Melihat Aturan Self-Plagiarism yang Diduga Dilanggar Rektor Terpilih USU

22 Desember 2020 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor USU terpilih Muryanto Amin. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Rektor USU terpilih Muryanto Amin. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin diterpa isu plagiarisme karya ilmiah untuk kepentingan kenaikan pangkat. Persoalan plagiarisme itu dilaporkan oleh masyarakat ke Kemendikbud pada 6 Desember 2020. Kemendikbud lalu melaporkan hal tersebut ke Rektorat USU. Rektor USU Runtung Sitepu langsung membentuk tim khusus untuk menyelidiki dugaan kasus plagiat tersebut. Tim khusus penelusuran dugaan plagiat itu dipimpin oleh Jonner Hasugian yang merupakan dosen jurusan Ilmu Perpustakaan di USU.
Gedung Rektorat Universitas Sumatera Utara. Foto: USU
Jonner mengatakan jenis plagiat yang menerpa Muryanto itu adalah self-plagiarism. Self-plagiarism adalah perbuatan pendaurulangan karya, memecah topik dalam beberapa tulisan, publikasi ganda pada lebih dari satu media atau jurnal.
ADVERTISEMENT
Misalnya, seseorang yang menerbitkan satu karya ilmiah berbahasa Indonesia di jurnal A. Selang beberapa tahun kemudian, dia menerbitkan karya ilmiah yang sama tapi diubah ke bahasa Inggris dan diajukan dimuat di jurnal B. Pun dia menerbitkan karya ilmiah yang sama menggunakan bahasa Inggris atau Indonesia di jurnal berbeda.
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof Dr Runtung Sitepu, SH (kanan) membuka sidang acara wisuda 867 Sarjana USU se Periode I TA 2020/2021. Foto: ANTARA
Muncul banyak pertanyaan, apakah self-plagiarism itu merupakan tindakan pelanggaran bagi akademisi di USU? Jika memang pelanggaran, apa dasar hukumnya? Untuk mencari berbagai pertanyaan itu, Jonner buka suara. Menurut Jonner, larangan dosen atau mahasiswa melakukan self-plagiarism itu sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 17 Tahun 2010. Namun, di dalam Permendiknas itu, tidak diatur secara spesifik self-plagiarism. Permendiknas itu hanya menyebut plagiat secara umum pada Pasal 1. "Begini jangan hanya self-plagiarismnya, plagiat itu kan bermacam-macam. Yang tidak boleh kan plagiat. Plagiat itu kan ada self-plagiarism, ada duplicated plagiarism. Ada plagiat gagasan, jadi plagiat macam-macam," ujar Jonner, saat dihubungi kumparan, Selasa (22/12). Beleid Permendiknas Nomor 17 Tahun 2012 itu bisa dilihat di sini:
ADVERTISEMENT
Dari Permendiknas itu, kata Jonner, kemudian ada kode etik di kalangan akademisi, termasuk USU agar tidak melakukan self-plagiarism. Kode etik yang dimaksud adalah Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kode Etika Publikasi Ilmiah. Kode etik ini menjadi rujukan semua universitas untuk mengecek karya ilmiah dosen dan mahasiswa. Isi peraturan kode etik Peraturan Kepala LIPI bisa dilihat di sini:
Dalam Peraturan Kepala LIPI itu di Bab III tentang Kode Etika Editor Jurnal Ilmiah bagian 3.5.5 tertulis: Editor mendorong mitra bestari untuk memberi komentar tentang keaslian karya tulis dan waspada terhadap publikasi berulang serta plagiarisme (Lihat 4.2.3) Lampiran 3. Mitra bestari adalah seseorang yang membantu editor untuk menelaah secara kritis substansi karya tulis ilmiah sesuai dengan bidang kepakarannya. Lalu kita melihat lagi dalam Bab IV tentang Kode Etika Mitra Bestari Jurnal Ilmiah di bagian 4.2.3 tertulis: Menjamin prinsip kebenaran, kebaruan dan keaslian; mengutamakan manfaat karya tulis bagi perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan inovasi; serta memahami dampak tulisan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. (Lihat 3.5.5 dan 5.2.1)
ADVERTISEMENT
Masih dalam Peraturan Kepala LIPI itu di Bab IV tentang Kode Etika Pengarang Jurnal Ilmiah di bagian 5.2.1 itu tertulis: Pengarang membuat pernyataan bahwa karya tulis yang diserahkan untuk diterbitkan adalah asli, belum pernah dipublikasikan di manapun dalam bahasa apapun dan tidak sedang dalam proses pengajuan ke penerbit lain. (Lihat 4.2.3) (Lampiran 1 dan 2). Dari runutan bab dan aturan dalam kode etik itu, terlihat jelas bahwa self-plagiarism dilarang. Karena di dalam kode etik bagian 3.5.5; 4.23; dan 5.2.1 sudah sangat ditekankan penulis harus menerbitkan karya asli, belum pernah dipublikasikan di mana pun dan dalam bahasa apa pun.
Ilustrasi Plagiat. Foto: Getty Images
Lebih lanjut Jonner juga mengatakan acuan kode etik berikutnya adalah beleid Panduan Editorial Pengelolaan Jurnal Ilmiah yang diterbitkan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek/BRIN juga diatur soal larangan self-plagiarism. Di halaman 28 beleid itu juga disebut self-plagiarism merupakan bagian dari plagiat. Jonner mengatakan di halaman 32 panduan jurnal ilmiah terbitan Kemenristek/BRIN ini juga ada kode etik self-plagiarism. "Mohon dibaca halaman 32, jelas di sana disebut self-plagiarism. (Itu) panduan jurnal ilmiah (yang) baru terbit,” tutup Jonner.
ADVERTISEMENT