Mengingat Lagi Kasus Kardus Durian: Menyeret Cak Imin, Jadi Perhatian Firli

28 Oktober 2022 18:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri menunjukkan barang bukti terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pegawai Mahkamah Agung di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (22/9/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri menunjukkan barang bukti terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pegawai Mahkamah Agung di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (22/9/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Firli Bahuri mengatakan, kasus 'kardus durian' menjadi salah satu kasus yang menjadi perhatian KPK. KPK berjanji perkembangan perkara kasus ini bakal segera disampaikan kepada publik.
ADVERTISEMENT
"Terkait perkara lama tahun 2014 kalau tidak salah itu yang disebut dengan kardus durian gitu, ini juga menjadi perhatian kita bersama," kata Firli kepada wartawan, Kamis (28/10).
Lantas bagaimana duduk perkara dari kasus 'kardus durian' ini?
Kasus ini berawal dari OTT pada 2011 lalu. Terkait dugaan suap Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Dimulai ketika KPK menangkap 3 orang dalam OTT pada Desember 2011. Ketiganya ialah I Nyoman Suisnaya selaku Sesditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT), Dadong Irbarelawan selaku Kabag Perencanaan dan Evaluasi Kemenakertrans, dan Dharnawati dari PT Alam Jaya Papua.
Dalam penangkapan itu, KPK mengamankan barang bukti uang Rp 1,5 miliar dalam kardus durian. Uang Rp 1,5 miliar itu diamankan dari Gedung Kemenakertras. Ini yang kemudian mencuatkan kasus ini dengan nama kasus kardus durian.
ADVERTISEMENT
Suap itu disebut untuk mempercepat pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi (PPIDT) di 19 kabupaten/kota yang dilaksanakan 2011. Nilai proyek itu mencapai Rp 500 miliar dan berasal dari APBN 2011.
Panglima Santri Indonesia Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) memimpin apel akbar peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2022 di komplek Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (22/10/2022). Foto: Dok. Labib

Seret Nama Cak Imin

Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin terseret dalam kasus ini. Sebab, uang Rp 1,5 miliar itu diduga ditunjukkan untuk Cak Imin.
Cak Imin terseret karena ketika itu ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ia pun kemudian diperiksa oleh KPK.
Namun, Cak Imin dengan tegas membantah dirinya terlibat dalam kasus itu. Ia menjamin dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan suap itu.
"Penyuapan yang terjadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan saya. Tidak ada perintah dari saya, tidak ada pembicaraan langsung maupun tidak langsung dari saya," kata Cak Imin pada (3/10/2011) usai diperiksa KPK.
ADVERTISEMENT
Cak Imin menjelaskan, percepatan pencairan dana PPIDT di daerah tidak masuk dalam ranahnya. Sebab dana PPDIT bukan berasal dari DIPA Kemenakertrans.
Panglima Santri Indonesia Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) memimpin apel akbar peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2022 di komplek Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (22/10/2022). Foto: Dok. Labib

Fakta Persidangan Sebut Uang Suap untuk Cak Imin

Kasus ini akhirnya berlanjut hingga persidangan. Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 Maret 2012.
Dadong Irbarelawan selaku penerima suap dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta yang dapat diganti dengan penjara enam bulan. Ia dijerat Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Dharnawati merupakan pihak pemberi suap sudah menjalani sidang lebih dahulu pada 30 Januari 2012 di Pengadilan Tipikor. Ia divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Uang Rp 1,5 miliar itu disebut merupakan commitment fee agar empat kabupaten di Papua yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama mendapat alokasi dana PPID Transmigrasi.
ADVERTISEMENT
Dharnawati menyuap agar PT Alam Jaya Papua menjadi rekanan terkait proyek di empat kabupaten itu.
Akan tetapi, merujuk proses persidangan, menurut jaksa, uang suap itu ditujukan untuk Muhaimin Iskandar.
Jaksa menguraikan, setelah alokasi dana untuk empat kabupaten Papua senilai Rp 73 miliar disetujui, Nyoman meminta Dharnawati segera menyerahkan commitment fee 10 persen dari nilai proyek atau sebesar Rp 7,3 miliar.
Nyoman lantas menelepon Dharnawati untuk menyerahkan fee kepada Fauzi, orang dekat Muhaimin. Dharnawati kemudian menemui Dadong pada 18 Agustus 2011 dan memindahbukuan rekening terkait pembayaran commitment fee.
Pencairan dana Rp 1,5 miliar dari Dharnawati kemudian dilaporkan Dadong dan Nyoman kepada Dirjen P2KT, Djamaluddin Malik pada 24 Agustus.
ADVERTISEMENT
Atas laporan tersebut, Jamaluddin mengarahkan agar uang diserahkan kepada Fauzi. Selang sehari kemudian pada 25 Agustus 2011, setelah uang Rp 1,5 miliar berada dalam kuasa Dadong, Nyoman memberi tahu Fauzi agar segera mengambil uang untuk Muhaimin tersebut.
Namun karena Fauzi tak kunjung datang, uang dari Dharnawati disimpan di brankas bendahara Sesditjen P2KT.
Jaksa menyebut, Dadong bersama Nyoman dan Sindu Malik yang merupakan pensiunan Kementerian Keuangan memfasilitasi pertemuan Dharnawati dengan Bupati Keerom.
Pertemuan tersebut terkait kesepakatan Dadong, Nyoman dengan Dharnawati yang meminta PT Alam Jaya Papua jadi kontraktor proyek di empat kabupaten di Papua.
Namun, perihal uang yang disebut untuk Cak Imin itu tak termuat dalam vonis hakim. Hakim menyatakan Nyoman Suisnaya dan Dadong terbukti menerima suap. Keduanya dihukum masing-masing 3 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun berlalu sejak kasus tersebut berlalu. Kini, Firli Bahuri kembali menyinggung kasusnya.
Belum jelas apakah akan ada penyelidikan baru terkait 'kardus duren' tersebut. Firli hanya menyebut hal tersebut akan menjadi perhatian KPK.
Belum ada pernyataan dari pihak Cak Imin terkait kelanjutan dari kasus ini. Pesan singkat kepada Cak Imin maupun pihak PKB belum dibalas.