya dari riwayat hipertensi, menjadi rekam medis kecelakaan.
Setya Novanto dirawat di rumah sakit. Foto: Dok. Istimewa
Peristiwa kecelakaan itu yang kemudian memunculkan istilah benjolan sebesar bakpao. Fredrich menyebut ada luka benjolan sebesar bakpao di kepala Setya Novanto akibat kecelakaan itu
ADVERTISEMENT
Saat di rumah sakit, Fredrich Yunadi dianggap menghalangi penyidikan untuk Setya Novanto. Ketika penyidik ingin mendatangi kamar pasien, Fredrich menyuruh perawat untuk mengusir mereka.
Pengadilan Tipikor menghukum Fredrich Yunadi dengan 7 tahun penjara. Pada tingkat kasasi, hukumannya diperberat menjadi 7,5 tahun penjara.