Membandingkan Tuntutan KPK ke Edhy Prabowo dengan Jero Wacik dan Suryadharma Ali

30 Juni 2021 16:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/6/2021). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/6/2021). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dituntut 5 tahun penjara dengan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 10,8 miliar. Tak hanya itu, jaksa juga menuntut hak politik Edhy Prabowo dicabut selama 4 tahun.
ADVERTISEMENT
Jaksa KPK meyakini Edhy bersalah melakukan korupsi berupa suap dari sejumlah eksportir benih lobster bersama dengan 'kroni-kroninya'. Suap yang diterima yakni USD 77 ribu dolar AS dan Rp 24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 25,75 miliar.
Namun, untuk korupsi sekelas menteri, tuntutan KPK ini dinilai terlalu rendah. Salah satunya oleh ICW, yang melihat tuntutan KPK di bawah komando Firli Bahuri terlihat enggan menindak politisi asal Gerindra tersebut.
"Dari tuntutan ini publik dapat melihat KPK di bawah komando Firli Bahuri memang terkesan enggan untuk bertindak keras kepada politisi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (30/6).
KPK juga diketahui pernah menuntut ringan eks Ketum PPP Romahurmuziy dengan 4 tahun penjara pada awal 2020.
ADVERTISEMENT
"Ke depan ICW meyakini praktik ini akan terus berulang dan besar kemungkinan akan kembali terlihat dalam perkara bansos yang melibatkan Juliari P. Batubara," imbuh peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (30/6),
Kritik lainnya menyoroti tak maksimalnya KPK menggunakan pasal yang menjerat Edhy Prabowo. Ia hanya dituntut 5 tahun penjara berdasarkan Pasal 12 a UU Tipikor. Padahal ancaman pidana dalam pasal itu ialah minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara atau bahkan seumur hidup.
Tuntutan Edhy Prabowo hampir pada batas minimal.
"Untuk seorang koruptor sekelas menteri, tuntutan ini terlalu rendah, karena seharusnya dituntut maksimal," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar.
Terlepas tuntutan yang dinilai ringan itu, sebelum Edhy Prabowo, ada dua menteri juga yang pernah diusut perkara korupsinya oleh KPK. Mereka adalah mantan Menteri Pariwisata dan Menteri ESDM Jero Wacik serta mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.
ADVERTISEMENT
Mari kilas balik, melihat bagaimana KPK menuntut keduanya.
Sidang peninjauan kembali Jero Wacik di Pengadilan Tipikor, Senin (6/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Jero Wacik

Jero dijerat KPK terkait kasus penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM) selama menjadi menteri pariwisata. Penyalahgunaan DOM ini diulangi pula saat ia menjabat sebagai menteri ESDM. Selain itu, ia juga dijerat karena pemerasan anak buah. Ia juga dijerat pasal gratifikasi oleh KPK.
Atas perbuatannya itu, ia dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 4 bulan kurungan. Ia dinilai jaksa KPK terbukti atas tiga dakwaan tersebut.
Terkait dakwaan penyalahgunaan DOM, dia diduga menggunakan Rp 8,4 miliar untuk kepentingan pribadinya dari jumlah kerugian keuangan negara seluruhnya Rp 10,5 miliar saat jadi Menteri Pariwisata. Ia dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk pasal pemerasan terhadap anak buahnya, ia diduga memerintahkan anak buahnya mengumpulkan uang karena DOM di Kementerian ESDM lebih kecil dibandingkan DOM Kementerian Pariwisata. Uang yang terkumpul mencapai Rp 10,38 miliar. Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya juga.
Atas dasar itu ia dituntut pasal Pasal 12 e juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP.
Dakwaan ketiga, ia dinilai terbukti menerima gratifikasi saat menjabat Menteri ESDM dalam bentuk pembayaran biaya pesta ulang tahun dirinya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan sejumlah Rp 349.065.174. Pada dakwaan ini, ia dituntut dengan Pasal 11 UU Tipikor.
KPK juga menuntut Jero membayar uang pengganti Rp 18.790.560.224. Jika Jero tak mampu, ganti rugi diganti dengan 4 tahun kurungan.
ADVERTISEMENT
Vonis Hakim
Atas perbuatannya, Jero divonis oleh hakim 4 tahun penjara dan didenda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia dinilai oleh hakim terbukti atas tiga dakwaan KPK itu.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan yaitu membayar uang pengganti Rp 5,07 miliar. Angka ini saat itu dinilai jauh dari tuntutan jaksa KPK.
Tak terima, Jero melakukan upaya hukum hingga tingkat kasasi. Hukumannya justru malah diperberat hingga 8 tahun penjara. Ia diminta tetap bayar uang pengganti Rp 5,07 miliar. Salah satu hakim yang mengadili adalah almarhum Artidjo Alkostar.
Jero kemudian mengajukan Peninjauan Kembali, tetapi ditolak MA.
Terpidana kasus korupsi penyelenggaraan daa haji pada 2010-2013 dan penggunaan dana operasional menteri, Suryadharma Ali berkemas usai menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) dengan agenda pembacaan kesimpulan dari pemohon di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/7). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Suryadharma Ali
Suryadharma Ali dijerat KPK dalam kasus korupsi penyelenggaraan haji. Dalam sidang tuntutan, ia dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Menag selama pelaksanaan haji 2010-2013.
ADVERTISEMENT
Ia dinilai menyalahgunakan wewenang mulai dari penentuan petugas haji, pengangkatan petugas pendamping amirul hajj, pemondokan, hingga pemanfaatan sisa kuota haji. Ia juga dinilai menyelewengkan dana operasional menteri Rp 1,8 miliar.
Penyalahgunaan ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.
Atas perbuatannya, ia dituntut 11 tahun penjara oleh KPK. Selain itu, Suryadharma juga diminta membayar uang denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti Rp 2,2 miliar.
Ia dituntut berdasarkan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Vonis Hakim
Hakim kemudian menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara terhadap Suryadharma, ditambah denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia dinilai bersalah melakukan korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013.
ADVERTISEMENT
Suryadharma juga diharuskan mengembalikan uang pengganti Rp 1,8 miliar subsider 2 tahun kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK.
Atas vonis tersebut, Suryadharma mengajukan banding. Banding itu ditolak, dan bahkan hukuman Suryadharma diperberat menjadi 10 tahun penjara. Selain itu, hak politik Suryadharma Ali dicabut selama lima tahun setelah hukuman badan selesai dijalani.
Ia tidak mengajukan kasasi atas vonis tersebut. Namun, ia mengajukan peninjauan kembali alias PK. Namun, MA menolak PK tersebut.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: