Menlu Retno: Untuk Bantu Myanmar Harus Hormati Prinsip Tak Boleh Intervensi

17 Februari 2021 17:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kunjungan Menlu RI, Retno Marsudi, ke Bandar Seri Bengawan, Brunei Darussalam, bersama Menlu Brunei Dato Erywan, Rabu (16/2). 
 Foto: Dok. Kemlu
zoom-in-whitePerbesar
Kunjungan Menlu RI, Retno Marsudi, ke Bandar Seri Bengawan, Brunei Darussalam, bersama Menlu Brunei Dato Erywan, Rabu (16/2). Foto: Dok. Kemlu
ADVERTISEMENT
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, dalam kunjungan dinasnya ke negara ketua ASEAN, Brunei Darussalam membahas soal situasi di Myanmar usai kudeta. Pembahasan ini juga terkait bagaimana ASEAN dapat membantu Myanmar.
ADVERTISEMENT
Melalui keterangan pers virtual pada Rabu (16/2), Retno menyampaikan banyak negara telah menyampaikan keprihatinannya terhadap Myanmar.
"Saya terus melakukan komunikasi dengan rekan-rekan saya, para Menlu ASEAN serta Menlu dari banyak negara, dan juga dengan Utusan Khusus Sekjen PBB untuk isu Myanmar. Banyak negara telah menyampaikan keprihatinannya, termasuk Indonesia," kata Retno.
Sebuah kendaraan lapis baja berkeliling di jalan selama protes melawan kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2). Foto: Stringer/REUTERS
Menurut Retno, mencari solusi untuk membantu Myanmar keluar dari situasi itu menjadi sebuah tanda tanya yang diajukan Indonesia dan negara ASEAN lainnya.
"Yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang dapat dilakukan Indonesia, dan ASEAN terutama, untuk membantu Myanmar keluar dari situasi yang delicate ini?" ucapnya.
Dalam upaya membantu Myanmar, Menlu Retno mengatakan harus tetap menghormati prinsip non-interference. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, termasuk mengutamakan keselamatan rakyat Myanmar dan membantu transisi demokrasi.
ADVERTISEMENT
"Prinsip-prinsip yang kita pahami untuk membantu Myanmar, yaitu tetap menghormati prinsip non-interference," tuturnya.
Petugas polisi berbaris selama bentrokan dengan pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar. Foto: STR/REUTERS
"Mengutamakan constructive engagement, mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar, dan berkontribusi untuk mencari solusi terbaik bagi rakyat Myanmar termasuk membantu transisi demokrasi yang melibatkan semua stakeholders atau transisi demokrasi secara inklusif," jelas Retno.
Krisis di Myanmar terjadi usai kudeta pemerintahan sipil pada 1 Februari 2021 lalu. Kudeta memicu unjuk rasa besar di Myanmar yang terkadang berujung bentrok.
Atas apa yang terjadi di Myanmar, Amerika, Inggris dan Uni Eropa berencana menjatuhkan sanksi. Sedangkan, PBB memperingatkan akan ada konsekuensi besar jika Myanmar masih bertindak keras terhadap pengunjuk rasa.