Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Menapaki Ekologi Berbalut Rohani di Bumi Langit Yogya
3 Mei 2017 9:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Bangunan joglo khas Jawa berderet di atas bukit kapur di selatan Yogyakarta. Di sekelilingnya, terdapat petak-petak ladang sayur. Pada bagian belakang, terdapat peternakan berisi beberapa kambing dan sapi.
ADVERTISEMENT
Area semacam itu sesungguhnya khas pinggiran Yogyakarta --kota yang dikelilingi ratusan desa wisata. Namun tempat ini lain.
Bangunan joglo, ladang sayur, dan peternakan milik Bumi Langit Insitute bukan semata-mata dirancang demi estetika guna memuaskan mata manusia.
Lahan seluas tiga hektare yang terletak Jalan Imogiri Mangunan KM 3, Kabupaten Bantul, ini memiliki landasan filosofi yang luhur dalam bercocok tanam yang sarat makna.
Pemilik Yayasan Bumi Langit, Iskandar Woworuntu, punya pikiran khas dan tujuan jelas ketika membangun kompleks itu. Ia tak berlagak direktur sebuah unit usaha yang berorientasi pada keuntungan, atau menggenggam ambisi pelestarian lingkungan.
Bumi Langit ia dirikan sebagai sarana ibadah. Sesederhana itu.
Saya pertama kali mengenal Iskandar tahun 2015 ketika melakukan kunjungan ke Bumi Langit dalam rangka kelas Politik Ekonomi Lingkungan.
ADVERTISEMENT
Iskandar dengan lihai menjelaskan apa yang baik dan apa yang buruk bagi lingkungan, dari yang sederhana hingga kompleks.
Namun yang paling mengagumkan dari gagasan ekologis Iskandar adalah balutan nilai rohani yang jernih.
“Alasan mendirikan Bumi Langit adalah bagian dari perjalanan spiritual saya,” kata Iskandar ketika berbicara dengan kumparan (kumparan.com), Selasa (2/5).
Bumi Langit menggunakan sistem pertanian permakultur atau permanent agriculture, yang secara harfiah berarti teknik ekologi atau desain lingkungan yang mengembangkan arsitektur berkelanjutan dan sistem pertanian swadaya berdasarkan ekosistem alam.
Konsep permakultur lebih mendalam dari pertanian organik yang menyelaraskan konsumsi manusia dengan kemampuan alam. Semua yang dikonsumsi di Bumi Langit, mulai makanan hingga sumber energi, dihasilkan dari sumber-sumber milik Bumi Langit sendiri.
ADVERTISEMENT
Pilihan untuk kembali menjadi manusia yang memenuhi kebutuhannya dengan bertani sendiri, sarat dengan nilai kepercayaan yang Iskandar peluk.
“Permakultur menjadi berbeda karena berasaskan adab (akhlak). Kalau kita merujuk hidup pada adab dan etika sebagai titik pijak, maka hidup itu jadi menyeluruh,” ujarnya.
Menurut Iskandar, manusia tidak bisa mengesampingkan satu aspek dan lainnya. Setiap elemen memiliki keterkaitan dalam rantai kehidupan.
Pandangan semacam itu diyakini Iskandar akan menghindarkan manusia dari dosa dan sikap serakah.
“Jika kita melihat dengan cara itu, maka kita tidak akan mengekspoitasi (alam) karena kita punya kerendahan hati.”
Di samping bangunan joglo yang menjadi etalase Bumi Langit, hamparan kebun sayur dan buah berjejer. Kebun-kebun tersebut menjadi sumber pasokan pangan bagi para pengunjung yang datang ke Bumi Langit.
ADVERTISEMENT
Berjalan ke area peternakan di bagian belakang, anda akan menjumpai banyak tong besar dan pipa-pipa melintang. Tong tersebut adalah biogas di mana feses manusia dan kotoran hewan bertemu lalu menyuplai energi yang dibutuhkan rumah-rumah yang berdiri di sana.
Konsep Bumi Langit dalam melihat sumber kebutuhan memang benar-benar berbeda, tidak seperti manusia modern yang mengandalkan sirkulasi komoditas pertanian lewat produksi massal.
Iskandar menegaskan, apa yang diterapkan Bumi Langit bukan berarti membuat manusia berjalan mundur.
“Kita sudah terlalu termanjakan oleh barang-barang yang jadi sumber kejahatan. Hidup bisa menghidupi kehidupannya, namun kita selama ini malah terlalu sering mengambil,” ujarnya.
“Permakultur bukan masa lalu. Kami berjalan bersama kearifan masa lalu dengan merangkul teknologi,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Jika anda ingin mendapat ilmu tentang keselarasan alam di Bumi Langit, tempuhlah perjalanan 40 menit melalui Jalan Raya Imogiri Yogyakarta. Rombongan di atas 10 orang perlu melakukan reservasi karena semua bahan baku perlu disiapkan lebih dulu.