Melihat Kebijakan Luar Negeri Trump dan Kamala Jika Terpilih Jadi Presiden

5 November 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pengamat hubungan internasional Dodi Ambardi mengungkap bagaimana politik luar negeri dari capres Amerika Serikat, Donald Trump dan Kamala Harris. Mereka akan bertarung pada 5 November 2024 ini.
ADVERTISEMENT
Jika kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, kata Dodi, kebijakan Donald Trump disebut-sebut akan cenderung fokus ke dalam negeri. Namun, efeknya pada negara lain akan lebih terasa di sektor ekonomi.
“Efeknya itu terhadap negara-negara lain mungkin soal ekonomi nantinya. Jadi, Trump ingin mensejahterakan kelompok-kelompok basis pendukungnya, san itu salah satu gagasan yang tidak dikeluarkan itu adalah menerapkan tarif untuk negara-negara partner dagangnya, terutama China,” tutur Dodi dalam podcast DipTalk bersama kumparan.
Menurutnya, Trump juga akan menerapkan tarif dagang pada negara mitra seperti Indonesia. Dengan jumlah ekspor ke AS yang mencapai senilai Rp 70 T, Indonesia akan terdampak regulasi ini.
“Kalau kemudian kita ingin melihat efeknya di level internasional saat Trump menang, kita juga bisa melihat efeknya di Indonesia pun akan kena tarif. Indonesia itu ekspor perdagangannya sekitar USD 5 miliar dengan Amerika, itu sekitar Rp 70 triliun, setara dengan anggaran untuk Kemenag Indonesia selama setahun. Nah, misalnya kalau kemudian dia melihat, oh ini Indonesia surplus, ini akan dikenai tarif,” ungkap dosen Fisipol UGM itu.
Bakal calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump berbicara dalam sebuah rapat umum kampanye di Erie, Pennsylvania, AS, Minggu (29/9/2024). Foto: Brian Snyder/REUTERS
Dodi pun menjelaskan, tarif tersebut bisa membuat produk Indonesia kalah bersaing jika ada alternatif yang lebih kompetitif di pasar AS.
ADVERTISEMENT
“Ekspor Indonesia itu ada di tiga sektor yang penting. Yang pertama elektronik, tapi bukan microchips ya, elektronik itu barang-barang elektronik. Kemudian yang kedua tekstil, dan yang ketiga itu kalau enggak salah itu alas kaki, sepatu, dan seterusnya. Nah, nanti begitu dikenakan tarif, kalau ada produk lain yang kemudian lebih kompetitif dari produk Indonesia masuk ke Amerika, kalah ekspor kita,” jelas dosen lulusan S2 University of Ohio itu.
Sedangkan, menurut Dodi jika Kamala menang maka kebijakan luar negeri akan lebih multilateral. Itu dipandangnya lebih menguntungkan untuk negosiasi kepentingan Indonesia. Ia bahkan memprediksi pemerintahan Prabowo akan lebih menyukai Kamala dibanding Trump.
“Gini, kalau Kamala Harris, tradisi demokrat itu lebih cenderung multilateral, dan kemudian Amerika memang ingin tetap dominan, tetapi dia mempertimbangkan tentang pendapat-pendapat negara lain. Dan oleh karena itu ada negosiasi di sana, ada kesepakatan-kesepakatan yang dibikin multilateral dan kemudian biasanya Amerika akan lebih banyak untuk terlibat dalam isu internasional,” sambung Dodi.
Wakil Presiden AS dan calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris usai berpidato selama rapat umum kampanye di Benjamin Franklin Parkway di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, Senin (4/11/2024). Foto: Andrew Caballero-Reynolds/AFP
Sementara itu gaya Trump yang sulit ditebak dianggap bisa membawa ketidakpastian besar, yang mungkin merugikan Indonesia, khususnya dalam sektor perdagangan.
ADVERTISEMENT
“Kalau susah ditebak, itu kadang-kadang mungkin bisa mendapat durian terkikir runtuh karena Trump, ngawur. Atau juga bisa malapetaka yang besar juga. Unpredictability-nya itu yang kemudian saya kira lebih merugikan untuk Indonesia,” jelasnya.
Ia pun memperingatkan kembali bahwa jika Trump memberlakukan tarif tinggi, hal ini otomatis berdampak negatif pada ekspor Indonesia ke AS.
“Kalau seandainya Trump menang, itu mungkin saja Trump mau tetap ngotot untuk memberikan tarif, ya itu yang saya kira akan membuat sengsara di Indonesia, paling tidak untuk sektor-sektor tertentu yang ekspornya ke Amerika," tutur Dodi.
Diptalk bersama Dodi Ambardi. Foto: Darryl Ramadhan/kumparan