Ma’ruf Amin Bicara Pasar Muamalah hingga Pemaksaan Jilbab ke Siswi Nonmuslim

5 Februari 2021 7:09 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memberikan sambutan dalam acara pengukuhan pengurus baru MUI 2020-2025. Foto: Setwapres
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memberikan sambutan dalam acara pengukuhan pengurus baru MUI 2020-2025. Foto: Setwapres
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti sejumlah isu yang menarik perhatian publik beberapa waktu belakangan.
ADVERTISEMENT
Isu-isu tersebut di antaranya polemik Pasar Muamalah di Depok yang bertransaksi menggunakan koin dinar dan dirham hingga pemaksaan pemakaian jilbab ke siswa nonmuslim di Sumatera Barat.
Apa saja reaksi Ma'ruf Amin? Berikut kumparan rangkum:

Soal Pasar Muamalah

Pasar Muamalah di Depok menyita perhatian karena dalam transaksinya tidak menggunakan uang rupiah, melainkan koin dinar dan dirham. Bahkan, Pasar Muamalah juga menerima barter barang.
Dinar dan dirham berukir tulisan Amir Zaim Saidi. Foto: Div Humas Polri
Ma'ruf menilai transaksi yang dilakukan di Pasar Muamalah telah menyalahi sistem keuangan yang dianut di Indonesia. Alasannya, pemerintah secara resmi telah mengeluarkan aturan terkait penggunaan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Sehingga penggunaan dirham dan dinar jelas melanggar hukum.
"Ya saya kira transaksi di Pasar Muamalah yang menggunakan dinar-dirham itu kan memang menyimpang dari aturan sistem keuangan kita," kata Ma'ruf dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/2).
ADVERTISEMENT
Ma'ruf juga mengomentari keputusan Direktorat Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri yang menangkap pendiri Pasar Muamalah, Zaim Saidi. Menurutnya, itu adalah upaya penegakan hukum atas pelanggaran aturan transaksi keuangan yang berlaku di Indonesia.
"Sistem keuangan kita sudah mengatur bahwa alat kita itu adalah transaksi kita menggunakan uang rupiah," tuturnya.
Suasana Pasar Mualamah, tempat transaksi jual beli menggunakan Dinar dan Dirham di Depok. Foto: Dok. Istimewa
Menurut Ma'ruf, penegakan hukum atas kasus pelanggaran aturan transaksi keuangan ini penting. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi kekacauan di dalam sistem ekonomi dan keuangan nasional akibat penggunaan mata uang yang notabenenya tidak berlaku di Indonesia.
"Sistem negara kita kan ada aturannya, bagaimana transaksi itu diatur, ada ketentuannya tentang masalah keuangan, masalah ekonomi," ungkap Ma'ruf.
Ma'ruf juga mengingatkan dalam menegakkan pasar berbasis syariah atau memberdayakan ekonomi masyarakat, tetap harus berpedoman kepada mekanisme transaksi keuangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Jika aturan itu tak dijalankan, Ma'ruf khawatir nantinya akan makin banyak masyarakat menirunya dan jelas akan mempengaruhi rusaknya sistem ekonomi dalam negeri.
Dinar dan dirham berukir tulisan Amir Zaim Saidi. Foto: Dok. Istimewa
"Ketika ada di luar itu, tentu akan merusak ekosistem daripada ekonomi dan keuangan nasional kita," kata Ma'ruf.

Soal Pemaksaan Jilbab ke Siswi Nonmuslim

Lebih lanjut, Ma'ruf Amin menyatakan tak setuju dengan kebijakan siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang diharuskan memakai jilbab. Ia menilai, peraturan itu tak sesuai, baik dari sisi agama maupun kehidupan bernegara.
"Agama juga mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena itu, memaksakan aturan paksa untuk nonmuslim memakai jilbab saya kira itu dilihat dari aspek kenegaraan juga tidak tepat, tidak benar, dan dari keagamaan juga tidak benar," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ma'ruf tak sependapat dengan aturan penggunaan jilbab dikaitkan dengan kearifan lokal. Sebab, kearifan lokal itu membutuhkan pemahaman dari masing-masing pihak.
Pembeli memilih jilbab di kiosnya Pasar Pagi, Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (2/5/2020). Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
"Menurut saya kebijakan tersebut tidak tepat dalam sistem kenegaraan kita, kecuali untuk Aceh yang memang memiliki kekhususan yang diatur dalam kewenangan-kewenangan tertentu," ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini.
Ma'ruf menegaskan, pemakaian jilbab di sekolah negeri dikembalikan ke keputusan masing-masing individu. Hal itu untuk memastikan tidak ada bentuk pemaksaan.
"Ini merupakan kedewasaan di dalam beragama, berbangsa, dan bernegara, sehingga tidak ada aturan-aturan yang memaksa, melarang, ataupun juga mengharuskan," ucap Ma'ruf.
Ma'ruf juga mendukung dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait seragam di sekolah negeri. SKB itu disahkan Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, SKB Tiga Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, merupakan langkah tepat untuk menjaga toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin saat menyampaikan keynote speech secara daring dalam Rakornas FKUB. Foto: KIP/Setwapres
"SKB Tiga Menteri yang menetapkan tentang cara bagaimana berpakaian itu diatur di sekolah negeri, saya kira itu tepat sekali," ungkapnya.
Lebih jauh, Ma'ruf menilai aturan SKB Tiga Menteri tersebut sebagai upaya dari pemerintah untuk menjaga keutuhan bangsa. Salah satunya yakni melalui tata cara yang tidak mencederai toleransi antar umat beragama dan tetap menjaga kebinekaan.
"Saya kira penggunaan keputusan bersama ini dalam atribut seragam sekolah itu sesuai dengan aspirasi dan juga tentang aturan untuk melindungi warga bangsa ini," kata Ma'ruf.

Komentar Ma'ruf Amin soal Pemerintah Dianggap Memojokkan Kelompok Islam

Terkait anggapan pemerintah memojokkan kelompok Islam, Ma'ruf mengatakan, pemerintah telah memberikan kesempatan selebar-lebarnya kepada masyarakat untuk terlibat dalam gerakan atau organisasi yang dinilai sejalan dengan pemikiran pemerintah.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi seluruh organisasi masyarakat itu tetap harus mengikuti seluruh aturan yang ada.
Jika pada penyelenggaraannya ditemukan pelanggaran aturan yang dinilai membahayakan bagi keutuhan bangsa, merusak kebinekaan, atau melanggar kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, maka menurutnya pemerintah berhak untuk menertibkannya.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan sambutan di peringatan 100 tahun kedatangan warga Korea Selatan di Indonesia. Foto: KIP
"Kalau kesepakatan ini dilanggar oleh pihak mana pun, siapa saja melakukan pelanggaran dan ini membahayakan keutuhan bangsa, maka saya kira perlu ada penertiban-penertiban. Pendekatannya bukan soal politik tapi lebih kepada penegakan hukum," tegasnya.
Menurut Ma'ruf, selama ini pemerintah selalu terbuka terhadap segala kritikan-kritikan yang disampaikan masyarakat, selama kritikan itu membangun. Akan tetapi jika isinya mengarah pada isu perpecahan, ia menyebut hal itu jelas tak dapat ditolerir.
"Tiap hari saya baca di koran atau di media sosial ada kritikan banyak pihak. Selama tidak melanggar koridor aturan yang ada justru menjadi masukan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan di berbagai sektor. Tapi kalau sudah ada provokasi memecah belah, itu tentu dilakukan proses sesuai proses hukum, bukan pendekatan-pendekatan politik saya kira," ucap Ma'ruf.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Ma'ruf meminta agar jangan pernah sekalipun membenturkan ajaran Islam dan melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, kedua tersebut jelas harus dijalankan berbarengan, apalagi Indonesia telah memiliki aturan dan kesepakatan akan hal itu.
"Jadi keislaman dan kebangsaan itu tidak boleh dibenturkan, tidak boleh diperdebatkan karena kita sudah mempunyai kesepakatan-kesepakatan. Bahwa dalam kita melaksanakan ajaran Islam harus atas dasar kesepakatan," kata Ma'ruf.