Mahfud Jawab Tuduhan PeduliLindungi Langgar HAM, Singgung 76 Laporan Terhadap AS

16 April 2022 17:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam Mahfud MD, Jumat (4/3/2022). Foto: Humas Kemenko Polhukam
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD, Jumat (4/3/2022). Foto: Humas Kemenko Polhukam
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menuding aplikasi PeduliLindungi berpotensi melanggar HAM sebagaimana termuat dalam Laporan Praktik HAM 2021. Menko Polhukam Mahfud MD balik menyebut bahwa AS juga pernah dilaporkan terkait 76 kasus pelanggaran HAM dalam sebuah laporan.
ADVERTISEMENT
Kemlu AS mempublikasikan Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) untuk 2021. Dokumen itu mengungkap analisis atas situasi HAM di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dalam laporan 60 halaman itu, AS menggarisbawahi sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia. Salah satunya yang menjadi sorotan ialah aplikasi PeduliLindungi. Namun, Mahfud menekankan, data itu tak dapat ditelan mentah-mentah sebab sumbernya tidak diketahui.
"Soal pelanggaran HAM, itu kan yang catatan Amerika berdasarkan laporan-laporan yang tidak disebut sumbernya," jelas Mahfud.
Ilustrasi aplikasi PeduliLindungi. Foto: Zabur Karuru/Antara Foto
Mahfud kemudian membalikkan tuduhan terhadap Washington. Ia mengatakan, pihaknya juga mendapati laporan serupa terhadap AS.
Mahfud menerangkan, Washington justru mendapatkan tuduhan dalam jumlah yang lebih banyak. Ia menyinggung investigasi oleh pihak yang bekerja bawah PBB.
Menurut Mahfud, Indonesia menerima laporan pelanggaran dari 19 LSM pada 2018-2021. Sedangkan AS, Mahfud melanjutkan, didera hingga 76 kasus pelanggaran HAM dalam periode yang sama.
ADVERTISEMENT
"Saya punya catetan-catetan lain yang serupa. Misalnya yang resmi, dilaporkan oleh Special Procedures Mandate Holders, satu kelompok asli di bawah Dewan HAM PBB, itu justru dalam kurun waktu 2018-2021, Indonesia juga mendapat laporan begitu yang enggak jelas—enggak jelas gitu, yang dilaporkan oleh sembilan belas LSM, katanya melanggar HAM," ungkap Mahfud.
"Tetapi di kurun waktu yang sama, Amerika justru dilaporkan oleh 76 kasus," imbuh Mahfud.
Memeriksa status program vaksinasi corona kelompok pertama di web atau aplikasi PeduliLindungi. Foto: PeduliLindungi
Mahfud juga menggarisbawahi, laporan SPMH pun tidak mewakili PBB. SPMH memang bukan staf PBB sehingga tidak menerima imbalan untuk pekerjaan mereka.
Para pemegang mandat itu melayani dalam kapasitas pribadi. Mereka merupakan pelapor khusus, ahli independen atau kelompok kerja yang terdiri dari lima anggota yang ditunjuk oleh PBB.
ADVERTISEMENT
Ketika menerima laporan, negara kemudian dapat menjawab tuduhan tersebut. Tetapi, Mahfud menekankan, tudingan tersebut tidak berarti serius.
"Terkadang masyarakat itu tidak tahu dikiranya dewan resmi, Dewan Keamanan PBB mau menginvestigasi Indonesia. Itu enggak, itu laporan aja. Anda juga buat laporan ke sana lalu diberi tahu bahwa ada laporan begitu," terang Mahfud.
"Tetapi itu tidak ada konsekuensi apa apa karena itu hanya, oleh SPMH, hanya ditempelkan saja di website itu. Ini lho, Indonesia begini, mau jawab nggak?" lanjutnya.
Lokataru Foundation bersama perwakilan masyarakat Papua mendesak Komnas HAM menyelidiki tindakan rasisme terhadap orang Papua di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (20/8/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Mahfud kemudian membahas perihal dugaan pelanggaran di Papua. Ia mengatakan, Papua telah membentuk panitia untuk menyambut SPMH pada 2021. Namun, PBB pun tidak dapat mengunjungi wilayah itu tanpa undangan resmi dari Indonesia.
Mahfud menegaskan, investigasi semacam itu perlu mengungkap arah dan tujuan terlebih dahulu. Pun setelah berbulan-bulan berlalu, Mahfud mengatakan, tidak ada apa pun yang terjadi.
ADVERTISEMENT
"Itu laporan yang biasa saja gitu. Nah orang yang tidak tahu dianggap nih serius banget," sambung Mahfud.
Warga menunjukan aplikasi Peduli Lindungi di Pasar Raya Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (9/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Sebagaimana diketahui, AS mengungkap risiko pelanggaran HAM dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Washington mengkategorikan penggunaan aplikasi itu sebagai potensi ‘Gangguan Sewenang-wenang Atau Pelanggaran Hukum Terkait Privasi, Keluarga, Rumah, atau Korespondensi’.
Sebab, AS mengatakan, aplikasi tersebut menghimpun dan menggunakan data warga.
"Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi, dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah," tulis laporan tersebut.