Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Anak-anak kecil berlarian sambil sesekali melemparkan makanan ikan ke selokan yang airnya jernih. Beberapa ibu-ibu terlihat sibuk membuat kerajinan tangan dari tumpukan sampah plastik.
ADVERTISEMENT
Pemandangan ini biasa terlihat di Desa Bendungan, Ciasin, Bogor. Desa ini sudah menyabet dua penghargaan tingkat Provinsi Jawa Barat sebagai desa percontohan dengan program Ecovillage atau desa berbudaya lingkungan.
Warga di sini memanfaatkan selokan yang mengalir di kampung tersebut untuk budidaya ikan-ikan air tawar. Ikan-ikan itu biasa dipanen setiap tiga bulan sekali untuk menambah pemasukan warga.
Selokan di desa itu memang berbeda dari selokan pada umumnya, karena selokan dibuat seperti sungai kecil yang airnya jernih sehingga ikan bisa hidup dan dibudidayakan.
Selain selokan bersih, warga di Desa Bendungan juga memanfaatkan sampah menjadi pundi-pundi rupiah. Melalui Bank Sampah warga mengumpulkan barang yang sudah tidak terpakai untuk didaur ulang dan dijadikan kerajinan.
ADVERTISEMENT
“Bekas bungkus kopi, bekas cuci piring, bekas sabun, nah itu bekasnya kita daur ulang untuk menjadi tas, menjadi dompet, menjadi tiker,” ujar Edy Yuhri pengelola Ecovillage saat ditemui kumparan di rumahnya.
Edy mengatakan ada aturan bagi setiap warga bila melihat sampah terjatuh di lingkungan desa, diwajibkan untuk memungut dan dikumpulkan di Bank Sampah.
Sampah itu nantinya akan dikelola oleh kelompok ibu-ibu. Satu persatu sampah dicuci, digunting, dianyam dan dibentuk sesuai kreasi mereka.
Ningsih, salah satu warga yang tergabung dalam program Bank Sampah mengaku senang dengan adanya program yang menunjang kreativitas itu. Menurutnya, dia dapat mengisi waktu senggang dengan kegiatan yang positif, tidak hanya bergosip dengan tetangga.
"Iya sangat pengaruh sekali, jadi biasanya kita ngerumpi, ngobrol-ngobrol gitu , jadi ah perasan rugi waktu dibuang, mending kita buat hal yang bermanfaat," ujar Ningsih.
Dari bungkus sampah, Ningsih dan ibu-ibu desa bisa membuat tas yang dihargai sekitar Rp 150.000. Biasanya mereka menjual hasil kreasinya di pameran dan sekolah-sekolah.
ADVERTISEMENT
Ningsih juga merasa bangga karena bisa menghasilkan uang sendiri. Sehingga tidak hanya mengandalkan jatah bulanan dari suami.
"Bangga dapat hasil kita sendiri, jerih payah kita sendiri,” katanya.