Menristek: First Flight Drone Elang Hitam Tertunda karena Pandemi Corona

13 Oktober 2020 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro (kiri) di Kompleks Parlemen, Selasa (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro (kiri) di Kompleks Parlemen, Selasa (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Pandemi virus corona membuat sejumlah riset prioritas yang tengah berjalan harus terhambat. Menristek Bambang Brodjonegoro pun mengakui pihaknya sedang mengantisipasi penundaan pengembangan riset yang tengah dijalani.
ADVERTISEMENT
Bambang mengungkapkan, salah satu riset yang tertunda adalah adalah drone Elang Hitam yang diperuntukan untuk TNI. Padahal targetnya, drone ini akan menjalani first flight tahun ini.
"Satu contoh yang delay adalah drone Elang Hitam, drone yang kita desain sebagai drone militer pertama Indonesia. Ini targetnya 2020 sudah first flight. Tapi karena anggaran juga ada pemotongan karena realokasi (maka tertunda)," kata Bambang dalam wawancara To The Point dengan kumparan, Selasa (13/10).
Drone militer Amerika Serikat, RQ-4 Global Hawk. Foto: Angkatan Udara Amerika Serikat/Via Reuters
Faktor lain yang membuat first flight drone Elang Hitam tertunda adalah pekerjaan pabrik yang dibatasi karena pandemi virus corona.
"Tapi target akhir 2024 kita punya drone yang sesuai kebutuhan TNI dan sistem persenjataan yang modern mudah-mudahan bisa terpenuhi," jelasnya.
Bambang mengatakan, drone Elang Hitam ini sangat penting karena dalam perkembangan militer saat ini, banyak negara yang mulai bergantung pada drone dalam melakukan operasi militer. Selain itu, Menristek juga tengah mengembangkan pesawat angkut N2-19 untuk menghubungkan daerah yang sulit dijangkau di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kita kembangkan N2-19 yang sesuai kapasitas 19 penumpang yang bisa menghubungkan daerah yang sulit dijangkau di Indonesia, dan kita akan buat juga versi amfibi dari N2-19 ini," tuturnya.
Bambang berharap pesawat angkut ini tidak hanya berguna sebagai pengangkut, tapi bisa juga digunakan untuk pariwisata dan kebutuhan pertahanan lainnya.
"Yang lainnya adalah roket di mana LAPAN sedang menyiapkan terbaru yaitu roket 2 tingkat. Lalu radar pertahanan karena Indonesia negara luas, enggak mungkin jaga secara manual sehingga butuh radar yang canggih," jelasnya.
"Satu hal lagi nuklir, yaitu sistem pemantauan radiasi lingkungan. Itu sekarang sedang mengembangkan alat untuk melakukan pemantauan kalau ada radiasi nuklir," pungkasnya.