Mengenal Jihad Islam, Milisi Terkuat Kedua di Gaza setelah Hamas

13 November 2019 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Anas Baba
zoom-in-whitePerbesar
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Anas Baba
ADVERTISEMENT
Jalur Gaza memanas di awal pekan ini saat serangan Israel membunuh salah satu tokoh organisasi Jihad Islam, Bahaa Abu Al-Atta, pada Selasa (12/11). Sebagai organisasi perlawanan terhadap Israel, nama Jihad Islam tidak bisa diabaikan. Kelompok ini kerap membuat Israel ketar-ketir dengan berbagai serangannya yang tidak terduga.
ADVERTISEMENT
Jihad Islam adalah organisasi politik kedua terbesar setelah Hamas di Jalur Gaza, Palestina. Sayap militer organisasi ini adalah Saraya Al-Quds atau Brigade Al-Quds dengan Al-Atta sebagai komandannya. Brigade Al-Quds acap kali berada di balik serangan roket ke Israel atas perintah Al-Atta.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Mahmud Hams
Jihad Islam dibentuk pada 1981 oleh dua aktivis Palestina bekas anggota Ikhwanul Muslimin, Dr Fathi Abdul Aziz Shaqaqi, dan seorang ulama Syeikh Abdul Aziz Awda. Tujuan mereka adalah membangun negara Islam Palestina di wilayah pra-1948, termasuk di antaranya Tepi Barat, Jalur Gaza, dan sebagian daerah yang kini dikuasai Israel. Shaqaqi tewas dibunuh di Malta pada 1995.
Di awal pembentukannya, kelompok ini mendapatkan pelatihan dari Hizbullah di Lebanon. Pada 1990, Jihad Islam membangun kantor di Beirut, Lebanon; Teheran, Iran; dan Khartoum, Sudan.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Mohammed Abed
Jihad Islam dituding berada di balik berbagai kasus pengeboman bunuh diri di Israel. Salah satunya pada 1989 di dalam bus kota Tel Aviv, menewaskan 16 warga sipil. Oleh negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Uni Eropa, Selandia, Baru, dan Jepang, Jihad Islam dimasukkan ke dalam daftar teroris.
ADVERTISEMENT
Didukung Iran
Organisasi yang beranggotakan sekitar 8.000 orang ini berpaham Islam Sunni, namun disebut mendapatkan dukungan dari Iran yang Syiah. Jihad Islam dilaporkan mendapatkan bantuan dana, pelatihan, dan senjata dari Iran untuk melawan Israel.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir Jihad Islam berhasil mengembangkan senjata mereka sendiri hingga ke tahap yang hampir sama dengan Hamas. Di antaranya adalah roket jarak-jauh yang bisa mencapai pusat kota Tel Aviv.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Anas Baba
Akram Al-Ajouri, salah satu tokoh Jihad Islam, disebut jadi penghubung dengan Iran. Pekan ini kediaman Ajouri di Damaskus, Suriah, diroket Israel, menewaskan putranya.
"Dia adalah penghubung langsung antara Jihad Islam dan Iran, dan orang yang memberi instruksi di Jalur Gaza," kata Giora Eiland, bekas kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, seperti dikutip dari Associated Press.
ADVERTISEMENT
Namun, belakangan hubungan Jihad Islam dan Iran merenggang. Menurut harian berbahasa Arab yang berbasis di Inggris, Asharq al-Aqsat, sejak Mei 2015 Iran menghentikan pendanaan karena Jihad Islam bersikap netral soal intervensi Arab Saudi ke Yaman. Iran berharap Jihad Islam mengecam Saudi yang menyerang milisi Houthi di Yaman.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Anas Baba
Hubungan dengan Hamas
Jihad Islam kerap bekerja sama dengan Hamas dalam menyerang Israel. Usai pembunuhan Al-Atta, kedua organisasi sama-sama berkomitmen balas dendam. Namun berbeda dengan Hamas, Jihad Islam kerap tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.
Gencatan senjata biasanya hasil kesepakatan Hamas dan Israel dengan mediasi Mesir. Gencatan senjata diperlukan demi keamanan 2 juta rakyat Gaza, yang diblokade sejak 2007. Namun Jihad Islam sering menembakkan roket di tengah gencatan senjata.
ADVERTISEMENT
Mulhaimar Abu Sadaa, profesor ilmu politik di Universitas Al Azhar, Mesir, mengatakan pembunuhan Al-Atta akan menjadi satu lagi perang terbuka besar antara Palestina dan Israel. Jatuhnya lebih banyak korban, kata Sadaa, bisa dicegah oleh kendali Hamas dengan bantuan komunitas internasional.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Said Khatib
"Jihad Islam adalah organisasi militer terkuat kedua di Gaza setelah Hamas. Tidak mudah mengatakan bahwa Hamas mampu mengendalikan Jihad Islam. Saya kira Mesir dan mediator internasional seperti PBB mungkin bisa mengatasi lingkaran kekerasan ini," kata Sadaa seperti dikutip dari Al Jazeera.
Berbeda dengan Hamas, Jihad Islam menolak berdialog dengan Israel. Salah satu pemimpin Jihad Islam, Fathi Shaqaqi, pada 2009 mengatakan solusi dua negara yang selama ini digadang untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina tidak akan terwujud, satu-satunya cara adalah berperang hingga Israel takluk.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Anas Baba
Menurut Shaqaqi, selama Israel menjajah dan merebut lahan Palestina, tidak akan pernah ada perdamaian.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak akan, di bawah prasyarat apa pun, menerima kehadiran negara Israel. Saya tidak ada masalah hidup dengan orang Yahudi," kata Shaqaqi.
Milisi Gerakan Jihad Islam di Jalur Gaza, Palestina. Foto: AFP/Mohammed Abed