Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Nama programnya makan bergizi gratis . Kalau anggarannya Rp 7.500–9.000 per porsi, dapat gizi apa? Bisakah program andalan Prabowo ini tetap bergizi meski anggarannya masih digodok dan diutak-atik?
***
Ibu penjaga warteg menyodorkan piring berisi nasi putih, tumis taoge kacang panjang, dan tempe orek. Menu itu adalah makan siang yang dibeli dengan uang 9.000 rupiah. Porsi tersebut bisa mengobati perut kosong, tapi kandungan gizinya tak memadai.
kumparan sengaja meminta penjaga warteg menyajikan makanan seharga Rp 9.000 itu. Menu tersebut bisa jadi gambaran jika anggaran makan bergizi gratis, program andalan Prabowo-Gibran , dikurangi dari mulanya Rp 15.000 per porsi menjadi hanya Rp 7.500 sampai Rp 9.000.
“[Harga Rp 9.000] tidak dapat telur,” kata penjaga warteg di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
Guru Besar Pangan dan Gizi IPB Prof. Ali Khomsan menilai makanan porsi Rp 9.000 dari warteg itu belum mencukupi gizi, sebab di dalamnya tak terdapat protein hewani seperti daging ikan, ayam, sapi, atau telur. Padahal, protein hewani punya fungsi penting untuk mendukung pertumbuhan sel dan memperkuat daya tahan tubuh.
“Untuk program perbaikan gizi harusnya selalu ada pangan hewani,” kata Ali kepada kumparan, Kamis (18/7).
Bila hidangan 9.000 rupiah di Jakarta tak memadai gizinya, apalagi 7.500 rupiah. Menurut Prof. Ali, uang Rp 7.500 hanya cukup untuk snack bergizi, bukan makanan utama, dan minus susu pula.
Wajar, sebab harga susu UHT satuan ukuran 125 ml saja sudah Rp 4.000–5.000, sedangkan ukuran yang lebih besar Rp 6.000. Itu pun masih hitungan harga di Pulau Jawa, belum di luar Jawa, termasuk Papua, yang harganya bakal lebih tinggi karena tambahan biaya distribusi.
Kalau sekadar snack bergizi, ujar Prof. Ali, bisa mencontoh program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) yang pernah digalakkan Orde Baru, lalu dimunculkan lagi pada era Reformasi di beberapa daerah, termasuk Jakarta.
PMTAS menggunakan pangan lokal bergizi. Dengan begitu, penggunaan bahan makanan impor seperti gandum pun bisa diminalisir.
Meski demikian, bukan berarti Rp 7.500 tak bisa dianggarkan untuk makanan pokok yang terdiri dari nasi, telur, dan sayur alakadarnya. Menurut Ali, menu itu masih bisa didapat dengan harga Rp 7.500 di beberapa daerah yang harga telurnya lebih terjangkau, yakni Rp 2.000–2.500 per butir.
“Tetapi tidak mungkin anak-anak dikasih nasi telur terus,” kata Ali.
Menengok Sarapan Gratis ala Anies Baswedan
Linda Lestari, Kepala Sekolah SDN Kedaung Kaliangke 03 Pagi, Jakarta Barat, menerima kumparan yang menyambangi sekolahnya di tengah jam istirahat siswa nan riuh. Lima tahun lalu, saat Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, anak didik Linda pernah mendapat sarapan gratis.
Ketika itu, sekolah tempat Linda bertugas pernah memberikan sarapan gratis untuk siswa lewat program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) yang digelar Pemprov DKI Jakarta.
PMTAS yang digalakkan Anies menyasar sebagian anak SD, PAUD, dan SLB yang tak sempat sarapan sebelum berangkat sekolah. Pada 2019, program ini disebut memberi manfaat kepada 144.722 peserta didik dari 459 sekolah di Jakarta.
Pada awal PMTAS dilancarkan Pemprov DKI, pemberian sarapan gratis ke peserta didik dilakukan setiap hari. Namun, program ini terhenti waktu pandemi COVID-19. Meski kemudian sempat dilanjutkan tahun 2022 usai pandemi, pemberiannya tak lagi harian. Kini, program ini pun telah berhenti.
Pemberian makan gratis versi PMTAS dikelola oleh Komite Sekolah. Pemprov DKI menggelontorkan dana beserta menu makanan yang telah ditentukan dengan harga paket Rp 10.890 per anak.
Menu paketnya ditentukan Pemprov lewat pengawasan gizi, sedangkan kandungan makanannya diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ada 29 jenis makanan yang dimasukkan dalam daftar menu untuk disajikan bergantian seperti nasi goreng dan telor ceplok, susu UHT dan kroket, sayur sop daging, roti dan pisang, jagung susu keju (jasuke) dan salak, onde-onde kacang hijau dan susu UHT, lemper isi ayam dan kelengkeng, maupun puding buah dan jambu air.
“Komite [Sekolah] yang punya dapur. Jadi mereka dikasih wewenang untuk mengelola,” kata Linda.
Perempuan yang sudah mengabdi sebagai guru SD sejak 1996 itu mengatakan, dengan harga Rp 10 ribu, mereka masih bisa menyediakan sarapan dengan takaran gizi yang sudah ditentukan. Tapi untuk makan bergizi gratis, kata dia, belum tentu bisa diterapkan.
“Kalau [program] yang baru ini kan makan [pokok], berarti ada nasinya, lauknya 4 sehat 5 sempurna. Kalau yang kemarin PMTAS doang, bentuknya kue sama susu. Kalau buat kue-kue aja, sih, insyaallah cukup, [asal] bukan makanan berat,” ujar Linda.
Mengintip Menu Bergizi Ideal di Sekolah Swasta
kumparan mendatangi sekolah swasta di Jagakarsa, Jakarta Selatan, untuk melihat bagaimana penyajian menu makan bergizi yang ideal kepada siswa.
Kepala Sekolah SDI Tunas Mandiri, Saeful Anwar, menyodorkan daftar menu makan siang dari Senin sampai Jumat. Di sana tertulis rapi dan jelas makanan jasa boga yang disediakan sekolah bekerja sama dengan penyedia jasa makanan di sekitar sekolah.
Tercantum untuk Senin tersedia: nasi putih, ayam goreng mentega, sauteed mix vege, cimory yoghurt; Selasa ada nasi, dori mayonaise, tumis buncis jagung, pudding; lalu Rabu nasi putih, soto betawi daging, kerupuk ikan, buah; Kamis tersedia spaghetti bolognese, sosis bakar, chicken nugget, dan susu; untuk Jumat disediakan mie ayam dan yakult.
Menu tersebut berubah setiap minggu agar anak tidak bosan dan dikirimkan ke orang tua siswa. Pemesanan dilakukan seperti jasa katering pada umumnya dengan nilai di atas Rp 15.000.
“Memang itu orang tua harus membayar, besarannya kisaran Rp 20 ribu untuk lunch box,” kata Saeful sambil menunjukkan paket berisi mie ayam dan minuman yakult. Hari itu bertepatan Jumat yang berarti waktunya makan berat non-nasi.
Saeful juga menunjukkan kantin tempat makan siswa. Di ruangan yang dilengkapi dengan tempat menyusun makanan anak yang siap santap itu, Saeful memperlihatkan kotak plastik berisi hamburger dan kentang goreng, kemudian di tangan satunya ada kotak sama di dalamnya ada teh kotak ukuran sedang-makaroni-bakpao kecil. Itu adalah paket sarapan yang juga disediakan bagi peserta didik.
“[Harganya] 17 ribu untuk snacks box,” kata Saeful.
Peserta didik SD Islam Tunas Mandiri tidak sebanyak sekolah negeri. Kelas mereka hanya dibatasi 25 siswa di tiap ruangan. Para siswa berada di sekolah dari pukul 7.30 WIB sampai 14.15 WIB. Waktu panjang di sekolah tersebut menjadi alasan sekolah menyediakan dan memfasilitasi katering makan siang.
“Supaya meringankan beban orang tua untuk menyiapkan makan siang anak-anak,” kata Saeful.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengusulkan penyiapan makanan dilakukan di sebuah dapur umum di tiap-tiap kelurahan atau desa. Mereka yang memasak adalah kader lokal seperti ibu-ibu PKK, Posyandu, maupun tenaga kesehatan, dengan upah tertentu. Selanjutnya makanan yang sudah jadi disalurkan ke sekolah-sekolah.
“Kalau diserahkan sekolah nanti harus masak kasihan gurunya, nanti tidak fokus ngajar, fokusnya masak,” ucapnya.
Adapun secara ideal, kata Ali, gizi ideal yang dibutuhkan anak per hari adalah 2.000 kalori dan 40-50 gram protein. Hitungan ini dapat ditakar dalam tiga kali makan, yang dibagi masing-masing sarapan menyumbang 25%, makan siang 35%, dan santap malam 30%.
Untuk menggenapi 100%, berasal dari jajanan atau snack di antara makan siang dan makan malam. Pencapaian 2.000 kalori dan 50 gram protein lebih mudah dicapai bila anak makan bergizi tiga kali sehari ditambah snack dua kali sehari.
Apakah Menu Rp 7.500 Bisa Bergizi?
Jika anggaran makan gratis benar-benar dipangkas Rp 7.500 sampai Rp 9.000 per porsi, kebutuhan gizi masih bisa didapat namun kualitasnya tidak sama dan menunya terbatas.
“Misalnya Rp 15.000 bisa dapat telur dan daging ayam, kalau dananya turun dikasih tempe dan telur saja. Jadi hitung-hitungan proteinnya bisa terpenuhi, tapi kualitasnya beda. [Sebab] daya cerna protein pangan hewani jauh lebih unggul dibandingkan pangan nabati,” ujar Ali.
Hasto Wardoyo menilai skenario yang paling memungkinkan jika anggaran makan bergizi dipangkas setengah, adalah mengutamakan lauk-pauknya. Sedangkan nasinya siswa membawa dari rumah.
“Semisal kalau karbohidrat kenapa harus diberi, pasti sudah punya beras. Jadi bisa hanya diberi lauknya. Harapannya komponen lainnya seperti sayur harganya relatif terjangkau. Bagi saya karbohidrat tiap keluarga pasti punya,” kata Hasto saat ditemui kumparan di kantornya, Jakarta Timur, Jumat (19/7).
Skenario tersebut bisa dipakai dalam rangka penghematan. Hemat menyusun menu dengan mengeluarkan karbohidrat dan memprioritaskan pada pangan hewani seperti daging-dagingan yang tak terjangkau masyarakat.
Jika ingin memperluas target penerima, Hasto mengusulkan agar melibatkan pengusaha lewat skema corporate social responsibility (CSR).
“Ini skenario gotong royong, jadi tidak semua mengandalkan pemerintah uangnya. Banyak perusahaan yang bisa jadi bapak asuh anak stunting lewat CSR. Berarti yang dikawal CSR tidak perlu dicover pemerintah,” kata Hasto.
Terpenting, kata Hasto, makanan yang disediakan untuk program ini bahan bakunya harus berbasis lokal, bukan impor. Ia mencontohkan apabila tidak menggunakan nasi sebagai sumber karbohidrat, maka penggantinya bisa singkong atau ubi jalar. Jangan sampai sumber karbohidratnya menggunakan mie atau roti yang bahan bakunya impor yakni gandum.
“Spirit makan gratis salah satu dampak yang sangat bermanfaat adalah mendongkrak ekonomi rakyat, uang Rp 71 triliun berputar di lokal. Sayang kalau diganti roti atau mie. Kalau begitu berarti capital flight (uang keluar)” ucap Hasto.
Anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Hasan Nasbi membantah adanya penurunan nilai anggaran per anak untuk makan bergizi gratis. Keputusan mengenai nilai paket per anak saat ini belum ditentukan. Tim mereka masih terus melakukan uji coba.
“Angka-angka Rp 7.500 hingga Rp 9.000 itu enggak ada sama sekali di tim yang sedang melakukan uji coba,” kata Hasan Nasbi.
Perlunya Skala Prioritas
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai program penambahan gizi anak memang diperlukan karena tingkat stunting masih tinggi. Namun ia mewanti-wanti agar program yang dimulai dengan anggaran besar ini targetnya tepat sasaran, yakni balita dan anak SD.
“Jadi, saya melihat itu [balita, SD, dan ibu hamil] yang paling prioritas saat ini,” kata dia.
Hasto juga berharap baduta atau bayi sejak dalam kandungan hingga usia 24 bulan, masuk dalam sasaran program makan bergizi gratis. Sebab 1.000 hari pertama anak sangat krusial untuk menekan stunting.
“Kalau di negara-negara maju ibu hamil dan balita menjadi focus of interest untuk program-program seperti ini. Karena usia kritisnya ada di 1.000 hari pertama kehidupan,” ucap Hasto.
Pada Februari 2024, Airlangga menyebut target penerima makan gratis total berjumlah 70,5 juta jiwa. Rincian penerimanya yakni balita 22,3 juta, siswa TK 7,7 juta, siswa SD 28 juta, dan siswa madrasah/SMP 12,5 juta orang. Tahap awal, makan gratis akan diberikan untuk balita dan ibu hamil. Tahap selanjutnya untuk murid TK, SD, SMP di daerah yang memiliki angka stunting tinggi.