Politikus PDIP, Masinton Pasaribu

Masinton Pasaribu: Tuduhan Pelemahan KPK itu Kaset Lama

9 September 2019 13:41 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Politikus PDIP, Masinton Pasaribu. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Politikus PDIP, Masinton Pasaribu. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Segerombolan orang berkaus hitam berjalan menyusuri jengkal demi jengkal jalanan Jakarta. Mereka berjalan dari arah Bundaran Hotel Indonesia menuju Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa di antaranya memegang kertas putih bertuliskan Jokowi Setuju Revisi UU KPK =KPK Mati.
Setibanya di depan gedung komisi antirasuah itu mereka berorasi, meneriakkan dukungan untuk KPK. Mulai dari persoalan seleksi calon pimpinan hingga penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Orasi tersebut ditutup dengan aksi simbolik menutup logo KPK dengan kain hitam. Aksi dilakukan di empat titik, yakni logo di atas Gedung KPK, logo di bagian kanan dan kiri gedung, serta tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi di depan gedung. Hal tersebut seolah menjadi tanda berkabung terhadap berbagai upaya pelemahan KPK.
"Ini hanya simbol saja, ditutup dengan kain hitam mengingatkan bahwa ada jalan panjang yang harus kita lalui di negeri ini," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sesaat setelah aksi simbolik itu berlangsung, Minggu (8/9).
Aksi tersebut merupakan bentuk reaksi penolakan terhadap rencana revisi UU KPK yang tengah dibahas oleh DPR RI. Upaya para anggota dewan untuk mengganti beberapa aturan KPK melahirkan hujan kritik di sana-sini. Selain dianggap tergesa-gesa, revisi UU KPK di tengah kontroversi hasil seleksi calon pimpinan KPK dinilai sebagai upaya untuk membuat lembaga antirasuah itu mati suri.
Aksi penutupan logo KPK dengan kain hitam oleh sejumlah pegawai KPK. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Terkait tudingan tersebut, anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menyampaikan bantahannya. Ia menolak tuduhan yang menyebut bahwa anggota DPR periode 2014-2019 tergesa-gesa di akhir masa jabatannya untuk merevisi UU KPK. Seingatnya, KPK dan DPR sudah sepakat soal revisi tersebut sejak November 2015.
Alah, melemahkan. Dari dulu itu, enggak ada lagu baru? Itu kaset lama,” ujar Masinton saat dihubungi kumparan, pada Jumat (6/9).
Anggota DPR lainnya, Teuku Taufiqulhadi dari fraksi Partai Nasdem, bahkan menegaskan bahwa revisi UU KPK sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo. Apa yang disampaikan Jokowi dalam pidato kenegaraannya pada 16 Agustus dinilai sebagai sinyal kuat untuk merevisi UU KPK.
“Bahwa Indonesia memang butuh upaya pemberantasan korupsi yang kuat, tapi bukan dengan menangkap orang sebanyak-banyaknya,” ujar Taufiq meniru ucapan Jokowi.
Berikut pernyataan lengkap Masinton Pasaribu, selaku salah satu pengusul revisi UU KPK, dan Teuku Taufiqulhadi, anggota Komisi III DPR RI.
Sejak kapan revisi UU KPK menjadi pembicaraan di Badan Legislasi DPR RI?
Taufiqulhadi: Sejak empat tahun yang lalu.
Kapan pembahasan terbaru revisi UU KPK sebelum masuk ke rapat paripurna pada Kamis (5/9) lalu?
Taufiqulhadi: Seminggu sebelumnya sudah ada pembicaraan.
Apakah pada saat itu semua fraksi langsung setuju?
Taufiqulhadi: Setuju.
Anggota Komisi III DPR Fraksi NasDem Taufiqulhadi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Apakah ada perdebatan selama pembahasan?
Taufiqulhadi: Enggak ada. Sekarang ada sejumlah orang yang menganggap KPK itu masih sama seperti tahun 2002. Sampai sekarang itu ada perubahan. Dulu itu saya jadi pengusul hak angket KPK. Kami mencoba menelisik semua persoalan yang ada di KPK.
Itu harus ingat tentang KPK, kenapa masyarakat itu percaya bahwa KPK lembaga yang baik? Kami berusaha mengoreksinya beramai-ramai, membantah masyarakat. Tetapi ingat yang membantah (kami) itu hanya sejumlah LSM.
Kami di DPR ini dari 10 partai, 10 partai itu artinya kami didukung ratusan juta warga, bukan oleh tanda tangan 1.000 atau 2.000. Itu harus ingat. Jadi kami adalah berbicara atas nama rakyat kami yang sah berbicara atas nama rakyat.
Siapa pengusul revisi UU KPK saat ini?
Masinton: Saya.
Masinton adalah satu dari enam orang pengusul revisi UU KPK. Politisi lainnya dari PDIP adalah Risa Mariska, kemudian politikus Partai NasDem Teuku Taufiqulhadi, politikus PKB Ibnu Multazam, politikus Partai Golkar Saiful Bahri, dan politikus PPP Achmad Baidowi. Kesemua pengusul revisi UU KPK berasal dari partai pendukung Jokowi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
UU KPK yang lama menyebutkan KPK adalah lembaga independen. Apakah revisi UU KPK akan mengubah status tersebut?
Taufiqulhadi: Sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa KPK hanyalah sebuah lembaga dalam jajaran eksekutif. Itu sudah diputuskan.
Hasil yang diajukan oleh pegawai KPK yang minta kepada MK untuk memutuskan tentang statusnya, apakah lembaga pengadilan independen atau eksekutif. MK memutuskan biarlah KPK menjadi bagian dari eksekutif, jadi itu salah satu kemudian yang harus kita revisi dalam UU KPK.
Masyarakat bertanya-tanya, kenapa revisi UU KPK baru dilakukan saat ini?
Masinton: Justru saya bertanya, itu pertanyaan-pertanyaan ahistoris itu. Itu usulan udah lama dari 16 November 2015. KPK menyetujui adanya revisi. Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III dengan KPK, kami menyetujui revisi UU KPK dengan poin-poinnya yang kami ajukan. Yang diajukan itu ada dewan pengawas, aturan tentang kewenangan KPK melakukan penyadapan.
Bahaya Revisi Undang-Undang KPK Foto: Putri S. Arifira/kumparan
Revisi UU KPK membuat masyarakat khawatir bahwa itu merupakan upaya pelemahan KPK…
Taufiqulhadi: Masyarakat tidak paham hal-hal teknis seperti itu. Cuma sekarang ini narasinya adalah pelemahan KPK. Yang dijual narasinya pelemahan KPK. Pelemahan yang dinarasikan akan diatur soal penyadapan, akan ada dewan pengawas. Dengan ada itu mereka menganggap sudah terjadi pelemahan di KPK.
Itu kan dewan pengawas sesuatu yang melekat pada proses demokrasi. Apa yang dipermasalahkan? Kalau tidak, dia nanti akan berjalan sendiri tanpa ada pengawasan. Akibat tidak ada pengawasan, mereka saling mencurigai sendiri di dalam tubuh KPK. Terjadi perpecahan di tubuh KPK.
Masinton: Alah, melemahkan, dari dulu itu. Enggak ada lagu baru? Itu kaset lama, melemahkan. Kita butuh kaset baru, ya itu lagu lama, enggak ada kaset baru apa? haha (tertawa). KPK aja setuju, kok yang lain teriak-teriak.
Salah satu poin revisi UU KPK yang dikritisi adalah soal SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara). Tanggapan Anda?
Taufiqulhadi: Saya ingin tanyakan, kalau tidak cukup alat bukti lantas di SP3, apa yang melemahkan KPK saya tanya? Jika seseorang ditangkap kemudian tidak bisa dilanjutkan perkaranya, karena tidak cukup alat bukti.
Dalam UU KUHP, seseorang boleh ditangkap bila seseorang memiliki paling tidak dua alat bukti. Kalau satu enggak boleh. Ada sejumlah orang ditangkap karena tidak cukup alat buktinya. Tidak bisa dilanjutkan akhirnya perkaranya. Akhirnya dia bisa di-SP3-kan.
Mengapa bukan aturan soal tenggat waktu penanganan kasusnya yang diubah?
Taufiqulhadi: Pertama, dia statusnya telah ditetapkan oleh MK. KPK menjadi subjek pengawasan lembaga legislatif. Kedua adalah pidato Presiden (Joko Widodo) pada tanggal 16 Agustus kemarin yang mengatakan bahwa Indonesia memang butuh upaya pemberantasan korupsi yang kuat, tapi bukan dengan menangkap orang sebanyak-banyaknya.
KPK ini tidak berpikir tentang konsep pemberantasan korupsi yang lebih substantif. Tapi dia hanya menyadap, menangkap, menyadap, menangkap.
Bukan cuma soal revisi UU KPK, hasil seleksi capim KPK juga menuai kritik. Bagaimana tanggapan Anda?
Masinton: Terkait dengan tanggapan masyarakat, keberatan, usulan, terkait informasi masing-masing capim yang 10 orang. Komisi III membuka laporan masyarakat, seluruh informasi harus disertai dengan data-data pendukung. Nanti kami verifikasi informasi tersebut berdasarkan data pendukung yang ada. Jadi itu nanti jadi bahan pendalaman kami kepada 10 calon komisioner KPK, untuk kami tentukan layak atau tidak menjadi komisioner KPK.
Artinya DPR tidak ragu mencoret peserta yang dianggap bermasalah?
Masinton: Tidak ragu kami mencoret, yang penting harus dengan data yang lengkap. Bukan bersumber dari katanya-katanya. Kita negara hukum bukan negara prasangka. KPK itu komisi tindak pidana korupsi bukan komisi tempat karir.
Ada pihak yang menganggap ada keterwakilan lembaga untuk posisi pimpinan KPK. Apakah DPR memilih berdasarkan keterwakilan lembaga?
Masinton: Yang dipilih itu orang, capim KPK itu orang bukan lembaga. Kami tidak melihat asal-usul lembaganya, karena yang kami pilih orangnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten