Mengenang Marsinah: Pahlawan Buruh yang Tewas Akibat Penyiksaan Berat

1 Mei 2025 17:24 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pidato saat May Day 2025 di kawasan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pidato saat May Day 2025 di kawasan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Nama Marsinah terus didengungkan para buruh tiap aksi May Day. Marsinah adalah buruh perempuan pemberani yang nyawanya direnggut saat berjuang untuk kesejahteraan sesama buruh.
ADVERTISEMENT
Dari tahun ke tahun, para buruh mendorong adanya pengusutan tuntas kasus Marsinah.
Marsinah ditemukan tewas mengenaskan setelah hilang 3 hari. Terdakwa yang diyakini merupakan otak pembunuhan malah diputus bebas di tingkat kasasi.
Tahun 2025, di peringatan May Day di Monas, Kamis (1/5), Presiden Prabowo Subianto menyuarakan janji di depan buruh.
"Asal semua pimpinan buruh sepakat, saya akan mendukung Marsinah jadi pahlawan nasional," kata Prabowo yang disambut gemuruh para buruh.
Lantas, seperti apa kisah perjuangan Marsinah?
Dikutip dari berbagai sumber, Marsinah lahir pada Nganjung, 10 April 1969. Ia menghabiskan hidupnya menjadi seorang buruh dan aktivis.
Siang itu, 4 Mei 1993, Marsinah yang merupakan buruh di PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, turun ke jalan bersama teman-temannya untuk demonstrasi.
Peringatan 25 tahun pembunuhan Marsinah. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Sehari sebelum unjuk rasa, tepatnya pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok.
Imbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahnya beban pengeluaran perusahaan.
Pada pertengahan April 1993, PT Catur Putra Surya (PT. CPS) Porong tidak mengindahkan surat edaran tersebut. Akhirnya, karyawan PT CPS memutuskan untuk unjuk rasa menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per bulan. Marsinah dan kawan-kawan marah dan demo.
Setelah unjuk rasa, keesokan harinya Marsinah masih melakukan protes-protes ke perusahaannya. Ia menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
ADVERTISEMENT
Aksi topeng Marsinah. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Di tanggal yang sama, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS.
Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Marsinah yang tak masuk ke rombongan perwakilan pun sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya.
Tak lama kemudian, sekitar pukul 10 malam, Marsinah hilang tanpa berita.
Mulai tanggal 6, 7, 8, Maret Marsinah tak muncul lagi. Sampai pada akhirnya ia ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di Nganjuk.
Mayatnya ditemukan di hutan yang berada di dusun Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam autopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
ADVERTISEMENT

Perjalanan Mencari Fakta

Aksi topeng Marsinah. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
4 bulan berlalu, pada 30 September 1993, Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim.
Delapan petinggi PT CPS pun ditangkap, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap. Juga Pemilik PT CPS, Yudi Susanto.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. 1 dari 10 orang itu diduga Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika itu menyebutkan Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah.
Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
ADVERTISEMENT

Bebas

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar 4 hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas.
Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).