Melihat Evolusi Jemaah Islamiyah

17 November 2021 12:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi teroris. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teroris. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2007 menyatakan Jamaah Islamiyah (JI) sebagai organisasi terlarang. Akan tetapi putusan pengadilan itu tak serta merta membuat JI bubar.
ADVERTISEMENT
Organisasi yang dipimpin Para Wijayanto (PW) itu terus bermetamorfosis sebagai jaringan terorisme di Indonesia. Para sendiri diduga kuat terlibat berbagai aksi pengeboman yang terjadi di Tanah Air. Dia divonis 7 tahun penjara.
Selepas Para masuk bui, beberapaa anggota jaringannyamasih terus bergerak secara diam-diam, mengumpulkan dana untuk jihad hingga mengirimkan kader mereka ke Suriah.
Dikutip dari Laporan Lembaga Analisis Kebijakan Konflik (IPAC) yang diterbitkan pada 2017, sebenarnya sejak 2010, JI --organisasi yang bertanggung jawab atas bom Bali pertama-- telah membangun sayap militer rahasia sambil memperluas basis tradisionalnya melalui khotbah dan perekrutan di kampus-kampus.
Sejak 2007, JI memang telah menolak kekerasan dan kepemimpinan mereka sangat menentang ISIS.
Polri sebenarnya terus mewaspadai pergerakan organisasi ini, meski secara yuridis telah dibubarkan oleh pengadilan. Namun pengungkapan 18 anggota JI dalam kasus terorisme pada 2014 membuktikan bahwa organisasi tersebut masih harus dianggap berbahaya.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang diwaspadai adalah organisasi tersebut akan kembali menggunakan metode kekerasan seperti yang mereka lakukan saat Bom Bali di awal tahun 2000.
Diprediksi, ketika perekrutan kader terus berlanjut, maka JI akan terpecah, antara yang anti-kekerasan dan yang militan, seperti yang terus terjadi dalam sejarah panjang JI.

Neo JI

Ilustrasi Teroris Foto: Shutter Stock
IPAC menulis, istilah 'neo-JI' digunakan untuk menggambarkan bentuk organisasi tersebut setelah pulih dari kehancuran pada 2007. Saat terjadi bentrokan bersenjata antara polisi dan JI di Poso, Sulteng, yang menyebabkan tertangkapnya 40 anggota termasuk para pimpinan utama mereka.
Saat mereka kembali berkumpul, JI sudah melakukan restrukturisasi dan mengubah taktik. Namun JI tetaplah organisasi yang sama.
Komando pusat yang baru mencakup beberapa wajah yang lama, dan ketika memutuskan untuk membangun kembali unit militer, mereka memanggil anggota yang sudah lama tidak aktif untuk bertugas.
ADVERTISEMENT
Salah satu tokoh yang paling berpengaruh adalah Abu Rusydan.
Perbedaan terbesar dengan JI lama adalah bahwa dakwah diprioritaskan daripada jihad, cerminan pandangan Abu Rusydan. Meski begitu, bukan berarti JI telah meninggalkan jihad.
Tujuan sayap militer baru JI bukanlah untuk menyebarkan aksi terorisme, namun membangun kapasitas untuk memproduksi dan menggunakan senjata dalam persiapan untuk konfrontasi dengan musuh.
Hal itu terlihat dari anggota JI (yang tak diketahui jumlahnya), yang dikirim untuk bertempur di Suriah medio 2014-2016 untuk memperoleh keterampilan militer dan tempur. Tidak ada data tentang siapa atau di mana mereka berada, karena anggota JI umumnya tidak terlibat dalam kejahatan jihad saat mereka kembali (meski ada beberapa pengecualian). Walau pada akhirnya ada yang ditangkap, namun mereka tidak terbukti sebagai pro-ISIS.
ADVERTISEMENT

Tertarik Pada Isu Sosial

Ilustrasi Teroris. Foto: Shutter Stock
Masih dalam laporan yang sama, pada saat yang bersamaan, 'Neo JI' lebih tertarik daripada inkarnasi sebelumnya dalam pengaruh politik dan infiltrasi politik. Bukan kebetulan mereka saat ini lebih tertarik pada isu sosial masyarakat.
Salah satu contoh adalah partisipasi mereka dalam demonstrasi menuntut penangkapan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dituduh melakukan penistaan agama.
Saat itu JI mengeluarkan arahan berjudul “Demonstrasi Damai dan Gerakan Jihad, Mungkinkah Bersanding? Jawabannya ya: partisipasi dalam demonstrasi setara dengan 'jihad dengan pena' atau mengobarkan jihad melalui pidato.
Anggota JI awalnya juga dilarang mengikuti pemilu karena demokrasi sebagai sebuah sistem merupakan pelanggaran terhadap keyakinan. Namun pada akhirnya larangan itu pun dilonggarkan.
Ilustrasi Teroris Foto: Flickr / malatyahaber44