Mendes: Pihak yang Mengagunkan Desa di Bogor Harus Dipidana
24 September 2025 17:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
Mendes: Pihak yang Mengagunkan Desa di Bogor Harus Dipidana
Dua desa di Bogor yang dimaksud Mendes Yandri adalah Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya.kumparanNEWS

ADVERTISEMENT
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT) Yandri Susanto menegaskan, pihak yang menjadikan dua desa di Bogor sebagai agunan hingga terancam dilelang seharusnya dipidana. Menurutnya, desa memiliki kedudukan hukum yang lebih kuat.
ADVERTISEMENT
Dua desa yang dimaksud adalah Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya.
“Yang harus disalahkan itu yang mengagunkan itu sebenarnya harus dipidana sebenarnya,” kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/9).
Meski begitu, Yandri menyebut langkah yang saat ini ditempuh adalah meminta aparat penegak hukum tidak mengeksekusi lelang. Ia berharap masalah ini bisa diselesaikan melalui mekanisme enklaf.
Enklaf yakni pengecualian wilayah tertentu dari suatu kawasan (misalnya kawasan hutan atau lahan sitaan), sehingga wilayah itu tetap diakui sebagai bagian dari pemukiman, desa, atau area yang sudah dihuni masyarakat sejak lama
“Kita lagi pendekatan, saya juga kirim surat kepada para pihak supaya itu tidak dilakukan dilelang karena bagaimanapun secara hukum desa lebih kuat sebenarnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Ya kita usahakan enklaf, tapi kan ini kan akan ada badan percepatan reformasi agraria nanti mungkin pola dan sistemnya gimana,” tambahnya.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula pada 30 Desember 1983, ketika Lee Darmawan Chian Kiat, pemilik Bank Perkembangan Asia, memberikan pinjaman sebesar Rp 850 juta kepada Mohamad Madrawi, Direktur PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Pinjaman itu dijamin dengan tanah seluas 406 hektare milik warga desa setempat.
Pada 1991, Mahkamah Agung melalui putusan nomor 1622/K/PID/1991 memutus perkara korupsi yang menjerat Lee. Salah satu putusannya adalah penyitaan seluruh aset, termasuk lahan yang dijadikan agunan. Luas lahan dalam putusan itu tercatat berbeda, yakni 445 hektare.
Sekretaris Desa Sukaharja, Adi Purwanto, membenarkan wilayah desanya termasuk yang diagunkan dan masuk daftar sitaan.
ADVERTISEMENT
“Kasus ini sudah terlalu lama bergulir, sehingga berdampak pada pengurusan administrasi pertanahan di wilayah kami,” kata Adi saat berbincang dengan kumparan, Senin (22/9).
Kasus Lee Darmawan juga terkait dengan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada 1994, Mahkamah Agung mengeksekusi perkara tersebut, termasuk aset sitaan di Desa Sukaharja, melalui Satgas gabungan Bank Indonesia dan Kejaksaan.
