Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Vonis hukuman mati kembali menuai perhatian publik. Itu karena Herry Wirawan divonis mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung atas pemerkosaan 13 santriwati.
ADVERTISEMENT
Nama Oesin Bestari tercatat menjadi terpidana yang pertama kali mendapat hukuman mati . Oesin dihukum atas aksi pembunuhan yang dilakukan olehnya terhadap 6 rekan bisnis.
Pembunuhan berencana itu ia lakukan di sebuah rumah di Desa Seduri perbatasan Mojokerto dan Surabaya. Oesin melakukan pembantaian membabi buta terhadap rekan bisnisnya. Pengusaha kambing itu pun akhirnya dihukum mati pada 14 September 1979 di Kenjeran, Surabaya.
Kasus lainnya yang terkenal adalah vonis hukuman mati pada tahun 1980 kepada Kusni Kasdut . Tepatnya, tanggal 16 Februari 1980 Kusni Kasdut dieksekusi mati lantaran telah merampok 11 butir berlian dari Museum Gajah, Jakarta. Tercatat, Kusni menjadi terpidana kedua setelah Oesin Bestari yang mendapatkan vonis mati.
ADVERTISEMENT
Dalam aksinya melakukan perampokan di museum, Kusni Kasdut menyamar sebagai polisi dan membunuh seorang petugas yang sedang berjaga.
Seperti di film-film, Kusni Kadut and the genk menggunakan mobil Jeep menuju Museum Gajah pada tanggal 31 Mei 1961. Setelah berhasil merampok dan mencoba menjual berliannya, Kusni akhirnya tertangkap.
Akibat perbuatan itu, ia dijatuhi vonis mati pada 1969. Sudah sebanyak 8 kali Kusni mencoba untuk kabur dari penjara. Namun, usahanya itu sia-sia.
Sebelum akhirnya dieksekusi, Kusni Kasdut sempat mengajukan grasi. Namun grasi itu ditolak Soeharto yang tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 32/G/1979.
Jejak penerapan hukuman mati di Indonesia sendiri sebetulnya dapat ditemukan sejak Belanda melakukan kolonialisasi. Tepatnya saat Hindia-Belanda era Daendels berkuasa di tahun 1808.
ADVERTISEMENT
Kala itu, vonis hukuman mati sudah diatur oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda . Tujuannya untuk memberantas perlawanan penduduk jajahan yang mencoba menggulingkan Belanda.
Isu rasial dinilai juga menjadi alasan mengapa Belanda menerapkan hukuman mati di wilayah Indonesia saat itu. Di era kolonialisme, ras pribumi dianggap sebagai orang-orang yang tidak bisa dipercaya dan seringkali memberikan keterangan palsu di pengadilan.
Pemerintahan Belanda sendiri tidak lagi menerapkan hukuman mati sejak 1870. Di negaranya, aturan soal hukuman mati sudah dihapus dan diganti dengan pidana seumur hidup.
Namun, pihak pemerintah Hindia Belanda terus memperkuat keberadaan hukuman mati di Indonesia dengan memberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (Indonesiaers) pada 1 Januari 1873, sertaWetboek van Strafrecht voor Indonesie (WvSI) pada 1 Januari 1918.
ADVERTISEMENT
Keduanya merupakan kitab undang-undang hukum pidana yang berlaku bagi golongan pribumi di Hindia-Belanda. Produk hukum Indonesia saat ini pun juga mengadopsi Wetboek van Strafrecht.
Setelah masa penjajahan, pemerintah Indonesia mempertahankan hukuman mati pada masa demokrasi liberal 1951. Alasannya adalah sebagai strategi pertahanan negara di era kemerdekaan, termasuk pemberontakan yang kerap terjadi hampir di seluruh Indonesia.
Sementara, di era orde baru (1966-1998), hukuman mati penggunaannya menjadi bagi dari upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas politik dan pengamanan agenda pembangunan.
Saat ini, dasar vonis hukuman mati diatur dalam Undang-undang No/2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati. Selain itu, hukuman mati juga tersemat di dalam KUHP.
Eksekusi hukuman mati biasanya dilakukan oleh regu penembak dan dilaksanakan di sebuah area terbuka dengan sekeliling hutan di Pulau Nusakambangan. Regu eksekutor terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, dan dipimpin oleh seorang Perwira.
ADVERTISEMENT
Sebelum melakukan eksekusi, terpidana wajib mengetahui rencana pelaksanaan tersebut, setidaknya 3 hari sebelum hari eksekusi.