Mengenang 33 Tahun Tragedi Bintaro yang Renggut 139 Nyawa

19 Oktober 2020 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tragedi kecelakaan kereta api di Bintaro pada 19 Oktober 1987. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Tragedi kecelakaan kereta api di Bintaro pada 19 Oktober 1987. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Tanggal 19 Oktober 1987 akan selalu dikenang sebagai salah satu tanggal penting, tentang sejarah kelam perkeretaapian Indonesia yang dikenal dengan Tragedi Bintaro. Hari itu, dua kereta yang sama-sama membawa ribuan penumpang bertabrakan di kawasan Bintaro, dan menelan 139 korban jiwa.
ADVERTISEMENT
Tragedi ini terjadi pada hari Senin, sekitar pukul 07.00 WIB, saat-saat yang padat bagi penumpang kereta yang ingin beraktivitas.
Saat itu, KA 225 tujuan Rangkasbitung-Jakarta Kota mengangkut 1.887 penumpang. Kondisi tersebut menyebabkan sejumlah penumpang berjubelan di dalam hingga atap kereta. Sementara kereta lainnya, yakni KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak, diisi oleh 478 penumpang, dari kapasitas 685 penumpang. Keduanya melaju dari arah yang berlawanan.
Sekitar pukul 06.46 WIB, Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Kebayoran menginformasikan, KA 220 dengan masinis Amung Sonarya berangkat dari Stasiun Kebayoran menuju Stasiun Sudimara.
Tentu saja hal ini mengejutkan PPKA di Stasiun Sudimara. Karena pada saat itu tiga lajur kereta yang ada di Stasiun Sudimara terisi oleh kereta lainnya.
ADVERTISEMENT
“Dalam keadaan seperti itu di stasiun Sudimara tidak mungkin dilakukan persilangan dengan KA 220 yang akan datang dari stasiun Kebayoran seperti lazimnya berlaku sesuai jadwal,” demikian dikutip dari surat kabar Panji Masyarakat, 11—20 November 1987.
PPKA Stasiun Sudimara kemudian meminta agar dilakukan persilangan di Stasiun Kebayoran, dan disepakati oleh PPKA Stasiun Kebayoran sebelum KA 220 berangkat dari Stasiun Sudimara. Namun ternyata, terjadi pergantian PPKA di Stasiun Kebayoran, sementara di Stasiun Sudimara masih sama. PPKA Stasiun Kebayoran pengganti inilah yang tak mengetahui rencana sebelumnya.
“Kontak memang sempat dilakukan lagi, tapi apa yang disampaikan masing-masing pihak tidak jelas. Petugas baru di Stasiun Kebayoran agaknya tidak memahami percakapan penting sebelumnya antara pihak Sudimara dengan Kebayoran,” tulis Panji Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Komunikasi antara PPKA Stasiun Kebayoran dan Stasiun Sudimara kembali dilakukan, tapi terjadi miskomunikasi dengan PPKA baru di Stasiun Kebayoran.
“Kontak memang sempat dilakukan lagi, tapi apa yang disampaikan masing-masing pihak tidak jelas. Petugas baru di Stasiun Kebayoran agaknya tidak memahami percakapan penting sebelumnya antara pihak Sudimara dengan Kebayoran,” tulis Panji Masyarakat.
PPKA Kebayoran yang mendengar KA 220 telah berangkat, PPKA Sudimara berusaha mengosongkan salah satu lajur di Stasiun Sudimara untuk kereta tersebut.
“Usahanya dengan cara memindahkan rangkaian KA 225 yang berada di sepur tiga ke sepur satu, walaupun di sepur satu sudah ada rangkaian tujuh gerbong pula,” seperti dikutip dari harian Suara Pembaruan, Oktober 1987.
PPKA Sudimara juga memerintahkan seorang petugas untuk memberitahu rencana itu kepada masinis KA 225, Slamet Suradyo. Namun Slamet sudah membawa kereta meninggalkan Stasiun Sudimara menuju Kebayoran pada pukul 06.50 WIB.
ADVERTISEMENT
Keputusan Slamet berbekal rencana persilangan oleh PPKA Stasiun Sudimara dan PPKA Stasiun Kebayoran. Dia tah tahu ada serangkaian kereta yang telah berangkat dari Stasiun Kebayoran.
Melihat hal tersebut, PPKA Stasiun Sudimara panik. Dua rangkaian kereta ini akan bertabrakan di lajur yang sama jika KA 225 tak dihentikan. Seorang petugas dari Stasiun Sudimara berlari sambil menggerakkan kedua tangannya agar kereta berhenti.
Ia juga membunyikan terompetnya. Namun sayang, tanda peringatan tersebut tak terlihat oleh Slamet yang terus melajukan keretanya semakin cepat.
Hingga akhirnya, di sebuah tikungan sepanjang 407 meter, Slamet kaget ketika melihat ada kereta yang melaju dari arah berlawanan. Tak hanya Slamet, penumpang yang berada di atap kereta juga ikut terkejut dan sebagian melompat untuk menyelamatkan diri.
ADVERTISEMENT
Masinis KA 220 juga berusaha menghentikan laju kereta, namun sia-sia. Hingga ia memilih untuk melompat dari kereta tersebut dan terjadilah tabrakan antara dua kereta yang sama-sama tengah melaju kencang, tepatnya di tikungan S, km 17+252.
Ilustrasi kereta jarak jauh Foto: Dok. Pegipegi
Masyarakat sekitar menyebut, mereka mendengar dentuman yang kencang, yang berasal dari 2 kereta. Korban paling parah ada di gerbong paling depan. Mereka terjepit, tak kuasa menyelamatkan diri. Sejumlah potongan tubuh berserakan di sekitar lokasi kejadian, bahkan ada yang sudah menyatu dengan rangkaian kereta, sehingga sulit untuk diidentifikasi identitasnya.
Korban tewas 139 orang dengan rincian 72 tewas di tempat dan sisanya meninggal sekarat. Dari 139 korban tewas, 113 di antaranya sudah teridentifikasi. Total 254 luka-luka, dengan rincian 170 orang dirawat di rumah sakit dan 84 orang luka ringan.
ADVERTISEMENT
Dalam kejadian ini, 4 orang ditetapkan sebagai tersangka akibat kelalaian mereka yang menyebabkan hilangnya nyawa penumpang. Masinis KA 225 Slamet Suradio dihukum 5 tahun penjara dan kehilangan pekerjaannya. Ia dipenjara di Lapas Cipinang lalu bebas di tahun 1993.
Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei, kondektur KA 225. Ia harus mendekam di penjara selama 2,5 tahun. Sedangkan PPKA Stasiun Sudimara dan Stasiun Kebayoran, Djamhari dan Umrihadi, dihukum 10 bulan penjara.