Maya Watono, CEO Periklanan Perempuan Pertama dan Termuda di Indonesia

13 Desember 2018 16:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maya Watono, CEO Perempuan Termuda dan Pertama di Industri Periklanan di Indonesia, DAN Indonesia. (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Maya Watono, CEO Perempuan Termuda dan Pertama di Industri Periklanan di Indonesia, DAN Indonesia. (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
ADVERTISEMENT
Terhitung sejak Januari 2019 lalu, Maya Watono dipercaya menjadi CEO perusahaan iklan terbesar di Indonesia, Dentsu Aegis Network (DAN) Indonesia. Di usianya yang baru menginjak 36 tahun, ia resmi menjadi perempuan pertama dan termuda yang menduduki puncak kepemimpinan di DAN Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pencapaian itu tidak diraih dengan instan. Perjuangan Maya di dunia periklanan sebenarnya sudah dimulai pada tahun 2006 lalu, saat ia mengembangkan agensi periklanan milik ayahnya, Adjie Watono, yang bernama MainAd..
"Saya memang second generation. Jadi waktu itu diminta untuk melanjutkan, dimulai dari suatu agency kecil, saya diminta untuk membangun, membesarkan, dan make it bigger and stronger," ungkap Maya di Kantor DAN Indonesia, Menara Sentraya, Jakarta, Kamis (13/12).
Hanya butuh waktu tiga tahun, di tangan lulusan University of Western Australia ini, bisnis MainAd berkembang pesat. Maya pun diberi tanggung jawab baru dan lebih besar dengan memegang perusahaan lainnya, DSP Media.
Pada tahun 2012, Maya yang berhasil mengembangkan DSP Media hingga lima kali lipat, diangkat menjadi Managing Director Dwi Sapta Group. Baru setelah lima tahun kemudian, ia dipercaya menggantikan posisi ayahnya, Adjie Watono, sebagai CEO Dwi Sapta Group.
ADVERTISEMENT
Kenaikan posisi tersebut, bersamaan dengan merger-nya Dwi Sapta Group dengan Dentsu Aegis Network (DAN). Kedua perusahaan besar itu, kemudian berganti nama menjadi DAN Indonesia.
Maya Watono saat media gathering di Menara Sentraya, Jakarta, Kamis (13/12). (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Maya Watono saat media gathering di Menara Sentraya, Jakarta, Kamis (13/12). (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
Keberhasilan Maya memang tak bisa dilepaskan dari peran ayahnya. Meski stigma 'anak papa' melekat di dirinya, namun Maya mengaku tak pernah ambil pusing dan memilih untuk membuktikan kemampuannya melalui kerja keras.
"Mematahkan stigma itu cukup just be yourself, just proof yourself. Kalau kita bekerja dengan baik, bekerja dengan keras, bekerja dengan smart, juga kita respect, saya rasa tidak ada alasan untuk orang bicara tentang siapa kita," tegasnya.
Meski harus memimpin orang jauh lebih senior darinya, tetapi Maya mengaku tidak pernah mengalami hambatan tertentu sebagai pimpinan tertinggi perusahaan. Baginya, usia dan gender bukanlah alasan untuk berekspresi.
ADVERTISEMENT
"You are young and you can do what you want to to. Gender itu juga bukan penghalang, jadi kita jangan lihat gender atau umur sebagai tantangan, tapi kita bisa manfaatkan itu," tutur Maya.
"Selama ini saya banyak memiliki senior-senior di bawah saya, but age is just a number. Tua atau muda, kita tetap harus hormati," imbuhnya.
Prinsip itu tak hanya membuat kariernya moncer dalam memimpin perusahaan, namun juga mengharumkan nama bangsa. Di tahun 2017, Maya bersama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) berhasil mengalahkan Thailand dan Filipinan di bidding kongres periklanan se-Asia, Ad-Asia 2017.