Manuver Garang Muslimat NU di Timur Jawa

9 Juli 2018 7:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Khofifah Indar Parawansa, pemenang Pilgub Jawa Timur 2018  (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Khofifah Indar Parawansa, pemenang Pilgub Jawa Timur 2018 (Foto: Jafrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Karangan bunga bertuliskan ucapan selamat berderet di depan kediaman Khofifah Indar Parawansa di Jemursari, Surabaya. Sore itu, tetamu tak henti mengalir. Sang empunya rumah memenangi Pemilihan Gubernur Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Jarak tiga jam berkendara dari Jemursari, di Jalan Dr. Sutomo Bojonegoro, karangan bunga serupa menghiasi griya sederhana Anna Mu’awanah, politikus senior PKB yang memenangi Pemilihan Bupati Bojonegoro.
Khofifah dan Anna hanya dua dari 10 perempuan yang kini menduduki singgasana kepala daerah di Jawa Timur. Mereka sama-sama Pengurus Pusat Muslimat NU--badan otonom Nahdlatul Ulama.
Mengembang Matang
Di ujung timur Pulau Jawa, partai politik takluk oleh organisasi perempuan, dan para perempuan melenggang menuju takhta. Mereka merebut pucuk pimpinan daerah, dari tingkat kabupaten/kota sampai provinsi.
Pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Juni 2018, selain Khofifah dan Anna yang unggul, Munjidah Wahab juga memenangi Pemilihan Bupati Jombang, dan Ika Puspita Sari menjadi jawara di Pemilihan Wali Kota Mojokerto.
ADVERTISEMENT
Mereka semua pengurus struktural Muslimat NU. Khofifah adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU, Anna Sekretaris PP Muslimat NU, Munjidah Ketua Muslimat NU Jombang, dan Ika pengurus Muslimat NU Mojokerto.
Total, Jawa Timur kini memiliki 10 kepala daerah perempuan, belum termasuk yang menjabat wakil kepala daerah. Dan mereka secara kultural merupakan Muslimat NU.
Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Pemkab Jombang)
zoom-in-whitePerbesar
Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Pemkab Jombang)
Kedigdayaan Muslimat NU diakui partai-partai politik. Ia bukan sembarang organisasi, tapi jaringan yang telah mengembang matang.
Muslimat NU, menurut Wasekjen Golkar Muhammad Sarmuji, ialah organisasi masyarakat yang solid, militan, dan efektif, dengan tingkat partisipasi politik tinggi.
ADVERTISEMENT
Itu pula salah satu alasan Golkar percaya diri mengusung Khofifah-Emil Dardak pada Pilgub Jawa Timur. Sarmuji sejak awal mendorong Golkar berkolaborasi serius dengan Muslimat NU di Jawa Timur.
“Satu kelemahan Golkar di Jawa Timur adalah tidak punya jaringan yang bisa menyentuh akar rumput seperti yang dimiliki Muslimat,” ujar Sarmuji kepada kumparan di Senayan, Jakarta, Rabu (4/7).
“Memang banyak ormas yang berafiliasi ke Golkar, tapi tidak ada yang sehebat Muslimat bisa bergerak sampai akar rumput,” imbuh legislator DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Timur VI itu.
Ia tak berlebihan. Jumlah pengurus cabang Muslimat NU di Jawa Timur bahkan lebih banyak dari total kabupaten/kota di provinsi itu. Di Jawa Timur yang terdiri dari 38 wilayah administratif (29 kabupaten dan 9 kota), Muslimat NU memiliki 42 cabang.
ADVERTISEMENT
“Muslimat di Jawa Timur relatif besar. Pimpinan pusat sampai cabang di tingkat kabupaten/kota, bahkan hingga anak cabang di tingkat kecamatan dan desa, saling kenal. Jadi antarjenjang organisasi punya pola hubungan sangat kuat,” kata Ketua Muslimat NU Jawa Timur, Masruroh Wahid, saat berbincang dengan kumparan di Surabaya, Kamis (5/6).
Bukan cuma unggul di kuantitas cabang, tapi juga kegiatan. Muslimat NU Jawa Timur memiliki 10.000 lebih majelis taklim dan menggelar hampir 7.000 MTQ. Belum lagi pengajian rutin bulanan di tingkat cabang yang didatangi 7.000 sampai 10.000 orang.
Harlah Muslimat NU di Malang. (Foto: humas.malangkota.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Harlah Muslimat NU di Malang. (Foto: humas.malangkota.go.id)
“Tanpa Pilkada pun, kami punya banyak kegiatan rutin yang sudah terpola. Itu medium-medium pertemuan yang efektif untuk berkomunikasi,” ujar Masruroh.
ADVERTISEMENT
Melalui ragam medium tersebut--arisan, syukuran, selawatan, dan pengajian ibu-ibu, Muslimat NU punya pengaruh terhadap berbagai komunitas di kampung-kampung. Namun, bukan berarti pengajian disisipi politik negatif.
“Di Jawa Timur, tidak ada kontestan yang menjadikan masjid sebagai arena politik meski dukungan kuat terhadap kedua kandidat berangkat dari basis-basis pesantren,” ujar Airlangga Pribadi, panelis Debat Pilgub Jatim dan pakar politik Universitas Airlangga.
Muslimat NU juga menyosialisasikan Khofifah dari pintu ke pintu di berbagai tempat seperti pasar dan warung.
“Ada Muslimat yang guru agama, pedagang, PNS, macam-macam. Mereka punya jaringan dan semua bergerak dengan kekuatan dan biaya sendiri,” kata Renville Antonio, politikus Demokrat yang menjadi Sekretaris Tim Pemenangan Khofifah-Emil, di Kertajaya, Surabaya.
Khofifah dan Emil saat mendaftar Pilgub Jawa Timur. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Khofifah dan Emil saat mendaftar Pilgub Jawa Timur. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
Genderang Perang
ADVERTISEMENT
Masruroh semasa kampanye sempat mengatakan, bagi Muslimat NU Jawa Timur, mendukung Khofifah ialah kepentingan dunia akhirat. Ia bahkan berani berseberangan dengan partainya sendiri, PKB, yang mendukung pencalonan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.
“(Pilkada Jawa Timur) ini bukan urusan partai, tapi urusan memilih pemimpin berkualitas. Kebetulan Bu Khofifah Ketua Muslimat yang kami anggap berkualitas. Pas. Dari sisi kemuslimatan, kami memang satu keluarga. Dari sisi kualitasnya, masuk.”
“Bukan berarti saya menyebut yang lain tidak berkualitas. Tapi karena saya Muslimat, ya memilih Muslimat. Wong ada Muslimat berkualitas, kenapa pilih yang lain? Kan begitu logikanya,” tutur Masruroh panjang lebar.
Pilihan mendukung Khofifah bukan tanpa risiko. Lawan Khofifah, Gus Ipul, adalah salah satu ketua Pengurus Besar NU yang didukung oleh banyak kiai Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Ketua Muslimat NU Sidoarjo yang juga politikus PKB, Ainun Jariyah, semula merupakan Ketua Tim Pemenangan Gus Ipul dan Puti Guntur Soekarno. Namun ia kemudian mengundurkan diri dari tim tersebut.
Hal serupa dilakukan Khofidah, Ketua Muslimat NU Kabupaten Malang yang awalnya bergabung dengan Tim Kampanye Gus Ipul. Ia juga mundur dari tim kandidat petahana itu.
Adalah Masruroh yang meminta Ainun dan Khofidah untuk memilih antara Tim Pemenangan Gus Ipul atau Muslimat NU. Ia tahu, Ainun dan Khofidah--seperti dirinya--ialah anggota PKB, partai yang mengusung Gus Ipul.
Namun, ujarnya, “Saya tidak peduli dari PPP-kah, PKB-kah, PDIP-kah. Saya tak peduli itu. Muslimat tidak melihat partai. Yang penting Ibu Khofifah ini ketua umum kami.”
Masruroh Wahid, Ketua Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masruroh Wahid, Ketua Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Jafrianto/kumparan)
Masruroh bisa dibilang Panglima Perang Khofifah. Ia bergerak tangkas di lapangan. Berkeliling ke berbagai wilayah menghimpun dukungan suara.
ADVERTISEMENT
“Saya terjun langsung ke bawah, ke cabang-cabang, ke tujuh koordinator daerah di eks keresidenan Jawa Timur yang masing-masing punya komandan dan pengurus,” kata Masruroh lugas.
Menurutnya, “Tidak ada penolakan sama sekali dari akar rumput (terkait pencalonan Khofifah). Hampir semua sangat loyal dan bangga terhadap ‘ibunya sendiri’. Karena kenal, maka sayang. Dukungan sangat masif.”
Masruroh menegaskan, Muslimat NU tak asal mendukung. “Ini bukan sembarang ibu, tapi ibu yang sudah teruji, yang punya pengalaman politik dan birokrasi.”
Ia berpendapat kiprah perempuan di perpolitikan tak semestinya “sekadar ada” atau “sekadar untuk memenuhi kuota keterwakilan perempuan”.
ADVERTISEMENT
“Perempuan harus berkualitas dan tidak kalah dari laki-laki. Kalau cuma ‘sekadar ada’, ‘sekadar duduk manis (di legislatif/eksekutif)’, apa gunanya? Kesetaraan memang perlu, tapi perempuan bahkan harus punya kelebihan dan diperhitungkan,” kata dia.
Kelebihan perempuan, menurut Masruroh, ialah punya rasa lebih halus dan kasih sayang lebih kental. “Itulah yang harus dimanfaatkan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat dan mementingkan kebaikan umat.”
Melenggang Menang
Semua partai dan pakar politik sepakat: Muslimat NU adalah kunci kemenangan politik di Jawa Timur.
PKB yang mendukung Gus Ipul pun harus rela kehilangan suara karena dukungan sebagian konstituennya mengalir ke Khofifah.
“Ketika exit poll, sebagian besar pemilih PKB memilih Khofifah. Suara itu dari Muslimat--motor utama Khofifah,” ujar Airlangga Pribadi.
ADVERTISEMENT
PKB tak punya banyak pilihan. “Muslimat NU punya suara dan amat kental. Mereka tidak bisa dipaksa. Kalau berani memaksa, caleg PKB tak akan terpilih di Pemilu Legislatif 2019,” kata Suko Widodo, dosen komunikasi politik Universitas Airlangga dan konsultan Khofifah, kepada kumparan di Gubeng, Surabaya.
Ketua Tim Pemenangan Khofifah-Emil, M. Roziqi, mengamini. “Muslimat itu luar biasa kompak dan berkomitmen tinggi. Walaupun suami mereka punya pilihan berbeda, mereka tak tergoyahkan.”
Khofifah-Emil juga meraup untung dari massa mengambang yang membantu melejitkan perolehan suara mereka menjadi 53,55 persen.
Swing voters cukup besar, 10-13 persen. Mereka ini rasional. Dari beberapa analisis, suara mereka kemudian masuk ke Khofifah,” kata Novri Susan, sosiolog Universitas Airlangga.
ADVERTISEMENT
Dukungan para kiai untuk Gus Ipul pun tak membenamkan Khofifah. Warga Nahdliyin menghormati para kiainya tanpa bergantung kepada mereka soal preferensi politik.
Media sosial jadi salah satu pendorong independensi politik warga Jawa Timur. Bila dahulu komunikasi berjalan dua tingkat--dari kandidat ke kiai, dan dari kiai menyebar ke masyarakat, kini pola tersebut berubah.
“Masyarakat bisa mengakses langsung--one way--lewat interaksi media sosial. Itulah yang meruntuhkan hubungan tradisional,” ujar Suko Widodo.
10 Kepala Daerah Perempuan di Jawa Timur (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
10 Kepala Daerah Perempuan di Jawa Timur (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Ketangguhan Muslimat NU dalam memenangkan sejumlah anggotanya ke tampuk kepemimpinan kepala daerah, tak ayal membius partai-partai politik, termasuk Golkar sebagai salah satu pengusung Khofifah.
Maka, Golkar--yang menargetkan 15 persen kursi DPR RI dari Jawa Timur pada Pileg 2019--mengundang kader-kader Muslimat NU untuk bergabung dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Khofifah sendiri menyambut optimistis tren peningkatan pemimpin perempuan di Jawa Timur. Ia berharap kehadiran mereka bisa mengubah persepsi masyarakat tentang politik yang keras.
“Semoga politik yang soft and friendly bisa dominan ketika perempuan memimpin,” kata Khofifah kepada kumparan di kediamannya.
Ia lalu merujuk ke negara-negara Skandinavia. “Negara seperti Norwegia dan Swedia yang sudah memberikan kuota 35 persen di parlemen kepada perempuan, bisa jadi role model. Yang terjadi kemudian adalah politik yang lebih santun dan diminati, serta membuat anak-anak muda enjoy di dalamnya.”
Jawa Timur, Perempuan, Pilkada (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jawa Timur, Perempuan, Pilkada (Foto: Basith Subastian/kumparan)
------------------------
ADVERTISEMENT
Simak rangkaian laporan mendalam Perempuan Penguasa Timur Jawa di Liputan Khusus kumparan.