Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mahfud soal Makna Perampasan Aset: Bukan Pelaku Minta Maaf Lalu Diambil Hartanya
20 Desember 2024 16:23 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Eks Menko Polhukam, Mahfud MD, menjelaskan tentang makna Undang-undang Perampasan Aset yang hingga saat ini masih mandek pembahasannya.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, perampasan aset itu berbeda maknanya dengan gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor asal mengembalikan harta hasil korupsinya.
“Yang dimaksud perampasan aset di dalam undang-undang itu adalah mereka yang belum bisa diadili. Misalnya, pelakunya lari, hartanya ada. Sita aja untuk negara gitu,” kata Mahfud di MMD Initiative, Jakarta, Jumat (20/12).
“Atau, orangnya lari, gitu, kemudian sitanya (hartanya; red) dibagi-bagi oleh orang lain. Nah itu kan, diselesaikan dulu menurut Undang-Undang Perampasan Aset. Itu beda,” sambungnya.
Mahfud menyebutkan, kalau pengembalian hasil korupsi itu memang sudah dilakukan oleh lembaga penegak hukum khususnya yang menangani kasus korupsi yakni Kejaksaan Agung dan KPK.
“Jadi banyak orang enggak paham Undang-Undang Perampasan Aset itu, seakan-akan kalau orang dihukum, lalu asetnya dibiarkan, enggak. Orang dihukum, asetnya diambil. Selama ini juga banyak,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Maksud saya, kalau Undang-Undang Perampasan Aset mau dipindahkan, ini bukan itu, bukan orang minta maaf, lalu diambil harta-hartanya. Enggak bisa," sambungnya.
Mahfud lantas menyebut, gagasan memaafkan koruptor asal hartanya dikembalikan itu tidak bisa disatukan dengan rancangan UU Perampasan Aset. Sebab, terang Mahfud, substansinya berbeda.
“Undang-Undang Perampasan Aset itu yang tidak bisa diadili, ambil dulu. Seperti dalam perjanjian perdata, jangan sampai dijual-jual sebelum perkaranya selesai,” pungkasnya.