Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Zulkifli Hasan tampak tersenyum ceria. Lewat Insta Story-nya ia memamerkan momen-momen kebersamaan para petinggi partai PAN dan PKS dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Partai Gerindra .
ADVERTISEMENT
“Acara di Gerindra, lagi naik kuda,” ucap sang Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu di Insta Story-nya.
Tampak juga Ketua Dewan Pembina PAN Amien Rais, Presiden PKS Sohibul Iman, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Mereka berkuda bersama mengiringi Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto , menginspeksi pasukan di acara pembukaan Rakornas yang berlangsung di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Rabu (11/4).
Sebuah ‘pertunjukan’ yang tampak meyakinkan.
“Tadi naik kuda bareng Pak Amien, Pak Zulkifli, dan Pak Sohibul Iman. Ini ada satu ritme yang sama, satu suasana kekeluargaan yang makin intens,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono menanggapi momen hangat tersebut.
Secara lebih lugas, Arief Poyuono mengatakan, “Kami percaya sama sahabat-sahabat PKS dan PAN, karena kami bertiga ini sudah seperti saudara… PKS dan PAN pasti akan mengusung Pak Prabowo Subianto.”
ADVERTISEMENT
Hari itu, Prabowo menerima mandat (lagi) sebagai calon presiden dari Gerindra, partai yang ia bangun dan pimpin.
“Sebagai mandataris partai, sebagai pemegang mandat saudara sekalian, sebagai Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum hasil tiga kali kongres, saya menyatakan diri tunduk dan patuh,” ucap Prabowo disusul seruan “Allahu Akbar” dan “Prabowo Presiden” dari para kader Gerindra.
Tapi apakah koalisi sudah pasti? Belum tentu. Tak peduli disebut saudara atau keluarga, jika ternyata memiliki kepentingan berbeda, semua bisa berubah. Begitulah kira-kira tabiat dalam politik.
Maka tak aneh, sepulang diajak berkuda bersama Prabowo, Zulkifli Hasan menegaskan, “Belum koalisi dan kami belum (menyatakan) mendukung.” Menurutnya, PAN belum memutuskan akan berkoalisi dengan siapa. “Mungkin awal Mei mulai kelihatan.”
ADVERTISEMENT
Kehadiran PAN di Hambalang bagi Zulkifli sebatas ucapan terima kasih kepada Gerindra. “Kami diundang Gerindra datang sebagai mitra yang mengusung saya sebagai Ketua MPR,” ucap Menteri Kehutanan periode 2009-2014 itu.
Setali tiga uang dengan PAN, PKS juga menyatakan hal yang senada. “InsyaAllah PKS akan berikan kepastian (koalisi) paling telat awal Agustus,” kata Presiden PKS Sohibul Iman kepada kumparan, Jumat (13/4).
Maka, hingga tenggat waktu pendaftaran capres-cawapres Agustus nanti, semua kemungkinan masih terbuka. Termasuk peluang batalnya Prabowo maju untuk kali ketiga di Pemilu Presiden 2019.
ADVERTISEMENT
Tawar-menawar PAN dan PKS
Untuk mengusung calon presidennya, Gerindra tak bisa sendiri. Ia butuh setidaknya 39 kursi lagi untuk menggenapi syarat presidential threshold sebesar 20 persen suara atau minimal 112 jumlah kursi di DPR.
“Istilahnya harus beli ‘tiket’ ya. Harga tiketnya kebetulan 112 kursi. Ini kan sekarang di dompet kami (Gerindra) cuma ada 73 kursi, perlu 39 kursi lagi,” kata Wasekjen Gerindra Aryo Djojohadikusumo saat ditemui kumparan di apartemennya, Senopati Suites, Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Jika Gerindra bisa menggandeng kawan lamanya, PKS yang memiliki 40 kursi, maka terpenuhi sudah syarat tersebut. Tapi tentu itu saja belum cukup kuat untuk bisa memenangi Pilpres 2019 mendatang.
PKS yang tampaknya lebih mesra dengan Gerindra enggan buru-buru mengumumkan dukungannya terhadap Prabowo Subianto, meski sinyal kuat telah mereka berikan.
Selang sehari setelah berkuda bersama di Rakornas Gerindra, Presiden PKS Sohibul Iman mengajukan sembilan nama cawapres untuk Prabowo. Nama-nama itu adalah Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al-Jufrie, Tifatul Sembiring, Al Muzzammil Yusuf MS, serta Mardani Ali Sera.
ADVERTISEMENT
Keinginan PKS, baik merapat ke kubu Jokowi atau Prabowo, sudah paten: mengajukan cawapres. Tiga hari sebelum pemberian mandat terhadap Prabowo, Sohibul Iman menegaskan, “Call (panggilan) kami adalah cawapres dari kami.”
“Kalau Pak Jokowi jadi capres, Pak Prabowo jadi capres, kami bisa milih kita jadi cawapres mana, yang paling memungkinkan secara rasional,” tutur Sohibul Iman di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (8/4).
Dan secara rasional, kecil kemungkinan PKS bisa mengajukan nama cawapres untuk Jokowi. Alasannya, karena sudah terlalu banyak nama yang antre untuk dipilih mantan Wali Kota Solo itu.
“Kalau kami masuk di situ (poros Jokowi), boro-boro jadi capres, jadi cawapres pun kami enggak mungkin. Padahal, amanat Majelis Syuro jadi capres atau jadi cawapres,” ujar Sohibul saat itu.
ADVERTISEMENT
Dari sembilan nama yang telah diajukan PKS, menurut Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, telah mengerucut pada tiga pilihan. Dan tentu saja nama itu masih dirahasiakan.
Tapi tunggu dulu, sembilan nama itu bisa saja mengerucut menjadi tiga atau malah bertambah, siapa tahu. Semua kepastian itu masih menanti putusan Majelis Syuro PKS.
Cawapres dari PKS sebagai syarat koalisi itu ditanggapi oleh PAN, yang juga potensial untuk membangun koalisi. “Dalam politik saya kira enggak pakai maksa-maksa. Kawin saja enggak boleh paksa, apalagi koalisi, ya,” kata Zulkifli Hasan di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (12/4).
PAN yang memiliki 48 kursi DPR pada pileg lalu juga belum memutuskan akan ke mana dukungannya. Mereka pun tengah menimbang untuk memajukan sang ketua umum, Zulkifli Hasan, dalam perebutan takhta di Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
“Saya pikir sampai saat ini kami masih konsisten. Kami secara konsisten ingin mengedepankan kader terbaik, kader terbaik kami hari ini namanya Zulkifli Hasan,” ujar Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno di kantor DPP PAN, Jakarta Selatan.
Sementara itu sikap resmi partai, menurut Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais, baru akan dibuat April atau Mei ini. “Kalau sikap resmi di partai, itu akan disampaikan dalam Rakernas.”
Di sisi lain, PKS masih memberi harapan kepada Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI yang kini sedang gencar mencari kendaraan politik agar bisa ikutan nyapres. Setelah sempat gagal bertemu, Gatot masih ngotot untuk kembali menjadwalkan agenda bersama PKS.
“Jadi dua atau tiga minggu lalu saya sudah memberi waktu ketemu Pak Gatot, hari Jumat. Tapi ternyata beliau ada keperluan lain… Sekarang beliau (Gatot) sudah minta bertemu lagi,” ujar Sohibul Iman di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Sampai sekarang jadwal pertemuan masih diatur bersama Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN), barisan pendukung Gatot. Di hari itu RSPN bertandang ke kantor DPP PKS di Jalan TB Simatupang, Jakarta.
Pertemuan yang berlangsung selama 1,5 jam itu bertujuan untuk menawarkan Gatot sebagai calon presiden.
“Alhamdulillah PKS menerima kami dengan seimbang, sempurna karena kami banyak juga sharing-sharing tentang gimana nanti Pak Gatot harus melakukan sesuatu untuk mencalonkan presiden di 2019,” ujar Ketua Umum RSPN Rama Yumatha.
Tapi, tawaran itu tampaknya belum akan terjawab hingga pertemuan bersama Gatot dan Majelis Syuro PKS terwujud.
“Figurnya (capres atau cawapres) masih mungkin siapapun. Tapi sampai saat ini komunikasi paling tinggi dengan Gerindra,” kata Ketua Bidang Pencapresan DPP PKS Suhud Alynudin.
ADVERTISEMENT
Barisan pendukung Gatot tak hanya menyasar PKS, tapi juga PAN yang sama-sama masih terbuka pintunya dalam mengusung capres atau cawapres.
“Rencananya kami ke PAN, ada rencana juga Demokrat. Sepanjang memang memungkinkan, kami akan datang,” ucap Penasihat RSPN Reza Pahlevi.
Sikap PKS dan PAN yang masih menahan diri, menurut pengamat politik LIPI Siti Zuhro, adalah demi menjaga suara dukungan partai.
“Partai yang mengusung calon akan amat mempengaruhi elektabilitas partai. Sehingga dampak-dampak dari pemilu serentak seperti ini sedang dipikirkan secara serius oleh partai,” kata Siti.
“Jadi dari partai menghitung betul dampak-dampak politik, dampak-dampak positif dan negatifnya dan ingin mengurangi sebesar-besarnya dampak negatifnya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sementara peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi menilai, sikap partai yang belum menyatakan secara resmi dukungannya kepada Gerindra, erat hubungannya dengan urusan bagi-bagi jatah kursi di kemudian hari.
“Aspek pembagian kekuasaan yang dibayangkan di masa depan kalau menang, juga belum dibicarakan. Masing-masing pihak secara rasional tidak akan memberikan dukungan tanpa kejelasan imbalan politik,” kata Dodi.
Partai Pemerintah Membelot?
“Ini ada partai dari pemerintah yang dukung pemerintah, pasti akan dukung Prabowo. Ya adalah, rahasialah gitu kan. PKS sudah pasti, ditambah partai dari pemerintah. Ya kita masih rahasiakan, pokoknya partai hijau dan merah,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono.
ADVERTISEMENT
Partai mana yang dimaksud Arief akan bermanuver itu?
Keesokan harinya, di sela Rakornas Gerindra, Arief menyatakan akan segera menemui perwakilan ‘partai hijau’ yang ia sebut itu. “Saya akan bertemu orangnya dulu, ketemu pimpinannya malam ini.”
Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono mengamini kemungkinan itu. “Sudah mulai ada titik teranglah. Sudah lebih dari 50 persenlah,” kata Ferry terkait penjajakan terhadap partai hijau itu.
Omong-omong partai hijau, ‘hijau’ tentulah identik dengan warna PKB dan PPP.
PPP dengan tegas membantah rumor tersebut. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan partainya tetap mendukung Joko Widodo di 2019. Bahkan, Sani menekankan kesetiaan terhadap Jokowi tetap dipertahankan meski kubu Prabowo menawarkan jatah cawapres bagi PPP.
ADVERTISEMENT
“Di tempatnya Pak Prabowo kan sudah ada PKS yang akan mengawal agenda keumatan, jadi biarkan kami yang mengawal agenda keumatan yang sama bersama Pak Jokowi. Urusannya tidak melulu harus posisi cawapres,” kata Sani.
PKB juga menyatakan hal serupa. “Kami kan sudah deklarasi untuk Pak Jokowi berpasangan dengan PKB, Pak Muhaimin. Ya mesti ke sana,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Faisol Reza.
Kecuali, jika tawaran berpasangan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar ini ditolak oleh Jokowi.
“Kalau Pak Jokowi tidak memilih Pak Muhaimin, kami akan bertanya kembali ke kiai-kiai yang sudah memerintahkan Pak Muhaimin maju sebagai cawapres, kira-kira perintah selanjutnya apa,” kata Faisol.
Jadi, semua ini mau-tak-mau bergantung pada jatah kekuasaan. Sebab, dalam dunia politik, bisa berbuat sesignifikan apa tanpa kuasa digenggam di tangan?
ADVERTISEMENT
------------------------
Ikuti terus laporan mendalam Ikhtiar Pamungkas Prabowo di Liputan Khusus kumparan.