Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ada ragam emosi netizen usai menonton debat capres . Drone Emprit yang memonitor percakapan netizen di medsos menganalisis sentimen mereka. Emosi warganet terhadap Anies Baswedan didominasi elemen keterkejutan (2.900 postingan); terhadap Prabowo Subianto didominasi kekagetan dan ketakutan (2.000 postingan); dan terhadap Ganjar Pranowo didominasi kepercayaan (1.000 postingan).
Itu baru debat capres perdana di Pilpres 2024 . Masih tersisa 4 debat lagi, termasuk debat cawapres yang tak kalah dinanti publik. Siapa pasangan capres-cawapres yang paling mampu memanfaatkan momentum debat?
***
Menembus kemacetan Jakarta saat pulang kerja pada Selasa petang (12/12), Putra sampai di rumahnya di Bekasi sekitar pukul 18.30 WIB. Setelah mandi dan bermain sejenak bersama kedua anaknya, pekerja 33 tahun di sebuah perusahaan startup itu bersiap di depan televisi. Ia ingin melihat debat capres perdana untuk Pilpres 2024 yang digelar malam itu.
Bagi capres nomor 1, Anies Baswedan, dan capres nomor 3, Ganjar Pranowo, debat calon presiden malam itu adalah yang pertama. Namun bagi capres nomor 2, Prabowo Subianto, debat itu adalah yang ketiga. Prabowo mengikuti debat capres pertamanya pada 2014 dan yang kedua pada 2019. Sepuluh tahun sebelumnya, 2009, Prabowo bahkan mengikuti debat cawapres. Pada Pilpres 2009 itu, ia maju mendampingi Megawati Soekarnoputri.
“Saya mau lihat penampilan Anies dan Ganjar yang pertama kali ikut debat Pilpres; juga Prabowo yang di Pilpres 2024 ini di-branding gemoy (menggemaskan),” kata Putra kepada kumparan, Kamis (14/12).
Pekerja rantau asal Surabaya itu baru kali ini berminat melihat debat antarkontestan untuk menentukan sikapnya di Pilpres 2024. Pada pemilu-pemilu sebelumnya, Putra tak terlalu peduli meski ia telah mendapatkan hak pilih sejak di Pilpres 2009, bersamaan dengan pertama kalinya Prabowo ikut Pilpres.
Bagi Putra yang belum memutuskan pilihan capres-cawapresnya di Pilpres 2024 (undecided voters), forum debat menjadi cara untuk melihat kemampuan masing-masing capres dan cawapres.
Dari debat perdana tersebut, Putra melihat Anies paling menguasai situasi dan mengambil posisi tegas sebagai pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Sementara Ganjar menurutnya tidak terlalu menonjol dan tak punya posisi tegas.
Di sisi lain, Prabowo yang ingin melanjutkan pemerintahan Joko Widodo ia rasa cukup emosional dalam menanggapi pertanyaan Anies dan Ganjar. Sisi emosional itu juga terlihat pada Prabowo di dua pilpres sebelumnya, 2014 dan 2019. Saat ini, meski sudah dipoles dengan citra gemoy, menurutnya Prabowo belum bisa lepas dari sifatnya yang emosional tersebut.
Sejauh ini Putra belum mengambil keputusan tentang siapa yang bakal ia pilih pada 14 Februari 2024. Meski pada debat pertama itu ia menilai Anies paling unggul, ia ingin melihat lagi empat debat berikutnya, khususnya debat cawapres.
Putra penasaran seperti apa penampilan cawapres nomor 2, Gibran Rakabuming Raka, dalam debat melawan cawapres nomor 1, Muhaimin Iskandar, dan cawapres nomor 3, Mahfud MD. Selain paling muda, Gibran juga paling kontroversial.
Usai serangkaian debat capres-cawapres yang berakhir pada 4 Februari 2024, barulah Putra akan mengambil sikap.
Siapa Unggul dalam Debat?
Pendapat Putra mengenai debat perdana capres 2024 itu senada dengan analisis pengamat komunikasi politik UGM Nyarwi Ahmad. Ia berpendapat, dari sisi pemanfaatan momentum, Anies lebih unggul.
Anies diuntungkan dengan nomor urutnya yang ke-1 sehingga mendapat giliran pertama menyampaikan visi-misinya. Ia juga mengambil posisi tegas mengkritisi pemerintah yang diasosiasikan dengan capres nomor 2 dan 3.
“Dari sisi positioning gagasan, Anies—karena temanya perubahan—cenderung progresif. Attacking-attacking-nya lebih dominan,” ujar Nyarwi.
Adapun Prabowo cenderung konservatif dan bertahan lantaran posisinya ingin melanjutkan pemerintahan Jokowi. Bahkan, khusus dalam isu HAM, Prabowo menjadi bulan-bulanan Ganjar dan Anies.
“Kemampuan defending Prabowo cukup lemah, dalam arti retorikanya,” kata Nyarwi, Rabu (13/12).
Sementara Ganjar, menurutnya, ada dalam posisi di tengah atau moderat dalam debat tersebut. Di satu sisi melanjutkan pemerintahan Jokowi, di sisi lain menyampaikan alternatif perubahan.
“Posisi seperti itu kadang kala kurang beruntung. Positioning Ganjar jadi kurang terlihat,” ucapnya.
Anggapan Anies lebih unggul juga tampak dari jajak pendapat yang digelar Litbang Kompas selama debat berlangsung. Dari 123 responden, sebanyak 37,9% menilai Anies unggul dalam debat. Posisi kedua ditempati Ganjar (22,6%) dan terakhir Prabowo (21,8%). Sementara 17,7% responden mengatakan tidak tahu.
Begitu pun dalam polling yang digelar kumparan selama debat pertama berlangsung. Dari 2.300 penonton live streaming kumparan yang mengikuti jajak pendapat, mayoritas (48%) menyatakan tertarik dengan gagasan Anies. Sementara 28% tertarik dengan ide Prabowo, 10% Ganjar, dan 13% sisanya masih bingung.
Hasil serupa terekam di jagat maya. Drone Emprit yang menganalisa sentimen warganet atas percakapan di media sosial dan pemberitaan media online, menemukan bahwa dalam volume perbincangan netizen, Anies berada di urutan teratas, disusul Prabowo, dan Ganjar di posisi buncit.
Berdasarkan analisis Drone Emprit di medsos X (Twitter) dan media online pada hari usai debat capres, 13 Desember pukul 00.00–18.00 WIB, Anies merupakan capres yang paling banyak dibicarakan.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu mendapat 93.083 mentions, diikuti Prabowo dengan 83.893 mentions, dan Ganjar dengan 40.466 mentions. Adapun secara share of voice atau eksposur, Anies mendapat 43%, Prabowo 39%, dan Ganjar hanya 19%.
“Penerimaan netizen terhadap pernyataan-pernyataan dan strategi debat Anies relatif lebih tinggi, lebih baik dibanding dua capres lainnya,” ujar Lead Analyst Drone Emprit, Rizal Nova Mujahid, kepada kumparan, Jumat (15/12).
Urutan siapa yang unggul berubah jika merujuk ke faktor sentimen. Anies masih mengungguli kedua capres lainnya dari segi sentimen positif, yakni sebanyak 64% dari 93.083 mentions. Namun, di posisi kedua, Ganjar menggeser Prabowo dengan sentimen positif 58% dari 40.466 mentions. Prabowo di posisi buncit dengan sentimen positif terendah dengan 39% dari 83.893 mentions.
Sementara untuk sentimen negatif, Prabowo adalah yang tertinggi (52%), diikuti Ganjar (31%) dan terakhir Anies (29%). Kebanyakan sentimen negatif terhadap Prabowo bukan berasal dari akun pendukung Anies maupun Ganjar, melainkan dari kelompok undecided voters.
“Netizen-netizen yang belum menyatakan dukungannya itu [merasa] kayaknya Prabowo enggak oke nih didukung, terutama karena tidak menguasai emosi, baik [dia sebagai] capres maupun cawapresnya. Selain itu, ketidakmampuan merangkai kata-kata yang baik menunjukkan ketidakmampuan berpikir secara kompleks,” kata Nova mencontohkan isi percakapan negatif terhadap Prabowo di medsos.
Anies Dianggap Mengejutkan
Berdasarkan analisis Drone Emprit terkait emosi netizen terhadap para capres usai debat, emosi yang ditujukan untuk Anies Baswedan didominasi elemen keterkejutan, yakni sebanyak 2.900 postingan.
Warganet tidak menyangka Anies berani menyerang Prabowo secara terbuka dalam debat. Padahal sejak kampanye dimulai pada 28 November sampai hari sebelum debat, kelompok yang konsisten menyerang Prabowo-Gibran di medsos berasal dari kubu Ganjar-Mahfud.
“Kubu Anies cuma 1–2 kali menyinggung [Prabowo-Gibran] soal asam sulfat dan keadilan. Sampai akhirnya ketika debat dan Anies diberi panggung pertama, ia langsung menyerang Prabowo. Orang pun kaget, kok bisa?” ucap Nova.
Warganet juga terkejut dengan sikap Anies yang membawa nama Didin Wahyudin, ayah dari Harun Al Rasyid yang tewas ditembak dalam jarak dekat saat demo kerusuhan pemilu pada 22 Mei 2019. Anies menyebut Harun merupakan pendukung Prabowo yang hingga kini tak mendapat keadilan.
Namun menurut Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Ahmad Muzani, Harun bukanlah pendukung Prabowo karena masih 15 tahun dan belum punya hak pilih. Selain itu, Muzani menyebut Harun bukan bagian kelompok demonstran. Ia hanya ikut menyaksikan unjuk rasa, tetapi menjadi korban.
Dalam debat, Anies juga menyinggung kasus tewasnya seorang ibu rumah tangga di Bekasi, Mega Suryani Dewi. Anies mengatakan, Mega sebelum tewas telah melaporkan KDRT yang dilakukan suaminya, namun tidak direspons polisi. Anies menegaskan, ia tidak akan membiarkan insiden semacam itu terulang jika dipercaya menjadi presiden.
Nova menyatakan, sikap Anies yang mengundang ayah Harun Al Rasyid dan mengangkat kasus Mega membuat warganet menilai mantan Rektor Paramadina itu berani menampilkan perlawanan kepada pemerintah, khususnya terhadap Prabowo dan Jokowi. Prabowo menjadi sasaran di kasus Harun, sedangkan Jokowi di kasus tewasnya Mega.
“Prabowo kena di HAM, sedangkan Jokowi karena ketidakmampuan pemerintahnya melindungi perempuan. Orang jadi kaget karena Anies setiap kampanye dianggap sopan-sopan saja,” ucap Nova.
Juru Bicara Anies-Muhaimin, Usamah Abdul Aziz, mengatakan respons positif publik di medsos terhadap Anies mencerminkan keunggulannya pada debat perdana. Ia pun berharap keunggulan tersebut bisa terealisasi melalui elektabilitas.
“Kami melihat respons masyarakat di medsos itu nanti ujungnya di survei apakah ada peningkatan atau enggak? Itu menjadi salah satu KPI (key performance indicator). Kalau dilihat polling di medsos siapa yang menang, sebagian besar bilangnya Anies Baswedan. Itu menjadi indikator kami perform,” ucap Usamah.
Prabowo Dominan Ditakuti
Terhadap Prabowo, emosi warganet yang dipotret Drone Emprit didominasi rasa kaget dan takut. Terdapat sekitar 2.100 postingan dengan emosi kaget serta 2.000 postingan dengan emosi takut.
Menurut Nova, data tersebut menunjukkan bahwa warganet kaget dengan sikap Prabowo saat debat yang tidak sesuai dengan citra gemoy, lucu, dan ramah seperti yang ia bangun pada pilpres kali ini. Warganet juga khawatir karena Prabowo masih emosional seperti pada dua pilpres sebelumnya.
“Orang melihat Prabowo yang di-branding gemoy, lucu, fun, ternyata saat debat terbuka bisa menunjukkan emosi yang seekspresif itu. Lalu bagaimana dengan di rapat-rapat tertutup yang tidak diketahui publik? Orang takut jangan-jangan Prabowo belum lepas dari sifatnya yang selama ini emosional. Masih jadi PR Prabowo untuk memperkuat branding gemoy,” jelas Nova.
Lebih lanjut, elemen kaget dan takut ternyata tidak hanya tertuju kepada Prabowo, tapi juga cawapresnya, Gibran, yang turut mendapat sorotan negatif warganet. Semisal ketika Gibran meminta pendukungnya bersorak, hal itu kemudian dianggap mengompori. Gibran meminta maaf atas insiden itu, sedangkan timsesnya menyebut Gibran tak berniat mengompori, melainkan menyemangati.
“Ketika dia (Gibran) mengompori pendukung supaya lebih semangat, publik menilai, ‘Orang ini masih belum matang secara emosional. Dia bisa marah atau terpancing emosinya di depan publik.’ Nah, publik berharap pemimpin yang wise, matang, karena dia akan menghadapi banyak problem,” kata Nova.
Nyarwi berpandangan, debat kandidat bukan hanya menguji gagasan atau visi misi, tetapi juga karakter. Menurutnya, karakter asli capres pasti terlihat dalam debat, dan itu justru hal baik.
“Debat yang natural memperlihatkan karakter asli dari capres-cawapres. Debat berbeda dengan materi kampanye. Kalau materi kampaye seperti baliho kan bisa pakai AI (artificial intelligence), tapi kalau debat kan gak bisa,” kata Nyarwi yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies.
Ia menilai, branding gemoy yang selama ini dipakai Prabowo-Gibran adalah strategi yang sah-sah saja. Namun, gimik-gimik tersebut tidak selalu bisa hidup dalam debat yang menguji karakter.
“Kalau iklan, baliho, bolehlah bukan hanya yang menampilkan realitas. Menyampaikan ilusi saja bisa. Tapi kalau di debat, yang disampaikan janji dan visi misi, bukan ilusi. Kalau debat menampilkan ilusi, bukan hanya akan dikritisi oleh pemilih, tapi juga sesama kandidat,” ujarnya.
Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, berpendapat bahwa bertahan atau tidaknya branding gemoy yang dibangun Prabowo bergantung pada kemampuan sang capres dalam mengontrol emosi.
“Beliau kan sering kali terpancing dan reaktif. Itu jadi tantangan bagi Pak Prabowo,” ujar Bawono.
Komandan TKN Pemilih Muda (Fanta) Prabowo-Gibran, Arief Rosyid Hasan, menampik jagoannya emosional saat debat. Menurutnya, Prabowo justru menanggapi santai serangan dari Anies maupun Ganjar.
“Dia ketika diserang setengah bercanda. Ada satire sedikit, guyon-guyon. Jadi bagi kami sih itu tidak emosional,” kata Arief kepada kumparan.
Arief menganggap Prabowo cukup unggul saat debat. Indikasinya, dukungan terus mengalir dari anak muda yang menganggap Prabowo berjiwa negawaran karena tidak terpancing serangan lawan.
“Kami punya jaringan di seluruh Indonesia dan setelah [debat] itu kan ngecek gimana nih responsnya. Enggak ada tuh yang berpindah [dukungan]. Enggak ada yang menyesal. Malah kami dapat tambahan suara. Teman-teman bangga karena Pak Prabowo enggak meladeni serangan-serangan yang cenderung menjatuhkan, adu domba,” klaim Arief.
Ganjar Cenderung Dipercaya
Terhadap Ganjar, emosi warganet didominasi rasa percaya. Drone Emprit mencatat ada sekitar 1.000 postingan terkait Ganjar yang menggambarkan emosi percaya. Artinya, menurut Nova, dari ketiga capres, Ganjar dinilai sebagai sosok yang konsisten menyampaikan visi misinya.
“Dia dianggap tokoh yang [dipercaya] bisa memimpin Indonesia,” ucap Nova.
Namun, sentimen positif terhadap Ganjar usai debat jadi kurang bergaung karena jumlah perbincangan publik yang rendah terkait capres PDIP itu. Musababnya adalah positioning Ganjar yang tak jelas saat debat.
Padahal, sebelum debat, kubu Ganjar-Mahfud paling konsisten menyerang Prabowo sejak Menhan itu memutuskan menggandeng Gibran sebagai cawapres hasil putusan MK yang kontroversial. Pun ketika bertanya isu sensitif soal HAM kepada Prabowo dalam debat, Ganjar dinilai terlalu lembut.
“Tiba-tiba sekitar seminggu sebelum debat, serangannya berkurang. Ketika debat, orang sudah menunggu serangan seperti apa yang dilontarkan paslon 3 kepada paslon 2. Nyatanya ketika menyerang, mengatakan, ‘Maaf, saya harus menyampaikan ini…” Sopan sekali. Tadinya harapan publik ke capres nomor 3 bakalan cukup keras, garang, nah ternyata jadi kurang terpuaskan,” kata Nova.
Menurutnya, bila Ganjar-Mahfud hendak meningkatkan perbicangan soal mereka di media sosial, keduanya harus segera mengambil posisi tegas: apakah anti-Jokowi atau pro-Jokowi.
“Kalau mau share of voice-nya tinggi, harus berani ambil undecided voters. Di situ kebanyakan aktivis, akademisi, anak-anak muda, profesional; ada juga komunitas hobi. Ini masih belum digarap optimal sama Ganjar,” kata Nova.
Pandangan serupa disampaikan Nyarwi. Menurutnya, Ganjar kurang menonjol saat debat lantaran posisinya yang moderat—di satu sisi menawarkan perbaikan, tapi di sisi lain dianggap masih bagian dari pemerintahan Jokowi.
Nyarwi menduga Ganjar bersikap demikian karena menyadari suaranya berada satu ceruk dengan Prabowo, yakni segmen pemilih Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
“Kalau melihat tingkat kepuasan, artinya kolam pemilih Pak Jokowi sekitar 75%. Pertanyaannya: Ganjar kurang mempertegas bahwa dia lebih Jokowi daripada Prabowo. Berbeda dengan Prabowo yang berkali-kali menyebut pemerintahan Jokowi… dan di sana ada Gibran sebagai anak Jokowi,” ucap Nyarwi.
Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Ammarsjah Purba, mengakui bahwa jumlah perbincangan terkait Ganjar usai debat memang kalah dari Anies dan Prabowo. Meski demikian, ujarnya, sentimen positif terhadap Ganjar lebih unggul dibanding dua capres lainnya.
Hasil analisa TPN menunjukkan, sentimen terhadap Ganjar di jagat maya berada pada angka 23,7% positif, 65,2% netral, dan 11,2% negatif. Sementara Anies 22% positif, 60,1% netral, dan 17,9% negatif. Adapun Prabowo disebut menuai sentimen positif terendah di angka 12,4%, lalu 63,3% netral, dan 24,3% negatif.
Ganjar juga disebut TPN unggul secara engagement dengan jumlah interaksi sebanyak 128.000, di atas Prabowo (114.000), dan jauh di atas Anies (44.000).
“Secara tone, Ganjar paling bagus. Tone positifnya hampir sama dengan Anies, tapi tone negatif Ganjar lebih rendah dari Anies. Jadi secara keseluruhan, Ganjar unggul secara substansi,” kata Ammarsjah kepada kumparan.
Ammarsjah juga menyoroti Prabowo yang menurutnya paling lemah secara gagasan maupun jawaban, namun paling emosional. Ia pun tak habis pikir dengan kubu Prabowo-Gibran yang memainkan sentimen di medsos seolah-olah dikeroyok dua capres lain. Sentimen itu sudah tentu untuk meraih simpati warganet.
“Mungkin itu sebabnya tidak ada meja di situ (panggung debat). Kalau ada, bisa digebrak itu meja,” ucapnya.
Ammarsjah membantah anggapan bahwa sikap Ganjar abu-abu. Menurutnya, Ganjar mengambil sikap kritis di antara kedua kandidat. Jika kebijakan pemerintahan Jokowi baik, maka akan dilanjutkan dan dakselerasi; tetapi bila kurang baik, maka akan diperbaiki.
“Bahwa Anies mengambil garis oposisi terhadap Pak Jokowi itu wajar. Yang wagu sebenarnya Prabowo yang mengambil posisi mendorong Pak Jokowi. Oke, lima tahun terakhir dia ada di dalam sistem (pemerintahan). Tapi kalau diperhatikan, hampir semua program Jokowi dulu dia tentang,” papar Ammarsjah.
Akankah Debat Berpengaruh ke Pemilih?
Nyarwi Ahmad menilai, debat capres-cawapres, termasuk perbincangan mengenainya di media sosial, bisa berdampak terhadap pemilih, khususnya undecided voters (mereka yang belum memutuskan dukungan) dan swing voters (suara mengambang). Tidak seperti undecided voters, swing voters adalah pemilih yang sudah menentukan pilihannya namun berpotensi berubah.
“Sangat mungkin [mengubah peta pemilih]. Dan ini kan baru debat pertama, masih ada debat-debat berikutnya,” kata Nyarwi.
Berbagai lembaga survei menyebut, angka swing voters pada masing-masing paslon berada di kisaran 16–20%. Sementara angka undecided voters, merujuk hasil survei Litbang Kompas, juga masih tinggi, di kisaran 28,7%. Mayoritas pemilih yang belum menentukan sikapnya itu berasal dari kalangan Gen Z dan milenial (50,1% dari total undecided voters).
Drone Emprit mencatat, pascadebat terjadi pergeseran dari klaster warganet yang mengaku undecided voters/netral ke masing-masing kubu. Mayoritas warganet dari klaster tersebut terlihat merapat ke Anies.
“Apakah berarti dia mendukung Anies? Itu masih terlalu dini [untuk disimpulkan]. Tapi setidaknya sudah mulai ada interest ke Anies. Sebagian lagi ke Ganjar. Sedikit sekali yang ke Prabowo,” ucap Nova.
Walaupun begitu, berdasarkan jajak pendapat Litbang Kompas selama debat berlangsung, mayoritas responden (73,4%) menyatakan tidak berniat mengubah pilihannya. Hanya 9,7% responden yang kemungkinan berubah pikiran, sedangkan 16,9% mengaku tidak tahu.
Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menilai bahwa dengan angka swing voters di masing-masing paslon yang hanya berkisar 20%, sulit rasanya terjadi perubahan peta elektoral. Itu sebabnya, menurutnya, debat pilpres memang ditujukan untuk pemilih yang masuk kelompok undecided voters. Jumlahnya, berdasarkan survei Indikator, kini di bawah 10% dari total pemilih.
Kendati demikian, lanjut Bawono, segala sesuatu bisa saja terjadi, khususnya jika ada paslon yang melakukan blunder seperti slip of tongue alias salah ucap. Blunder tersebut bisa berpengaruh ke elektabilitasnya. Blunder serius misalnya pernah dialami Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika maju di Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Selama tidak ada blunder yang dibuat capres-cawapres pada masa kampanye dan momen debat capres, akan sulit terjadi pergeseran suara secara besar-besaran dari satu paslon ke paslon lain,” jelas Bawono.
Entah termasuk blunder atau tidak, dalam acara Rakornas Gerindra pada 15 Desember, tersebar video Prabowo yang menyebut “Ndasmu etik”. Dalam bahasa Jawa, kata “ndasmu” yang berarti “kepalamu” tergolong kasar dan umumnya digunakan untuk mengumpat.
Ucapan “ndasmu etik” yang dilontarkan Prabowo itu diduga terkait putusan Majelis Kehormatan MK yang menyimpulkan Anwar Usman—paman Gibran yang juga hakim MK—melanggar etik berat terkait putusan syarat capres-cawapres.
Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, beralasan bahwa ucapan Prabowo tersebut sebatas candaan di hadapan para kader Gerindra.
“Pak Prabowo senang bercanda. Itu 1.000% bercanda,” kata Dahnil.
Walau demikian, ucapan Prabowo yang telah tersebar di medsos itu tetap dianggap negatif. Dalam catatan Drone Emprit, 62% warganet menganggap pernyataan Prabowo itu negatif. Hanya 28% yang menganggap positif dan 10% netral.
Manajer Policy Research Populi Center Dimas Ramadhan berpendapat, debat hanya berpengaruh ke undecided voters yang mayoritas berasal dari kalangan terdidik yang kritis. Itu sebabnya, menurutnya debat tak bakal berefek signifikan terhadap pergeseran pemilih, terutama bagi Prabowo yang elektabilitasnya dalam berbagai survei di atas 40%
“Perhelatan debat tidak akan berpengaruh banyak ke Prabowo, tapi dibutuhkan sekali oleh Anies dan Ganjar [yang perlu] tambahan dukungan dari masyarakat, karena itu akan menentukan siapa yang maju ke putaran kedua,” tutup Dimas.