Menlu Retno: Politik Tak Boleh Halangi Bantuan bagi Rakyat Afghanistan

20 September 2023 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi berbicara pada Acara Tingkat Tinggi tentang Solidaritas Global dengan Perempuan dan Anak Perempuan Afghanistan, New York, 19 September 2023. Foto: Dok. Kemlu.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi berbicara pada Acara Tingkat Tinggi tentang Solidaritas Global dengan Perempuan dan Anak Perempuan Afghanistan, New York, 19 September 2023. Foto: Dok. Kemlu.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesejahteraan perempuan Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban semakin tertindas. Berbagai pembatasan diskriminatif diberlakukan — mulai dari larangan bersekolah bagi anak perempuan, bekerja di LSM, hingga pembatasan ke tempat-tempat umum.
ADVERTISEMENT
Kembalinya Taliban sejak 2021 telah memperluas aksi pelanggaran hak asasi manusia di Afghanistan. Meski begitu, politik tidak boleh menghalangi pemberian bantuan bagi rakyat Afghanistan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat menghadiri sela-sela kegiatan Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (19/9).
Bersama Menteri Luar Negeri Irlandia Micheál Martin dan Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly, Retno menjadi pembicara di High-level Side Event: Global Solidarity with Afghan Women and Girls serta Women's Forum on Afghanistan.
Retno — menteri luar negeri perempuan pertama di Indonesia, selama ini telah menggencarkan kesadaran internasional atas penindasan terhadap perempuan Afghanistan oleh Taliban.
Dalam forum tingkat tinggi tersebut, Retno mengatakan sebanyak 80 persen anak perempuan di Afghanistan saat ini tidak bisa bersekolah imbas pembatasan yang diterapkan Taliban pada awal 2022 lalu.
Menlu Retno Marsudi bertemu dengan penerima Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, membahas pendidikan bagi perempuan di Afghanistan di sela Doha Forum, Qatar, pada 28/3/2022. Foto: Twitter/@Menlu_RI
Situasi semakin memburuk setelah Taliban giliran melarang wanita Afghanistan bekerja di LSM atau Non-Governmental Organization (NGO) asing maupun lokal pada akhir 2022.
ADVERTISEMENT
"Situasi ini tentunya akan mempersulit pengiriman bantuan kemanusiaan ke Afghanistan yang biasanya melibatkan perempuan," kata Retno.
Pada tahun ini, giliran Afghanistan diterpa endemi polio yang bakal membawa lebih banyak 'cobaan' bagi perempuan di sana. Sehubungan dengan kekhawatiran atas semakin tertindasnya martabat perempuan di Afghanistan, Retno pun menyerukan bantuan konkret dan nyata dari dunia internasional.
Di dalam pertemuan tadi, kata Retno, dia menyampaikan solidaritas global terhadap perempuan Afghanistan harus diwujudkan dalam aksi konkret. "Saya tekankan aksi konkretnya," pungkas Retno.

Kontribusi Apa yang Dilakukan Indonesia?

Indonesia — yang tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Taliban, telah mengambil sejumlah kebijakan guna membantu meringankan penderitaan rakyat Afghanistan.
Retno memaparkan, kontribusi yang diberikan Indonesia terbagi dalam tiga aspek. Pertama, baru-baru ini pemerintah mengirimkan bantuan kemanusiaan tambahan sebanyak 10 juta dosis vaksin polio untuk rakyat Afghanistan.
ADVERTISEMENT
"Jadi karena mereka menghadapi endemic Polio maka diperlukan tambahan vaksin polio dan kita sudah sepakat, sudah memutuskan, untuk mengirim 10 juta dosis vaksin polio dan ini kita lakukan bekerja sama dengan UNICEF dan vaksin ini diproduksi oleh Biofarma," jelas Retno.
Menlu Retno Marsudi saat pelepasan bantuan kemanusiaan ke Afghanistan. Foto: Dok. Kemlu RI
Kontribusi kedua, sambung diplomat itu, adalah kepedulian terhadap akses pendidikan bagi perempuan Afghanistan. "Jadi kita sudah memberikan beasiswa, kita memberikan pelatihan kepada Perempuan Afghanistan," pungkasnya.
"Memang masalahnya adalah terkait dengan bagaimana kita mengimplementasikan dukungan dan komitmen-komitmen tersebut karena menghadapi kesulitan adanya policy yang menghambat akses perempuan terhadap pendidikan," ungkap Retno.
Adapun yang terakhir adalah menjalin komunikasi antara sesama ulama Indonesia dan Afghanistan untuk berbagi pengetahuan tentang pentingnya peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
"Selama ini Indonesia sangat aktif melakukan komunikasi antar ulama. Kita berbagi best practices kepada ulama-ulama Afghanistan tentang pendidikan inklusif bagi perempuan," tutur Retno.
Semua itu dilakukan, menurut Retno, karena Indonesia ingin melihat Afghanistan damai dan makmur. Selain itu, Retno menegaskan politik tidak boleh ditempatkan di atas penegakan hak asasi manusia.
"Saya sampaikan bahwa politik tidak boleh menjadi penghalang, karena di atas politik ada kemanusiaan, dan kita harus mementingkan kemanusiaan," tutup Retno.