Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Gereja Katolik akan memilih paus baru pengganti Paus Fransiskus pada Rabu (7/5) mendatang. Mata dunia tidak tertuju pada konferensi pers atau unggahan media sosial, melainkan asap yang mengepul dari cerobong asap kecil di atas Kapel Sistina.
ADVERTISEMENT
Jika asapnya hitam, belum ada paus baru yang terpilih. Tapi jika asapnya putih, maka sudah ada keputusan: Habemus Papam -- kita memiliki paus.
Proses ini disiarkan langsung ke seluruh belahan bumi. Namun, yang orang-orang tidak tahu adalah kerumitan tersembunyi dari ritual yang telah berjalan selama berabad-abad itu: cerobong asap.
Dikutip dari BBC, Senin (5/5), cerobong asap itu dibangun dengan hati-hati. Tungkunya, resep kimia yang tepat, setiap bagian dirancang dengan cermat untuk memastikan gumpalan asap membawa pesan yang jelas.
Ahli mengatakan kepada BBC bahwa proses itu memerlukan dua kembang api khusus, latihan uji asap, dan pemadam kebakaran Vatikan yang siaga. Ini semua diatur dengan cermat oleh tim teknisi dan pejabat gereja yang bekerja sama.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan beberapa rangkaian pertemuan, Vatikan mengumumkan konklaf akan dimulai pada 7 Mei. Para kardinal akan berkumpul di Basilika Santo Petrus untuk menjalani misa spesial sebelum berkumpul lagi di dalam Kapel Sistina, di mana pemungutan suara pemilihan paus akan berlangsung.
Awal Mula Asap Jadi Tanda Paus Baru Terpilih
Tradisi membakar surat suara para kardinal dimulai pada abad ke-15 dan menjadi bagian ritual konklaf yang bertujuan memastikan transparansi dan mencegah manipulasi, khususnya setelah penundaan pemilihan paus sebelumnya yang menyebabkan frustrasi dan keresahan publik.
Seiring berjalannya waktu, Vatikan menggunakan asap sebagai cara untuk berkomunikasi dengan dunia luar sambil menjaga kerahasiaan suara yang ketat. Dan hari ini, meski banyak kemajuan untuk berkomunikasi, Vatikan memilih untuk menjaga tradisi itu.
ADVERTISEMENT
"Sejak zaman dulu orang-orang melihat asap yang mengepul -- dari pengorbanan hewan dan biji-bijian dalam Alkitab, atau membakar dupa dalam tradisi -- sebagai bentuk komunikasi manusia dengan ilahi," kata profesor teologi di Universitas Birmingham, Candida Moss.
"Dalam tradisi Katolik, doa-doa 'naik' kepada Tuhan. Penggunaan asap membangkitkan ritual keagamaan dan estetika keajaiban dan misteri yang menyertainya," lanjutnya.
Profesor Moss juga mengatakan asap yang mengepul memungkinkan orang-orang berkumpul di Lapangan Santo Petrus supaya mereka merasa terlibat.
"Seolah-olah mereka tergabung dalam urusan misterius dan rahasia ini," ujarnya.
Alasannya simbolik, tapi agar berhasil di abad ke-21 membutuhkan teknisi dunia nyata.
Di dalam Kapel Sistina, ada 2 tungku yang dipasang sementara khusus untuk konklaf. Satu untuk membakar surat suara, satu lagi untuk menghasilkan sinyal asap.
ADVERTISEMENT
Kedua tungu terhubung ke cerobong asap kecil -- pipa di dalam cerobong asap yang membuat asap keluar -- yang mengarah ke atas melalui atap kapel ke luar. Pada Jumat (2/5), petugas pemadam kebakaran terlihat di atap, berhati-hati mengamankan bagian atas cerobong di tempatnya, sementara pekerja lainnya mendirikan perancah dan membangun tuku di dalamnya.
Untuk memasang cerobong asap di Kapel Sistina, prosesnya sangat kompleks. Teknisi mengunakan bukaan yang sudah ada atau membuat lubang sementara tempat cerobong asap -- yang biasa terbuat dari logam seperti besi atau baja -- dimasukkan. Pipa tersebut membentang ke luar, muncul melalui atap di atas Lapangan Santo Petrus.
Setiap sambungan disegel untuk mencegah kebocoran dan setiap komponen diuji. Para ahli melakukan uji asap dalam beberapa hari sebelum konklaf dimulai, memastikan cerobong asap berfungsi secara langsung. Pemadam kebakaran Vatikan dilibatkan, bersiaga jika terjadi kerusakan.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah proses yang sangat teliti karena jika terjadi masalah, masalahnya bukan sekadar kegagalan teknis -- itu akan jadi insiden internasional," kata insinyur struktur yang bekerja di properti bersejarah, Kevin Farlam.
"Ini tidak seperti memasang pipa di oven pizza. Setiap bagian sistem harus dipasang tanpa merusak apa pun," ujarnya.
Pengaturan ini dibangun beberapa hari sebelum para kardinal tiba dan dibongkar setelah paus baru terpilih.
Cara Menghasilkan Asap Hitam dan Asap Putih
Untuk memastikan tandanya terlihat, teknisi Vatikan menggunakan kombinasi senyawa kimia.
"Apa yang mereka bangun di sini adalah 2 kembang api khusus. Untuk asap hitam menggunakan campuran kalium perklorat, antrasena dan sulfur yang dibakar, sehingga menghasilkan asap yang hitam dan tebal. Untuk asap putih, campuran kalium klorat, laktosa, dan getah pinus yang terbakar bersih dan pucat," kata kepala departemen kimia dan biokimia di Universitas Hull, Mark Lorch.
ADVERTISEMENT
"Dulu mereka mencoba membakar jerami basah untuk menghasilkan asap yang lebih hitam dan jerami kering untuk asap yang lebih terang. Tapi ini membuat bingung karena terkadang malah terlihat abu-abu," lanjutnya.
Lorch menjelaskan, bahan kimia itu dikemas sebelumnya dalam katrid dan dinyalakan secara elektronik, sehingga tidak membingungkan.
Penambahan bunyi lonceng -- yang diperkenalkan saat pemilihan Puas Benediktus XVI -- kini digunakan sebagai konfirmasi bersama sinyal asap.
Selama bertahun-tahun, ada usulan agar sistem itu dimodernisasi: lampu berwarna, peringatan digital, atau bahkan pemungutan suara yang disiarkan televisi. Namun untuk Vatikan, ritual itu bukan hanya alat komunikasi, melainkan momen keberlanjutan dengan tradisi yang berlangsung selama berabad-abad.
"Ini tentang tradisi dan kerahasiaan, tapi juga memiliki bobot teologi yang nyata," kata Profesor Moss.
ADVERTISEMENT
"Ditambah 'Gereja Katolik' dan 'teknologi mutakhir' sama sekali bukan sinonim -- inovasi yang hampir bertolak belakang dengan ritual," pungkasnya.