Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Tak ada yang berbeda dari aktifitas bongkar muat barang di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Selasa (6/6). Sejak dahulu kala, kapal-kapal dari berbagai penjuru nusantara berlabuh menyandarkan dirinya melepas penat setelah mengarungi samudera luas di tempat ini.
ADVERTISEMENT
Matahari siang saat itu amat terik. Memaksa peluh para pekerja pengangkat muatan. Truk-truk dari berbagai kota berdatangan ke sini sejak pagi. Membawa bahan makanan, seperti beras, kedelai, dan gandum untuk kemudian dibawa ke seluruh daerah di Indonesia.
Ada semen untuk membangun, buah buahan untuk dimakan dan sebagainya. Semuanya dibawa ke pelosok nusantara seperti salah satu kapal yang sedang melakukan aktifitas mengisi muatan ratusan ton bahan pangan beras dan kacang kedelai ke Bangka belitung.
[Baca juga: Ragam Masjid Raya Megah di Jakarta ]
Di tengah himpitan kapal-kapal yang bersandar ini rupanya ada sosok Edi, seorang pekerja bongkar muat berusia 31 tahun terlihat kelelahan usai bekerja. Edi sejenak berlindung dari sengatan matahari yang begitu terik. Dari jauh terlihat dia memejamkan mata, meluruskan badannya setelah seharian penuh bekerja melakukan bongkar muat barang.
ADVERTISEMENT
Edi tak sendiri, teman-teman di sekitarnya terlihat sedang mengobrol mengisi waktu menunggu muatan dari truk lain datang. 17 truk dengan muatan yang beragam, hingga sore ini telah Edi dan kawan-kawan sikat habis muatannya untuk dimasukkan ke atas kapal. Meski lelah tak terbayangkan, namun Edi tetap berpegang teguh pada kewajibannya sebagai islam menunaikan puasa.
Edi bukanlah orang baru di pelabuhan ini. Tahun 2001 silam dia memutuskan untuk hijrah dari kampung halamannya di pekalongan ke Jakarta mencari penghasilan, hingga akhirnya nasib membawa Edi bertemu kapal-kapal pinisi di pelabuhan yang sudah berdiri ratusan tahun ini.
[Baca juga: Lebih Dekat Melihat Masjid Unik Al-Safar]
Ada sedikit perbedaan pendapatan yang Edi ceritakan pada bulan puasa dibandingkan hari hari pada umunya. Edi mengaku di bulan puasa ini, tak begitu besar dibandingkan dengan hasil kerjanya saat di luar bulan ramadan.
ADVERTISEMENT
"Agak sepi. Berbeda sama hari-hari biasanya. Kalau hari biasa dapatnya lumayan. Enggak tentu juga kalau lagi banyak ya banyak. Kalau seperti sekarang begini ya kurang aja begitu," kata Edi saat diwawancarai kumparan (kumparan.com) usai bekerja, Selasa (6/6).
16 tahun sudah Edi bekerja sebagai tenaga bongkar muat barang dari kapal-kapal yang bersandar. Saat bulan puasa tiba, Edi mengaku tak ada pola makan, rahasia khusus ataupun menu makanan khusus untuk menjaganya tetap kuat melakukan aktifitas bongkar muat. Hanya niat yang besar, ikan goreng dan segelas susu buatan sang istri yang menjadi bekal Edi bekerja.
"Paling ya minum susu satu gelas saja sudah cukup. Yang bikin kuat sebenarnya kita tahan-tahanin aja. Puasa ini memang sudah saya niat niatkan, ini kewajiban saya ya saya lakuin aja sebagaimana mestinya," kata Edi dengan nada semangat.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Edi kemudian bercerita, dia kerap kali menemui pengalaman yang kurang enak saat tak mendapatkan sama sekali muatan yang bisa diangkut ke kapal. "Sering kali mas, ditunggu-tunggu seharian enggak ada sama sekali. Sudah biasa seperti itu, mau gimana lagi memang sudah kerjaannya begini," sambung Edi.
Meski harus menahan lapar dan haus, Edi masih tetap ingat untuk selalu bersyukur. Tak ada sedikitpun terbesit dalam pikirannya untuk begitu saja membatalkan puasanya walau telah seharian bekerja. Penghasilannya yang tak seberapa ini selalu disyukuri dengan baik.
"Namanya kuli ya borongan sih mas. Kemarin aja sehari cuma dapat Rp 40.000. Kalau nasib baik kadang-kadang sampai seratus lebih. Karena di sini tergantung barang, apakah lancar, ya kita dapat, kalau engga ya nasib nasiban saja."
ADVERTISEMENT
"Tapi ya kita bersyukur, apa yang diberi tuhan kita syukuri saja. Sudah berjuang berusaha berikhtiar, masalah rezeki mah sudah ada yang ngatur. Begitu aja," ujar ayah 2 anak ini.
Seperti diketahui, sistem bongkar muat barang di sini dilakukan secara semi tradisional. Barang-barang yang datang semua diangkut dari dan menuju kapal menggunakan crane diesel sederhana dibantu oleh tenaga manusia.
Tenaga manusia seperti Edi memang masih dibutuhkan di pelabuhan kecil seperti Pelabuhan Sunda Kelapa ini yang cukup identik dengan muatan-muatan yang tak begitu besar dibandingkan pelabuhan modern seperti Tanjung Priok yang sudah mengandalkan crane-crane raksasa untuk mengangkut muatan besar seperti kontainer.
ADVERTISEMENT
Sosok seperti Edi dan kawan-kawannya masih eksis di tengah hiruk pikuk dan kesibukan bongkar muat pelabuhan modern dewasa ini. Edi masih tetap berpuasa hingga sore ini.